Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Lepas Setubuh Subuh

6 Mei 2010   04:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:23 7093 1
Kelembutan itu adalah benang-benang yang ada dari lembar sutera syurga, dipergunakan untuk menjahit tulang-belulang hawa. Entah bagaimana ceritanya, semenjak tiba di bumi, benang itu tercerabut pelan-pelan, mengurai mungkin oleh begitu panasnya matahari bumi lalu berubah menjadi kusut lagi. Setelah menyentuh beberapa duri yang tumbuh di semak-semak kehidupan. Apakah ini kesalahan skenario Tuhan? Maha Pengasih yang menyatu dengannya menjadi pembantah. Lalu kenapa seorang perempuan desa seperti Laila bisa berubah wujud menjadi laiknya serigala, itu cerita manusia. Tak jarang, manusia memang lebih tertarik untuk melihat perut dan daging bawah perut yang jatah awalnya untuk berfungsi dengan baik proses cerna untuk tidak mengganggu jiwa. Tetapi selanjutnya itu menjadi perhatian dan bahkan tujuan, mungkin disebabkan oleh urat malu yang juga terputus ketika dengan kelalaiannya sendiri menyentuh duri-duri tanpa menyebut nama-Nya, dan memilih cukup menghadapi cuma dengan maki. Ketika sepasang belahan jiwa yang sebenarnya memiliki energi salju yang kuasa sejukkan buana, tetapi harus teriakkan tangis di sepanjang lorong catatan derita, menghiba berharap ibunya membuka mata. Ramat semakin sering teriakkan nama ibunya,"Ibuuuuuuuuuuu....." Kerap juga ia mengigau dalam tidurnya dengan mimpi sedang bercanda dengan ibu tercinta. Juga termimpi kalau ia sedang bergelayut manja di pelukan Bunda. Itu mimpi, mimpi seorang bocah yang merindukan ibunya. Mimpi seorang anak manusia yang memiliki hati yang begitu putih. Pikiran bersih seorang anak tidak pernah membuatnya membayangkan berbagai dera siksa yang pernah terayun dari tangan ibunda tercinta, justru ia lebih sering membayangkan senyum ibunya yang sebenarnya sangat jarang terlihat olehnya walaupun saat itu sedang berada di depannya. 2 Tahun sudah Laila menapaki langkah dengan peran tidak lagi sebagai seorang ibu. Ia hanya memiliki mimpi yang terus menderu, tidak peduli meski meniup lepaskan napas dalam debu. Seperti tidak merasakan sedikitpun deru rindu pada permata hati yang menyebut namanya dengan segenap rindu. Tak tahu apakah hatinya sudah berubah menjadi batu, atau hilang menjadi debu dan dibawa angin lalu. Justru, sekarang Laila sedang membaringkan kepalanya di dada lelaki bernama Cut Jaman bin Pawang Abu bin Teungku Alue Labu. Melabuhkan rindu tanpa peduli pada hal-hal tabu. Tangan yang kemayu, mempermainkan rambut-rambut di dada lelaki yang tidak lagi berkalbu. Hanya mendengar kecapi yang dipetik oleh angin deru rindu dengan mata dosa yang sebenarnya sudah kian kuyu. "Dek, aku kenal sekian banyak perempuan sepanjang jalan yang kutempuh. Tapi yang mereka berikan hanya tubuh, dengan bentuk hati yang tak utuh." Ujar lelaki yang sudah begitu paham bagaimana menjalankan peran buaya di sungai-sungai hati Laila yang kian keruh. Perempuan ini hanya menatap lelaki itu selepas setubuh jelang subuh. Mereka menjalin cinta dengan tiang-tiang yang sebenarnya rapuh, sama sekali jauh dari kukuh. "Abang bukan sedang merayu kan?" Ujar perempuan ini sambil tetap permainkan rambut lelaki yang ia sendiri tak tahu apakah dicintainya secara utuh atau hanya untuk dijadikan sebagai tempat berlabuh. Ia terlalu lugu untuk bisa pahami seperti apa buaya menyanyikan lagu, yang kelak bisa menjadi sembilu, untuk menyayat kalbu yang meniru sifat batu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun