Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Filosofi Ureung Aceh

29 Maret 2010   03:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:08 2634 0
[caption id="attachment_104926" align="alignleft" width="300" caption="Bek ta meurakan ngoen ureueng jahee (Gbr: Google)"][/caption] Orang Aceh akrab dengan sastra. Mereka memiliki kedekatan dengan pengajaran-pengajaran reliji. Walaupun, secara praktik, mereka tetap sebagai manusia. Dalam arti sebagian begitu teguh dengan begitu banyak pelajaran kebaikan yang diajarkan sejak kecil, tetapi sebagian juga bangga menjadi 'manusia', sebab manusia tidak perlu repot untuk jauh dari kesalahan, alasannya kesalahan itu manusiawi. Filosofi Ureung Aceh yang ingin saya angkat berhubungan dua benua tipikal karakter orang Aceh. Umumnya, di mana-mana, di hampir setiap wilayah Aceh, khususnya di daerah-daerah yang memang masih kental dengan keacehannya. Filosofi itu sudah diajarkan dari sejak kecil. Bahkan dari sejak kecil, seorang anak ureung Aceh akan diperdengarkan hikayat-hikayat sahabat Nabi. Akan dilantunkan Ibu dan Ayahnya tentang cerita-cerita epos yang dinyanyikan. Kalau pengalaman saya pribadi, tidak terlalu ingat saat itu sudah berusia berapa, tetapi saya masih bisa mengingat jelas ketika itu badan kecil saya berada dalam ayunan dengan sebuah kompeng di mulut. Ibu dan Nenek saya kerap mengayun-ayun ayunan yang menjadi tempat saya tidur sambil membaca shalawat dalam Bahasa Aceh dan cerita-cerita hikmah, sampai saya terlelap. Mencoba menaksir, itu saya alami saat berusia 3 tahun. Jika anda menggunakan logika,"ah, 3 tahun mana mungkin pengalaman dalam usia begitu bisa membekas kuat." Mungkin anda benar.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun