[caption id="attachment_106922" align="alignleft" width="260" caption="Sudah tidak ada lagi (Gbr: Google)"][/caption]
Syahdan, ketika itu, kampungku sedang berlimpah pintu rejeki. Semua sudah menjadi uang. Salah satunya, kura-kura yang sering kami hina sebagai binatang pemakan kotoran, tapi tidak saya ketahui kenapa binatang itu disebut pemakan kotoran oleh orang-orang, tetapi bisa dijual, seribu rupiah per ekor. Saya membuka tulisan ini dengan kata "syahdan" disebabkan kata itu sering dipergunakan dalam cerita dongeng yang saya baca saat masih kecil dulu. Misal:
- Syahdan pernah ada seorang raja di sebuah negeri yang begitu kaya raya dengan rakyat yang sejahtera... - Syahdan, satu ketika Raja Rimba sedang menderita satu penyakit... Iya, itu sebagai gambaran alasan kenapa saya pakai pembuka dengan "syahdan". Baik, sedikit lebih dalam, kok dongeng dikaitkan dengan kura-kura? Nah, itu yang mau saya ceritakan. Sejak kampung saya didatangi toke-toke dari Medan dan dari kota-kota lainnya untuk membeli kura-kura. Tua-muda turun ke sawah-sawah meskipun sedang tidak ada kegiatan yang berhubungan dengan bertani, karena di sawah juga sering dengan mudah bisa diketemukan kura-kura. Sebagian nekad merambah hutan, sungai-sungai kecil, juga untuk bisa menemukan kura-kura. Sebagian warga memilih untuk menjadi agen kura-kura, yang membeli binatang tersebut dengan harga yang lebih murah dari yang dibeli oleh toke-toke Medan yang bermata sipit. Tetapi Agen kura-kura tidak bisa melindungi namanya seperti binatang yang diperjualbelikannya melindungi diri dengan tempurung yang keras. Melindungi namanya, ketika nama yang seharusnya bagus tetapi harus ditambah dengan marga binatang yang dijualnya. Misal saja seorang warga yang sudah dikenal sebagai agen kura-kura memiliki nama Polem, maka untuk lebih mempermudah mengenal orangnya, warga acap memberi gelar di belakang namanya menjadi: Polem Kura. Atau, ada yang namanya Mak San, nama itu memiliki dua kali perubahan nama. Iya, kalau ada yang bernama Mak San, bisa dipastikan nama aslinya adalah Muhammad Hasan. Tetapi karena orang Aceh sering suka bicara cepat, jadi nama itu berubah menjadi Mak San. Nahas lagi yang memiliki nama ini, bila ia berprofesi sebagai Agen Kura-kura, maka namanya menjadi: Mak San Kura.
KEMBALI KE ARTIKEL