[caption id="attachment_83417" align="alignleft" width="300" caption="Tangan manusia hanya terdiri dari daging yang bisa membusuk. Dari Tulang yang bisa saja patah (Photo: Pribadi)"][/caption] Belum pernah terdengar berita, seorang bayi terlahir dengan pakaian yang telah lebih dulu dikenakan Tuhan ditubuhnya sejak ia pertama muncul ke dunia. Tidak juga tertulis di catatan manapun, adanya kehidupan tanpa kesertaan ujian Tuhan. Tidak menjadi persoalan jika seorang yang menerima nasib buruk, lantas disebut terlalu ramah pada keangkuhan nasib. Bukan sebuah masalah, saat terkadang melihat wajah tak ramah saat sedang mengeja aksara takdir. Semua memang harus berjalan. Hanya kepercayaan pada keadilan Tuhan yang akan membuka jalan terang melihat, Tuhan menciptakan alam dengan semua isinya bersama Cinta Maha Tulus dari-Nya. Lantai dingin yang menjadi ranjang gelandangan. Di mata banyak manusia terlihat sebagai petaka. Tetapi ketulusan dengan senyum ketulusan mengajarkan,"ini bukan penderitaan. Ini bukan kesengsaraan. Ini adalah cara Tuhan mengajarkan satu bagian pelajaran yang mungkin tidak pernah diberikan pada manusia lain." Para darwisy, dalam abad-abad yang diisinya dengan pencarian. Tidak pernah merasa terganggu dengan cibiran, atau bahkan caci maki. Karena pemahaman atas sesuatu yang dipahaminya tidak akan dengan mudah juga dipahami manusia lain. Itu diajarkan asy Syibli, Ghazali hingga Rumi. Ketika sederet cerita kelaparan harus tertulis, takkan ada manusia yang kuasa penuhi perut itu. Jikapun mereka membantu, mereka juga miskin dan takut untuk miskin. Kenapa berharap pada makhluk? Tanya seorang lelaki bijak yang tak lagi memiliki jasadnya di atas permukaan tanah dunia. Sedangkan tangan manusia itu hanyalah onggok daging dan sekerat tulang. Daging itu bisa saja membusuk dan hilang menyatu dengan tanah. Tangan mereka juga berisikan tulang yang tidak sekuat baja. Terkadang bisa saja patah oleh kecemasan mereka atas ketidakabadian. Di lorng-lorong remang kebijaksanaan. Bergema suara. Jika harapan itu adalah lampu, jangan gelantungkan ia di dahan-dahan rapuh. Sebab mungkin saja lampu itu akan jatuh karena dahanan yang ada tidak terlalu kuat. Gelantungkan saja lampu itu di pohon yang disiapkan Tuhan untuk bertempatnya lampu para pecinta. Tak ada yang harus ditakutkan ketika dalam setiap langkah yang terayun, hanya ada nafas berisikan keyakinan, "kebaikan jua yang ingin kutebar." Setiap langkah yang terayun dengan niat ketulusan dan kebaikan takkan membiarkan pemilik kaki mati dalam terhina. Ayunkan saja langkahmu, wahai para pecinta.
KEMBALI KE ARTIKEL