Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Perempuan Desa, Saat Basah

15 Mei 2010   04:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:12 518 0
Bulir-bulir peluh penuh baluri tubuh, tetapi sepotong hati masih belum utuh. Ia masih [caption id="attachment_141349" align="alignright" width="234" caption="Laila, itu darah siapa?"][/caption] begitu rapuh. Ada bara terasa dalam jiwa. Hasan melihat dadanya yang berdarah. Melintas di pikiran untuk mengambil pecahan gelas, mengiris perempuan itu. Menjadi kelebihan lelaki ini, bisikan-bisikan yang diyakininya sebagai bisikan iblis itu bisa dilumpuhkan hanya dengan menarik nafas panjang. Sedang Laila masih dengan sekian kalimat yang sudah ia luncurkan terus-menerus, mirip senapan otomatis. Tapi sudah tidak digubris oleh Hasan. Ia memilih untuk ke belakang, mencari jeriken minyak tanah, mengambil sedikit untuk dioleskan ke luka di dadanya dengan sedikit abu dapur. Geram itu tiba seiring gelas yang dilempar Laila ke tubuhnya dan mengakibatkan luka itu. Cuma karena terpikir, masalah itu tidak akan selesai jika ia juga terus bersikeras memaki-maki istrinya seperti tadi siang. Tidak itu saja sebenarnya, Hasan sendiri yang susah marah meskipun jika ia marah maka bisa meledak sedemikian kuat juga. Salah satu bukti dengan caci makinya siang tadi dan tendangan yang pernah dilakukannya yang berakibat terpentalnya tubuh Laila sampai ia pingsan. Ia biarkan Laila terus bersama sumpah serapah yang ia bisa. Hasan sudah memilih untuk menuli saja, dari mendengar lalu kemudian kembali ia larut dalam emosi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun