[caption id="attachment_98299" align="alignleft" width="260" caption="kapan makanan tradisional negeriku bisa terlihat berharga ya? (Gbr: Google)"][/caption] Berawal dari perjalanan menikmati akhir pekan di Cihampelas Walk. Masuk ke dalam mall, melihat-lihat makanan dan minuman yang dijajakan (tanpa niat membeli karena alasan klasik, kere). Terjadi obrolan dengan seorang
gadis cantik yang kebetulan sedang menemani saya menghabiskan waktu di kawasan mall yang sangat dikenal di Kota Bandung ini. Nah, dari obrolan yang terjadi dengannya, terbetik sebuah tanya:"kenapa sekarang ini makanan yang berbau barat sepertinya lebih diminati?" Pertanyaan itu muncul karena memang hampir tidak ada satupun pemandangan yang menunjukkan keberadaan makanan-makanan tradisional Indonesia, kecuali cafe kecil saja dengan tempat yang benar-benar kecil, terkesan tersisih daripada kafe lainnya yang yang beraroma barat berdiri dengan gagah dan luks. Popcorn, iya makanan itu yang pertama sekali menjadi makanan awal yang kami saksikan dan obrolkan. Saat beberapa tangan warga kota ini--yang berada di Ciwalk--terlihat memegang makanan ringan ini. Kenapa makanan tradisional kian tersisih saja dan seperti begitu mudah tergeser denganĀ makanan luar seperti itu? Padahal perubahan selera terhadap jenis makanan, sejauh ini belum menunjukkan sebuah sinyal bahwa mampu mengubah cara pikir bangsa ini. Keprihatinan ini muncul karena melihat kondisi betapa tempat seperti untuk warung-warung nasi uduk, [caption id="attachment_98301" align="alignright" width="300" caption="makanan tradisionalku, tunggu aku jadi pengusaha (Gbr: Google)"][/caption] nasi kuning dan berbagai makanan tradisional negeri ini hanya bertemmpat di lokasi-lokasi kumuh. Seperti terpinggirkan dan seakan tidak layak bertempat di mall setenar Ciwalk ini sebagai permisalan. Yah, sebagai lelaki yang tidak punya modal besar untuk mendirikan mall dengan food court megah untuk makanan-makanan tradisional, sejauh ini saya hanya bisa menge;uh dulu, tidak tahu untuk beberapa puluh tahun ke depan (dengan tetap berharap sekalipun terlihat lebay--seperti bahasa ABEGE--)
KEMBALI KE ARTIKEL