Yap, ini merupakan lirik lagu yang sangat melekat di kuping ureueng Aceh pada awal 90an. Lagu yang berisi ajakan untuk mencari jodoh di desa saja untuk kemudian dibawa ke kota. Sedikitnya dari penggalan kalimat dalam lirik lagu tersebut cukup menjelaskan karakter dari lelaki Aceh dalam mencari pasangan. Bahwa mereka cenderung tertarik dengan sesuatu yang masih bersifat alami, bersahaja dan dengan bahasa 'kasar' bisa disebut: tidak berlebihan.
Lagu tersebut juga menjadi penjelas dari mindset lelaki Aceh dalam melihat hubungan pernikahan yang notabene menjadi orientasi berkait hubungan dengan lawan jenis. Sebab, secara dasarnya, berangkat dari nilai islami yang memang masih sangat kental, hubungan dengan lawan jenis hanya dipandang sah ketika sudah diikat dengan pernikahan. Sedangkan hubungan yang terjadi di luar ikatan pernikahan, entah karena alasan apapun tetap dipandang sebagai sesuatu yang tidak etis. Meski, seiring perkembangan zaman, persepsi demikian lambat laun meluntur juga. Misal, jika dulu lelaki dan perempuan dipandang tabu saling berkunjung kecuali ada kepentingan yang mendesak. Namun untuk sekarang, atas nama cinta, orangtua ada juga yang membolehkan anaknya untuk membawa pasangannya ke rumah.
Dan, soal kelonggaran demikian acap terjadi hanya di daerah yang sudah terkena pengaruh modernitas kental semisal di kota-kota dan desa yang berada di sekitarnya. Sedang untuk masyarakat yang berada di pedesaan sampai sekarang masih sangat teguh dalam berpegang pada prinsip demikian.
Nah, dari sini maka kemudian banyak lelaki yang realistis melihat bahwa kalau terdapat pasangan lain jenis yang sudah acap bersama di luar ikatan pernikahan. Maka, keyakinan yang kemudian muncul adalah perempuan tersebut diragukan kalau ia belum pernah tersentuh sama sekali. Dari sana muncul kesimpulan seperti digambarkan dalam syair lagu Aceh tersebut; meunyoe tamita judoe, tawoe u gampoeng. Tamita dara dusoen, taba u kota (kalau ingin mencari jodoh, pulang dan cari saja di desa. Baru nanti kau bawa ke kota).
Mungkin, soal hubungan dengan kedekatan antara anak muda berlainan jenis dengan 'kesucian' yang diragukan. Ini memang masih bisa diperdebatkan. Namun, sedikitnya secara umum memang lelaki Aceh cenderung berpegang pada prinsip untuk tetap appreciate terhadap kesucian. Dalam hal ini cenderung jauh dari kompromis. Sampai kemudian anjuran mencari pasangan hidup di desa menjadi sebuah petunjuk yang masih dipegang oleh banyak ureung Aceh, seperti yang diisyaratkan dalam lirik lagu tersebut. Namun begitu, sebagian kecil memang masih ada juga yang cenderung longgar dalam hal melihat perihal dimaksud, mencari pasangan.