Demikian hendaknya kita punya cukup akal budi dan kebijaksanaan dalam menilai sesuatu, termasuk dalam menilai orang lain. Kita kadangkala terburu-buru menilai orang lain, dengan berdasarkan asumsi-asumsi ataupun keterbatasan pengetahuan kita. Misalnya menganggap orang tidak beragama adalah atheis, lebih jauh lagi menganggap orang atheis adalah PKI.
Ini namanya salah kaprah, tidak beragama itu areligi. Tidak ber-Tuhan, itu atheis, sedangkan PKI adalah Partai Komunis Indonesia di era 60-an. Jadi sangat tidak tepat dengan menyebut orang tidak beragama sebagai atheis ataupun PKI. Jika kita masih menyebut orang tidak beragama dengan PKI saya yakin orang tersebut belum cukup wawasan, paling banter adalah mendapat pelajaran sejarah dengan kurikulum ala orde baru, ataupun wejangan dari guru agamanya.
Orang yang terlalu dini menilai orang lain, ibarat kita mau menimba air dengan tali yang pendek. Sudah barang tentu kita akan terlihat bodoh, itupun kadang kita merasa diri bangga. Parah…! Saya sarankan kepada orang-orang yang demikian untuk memperluas wawasannya, baik itu sejarah ataupun semantika.
***
Ok, anggap saja semua sudah bisa menggunakan kata areligi, atheis dan PKI sesuai konteksnya. Karena saya tidak akan menjelaskan sejarah tentang atheisme ataupun PKI disini. Silahkan tanya mbah google jauh lebih informatif.
Di Indonesia, orang beragama kecenderungan mempunyai prasangka buruk terhadap orang tidak beragama, tidak semuanya sih. Orang yang tidak beragama dianggap aib bahkan sampah bagi lingkungannya. Oleh karena itu wajar jika kemudian ada fenomena agama KTP. Artinya agama hanyalah formalitas belaka.
Jika orang tidak beragama berperilaku kurang terpuji itu wajar, namun bagaimana mungkin jika banyak orang beragama berperilaku kurang terpuji. Anggaplah pejabat-pejabat korup itu apakah ada yang tidak beragama? Saya rasa semuanya beragama, bahkan mungkin tokoh agama.
Bukan hanya tentang korupsi, saya melihat perilaku orang-orang beragama justru lebih tidak terpuji daripada orang tidak beragama. Hanya orang-orang beragama yang berusaha mengajak orang lain mengikuti agamanya. Masih mending kalau orang yang diajak tersebut tidak memiliki agama, parahnya orang yang diajak tersebut sudah memiliki agama yang lain. Apakah hal ini tidak akan menimbulkan masalah? Orang tidak beragama tidak akan mengajak orang lain untuk ikut tidak beragama.
Orang beragama, menganggap agamanya sendiri yang paling baik. Orang tidak beragama tidak akan menganggap agamanya yang paling baik, karena tidak punya agama. Kalau ada orang mengatakan semua agama itu sama saja, itu hanya basa-basi aja. Jika benar agama itu sama saja dan semua baik, bagaimana kalau saat memilih aga dilakukan pengundian seperti memilih dadu? Terkadang orang menerima begitu saja bahwa semua agama itu sama saja dan tujuannya sama. Bandingkan makna kalimat tersebut dengan upaya untuk mengajak orang lain masuk agamanya. Aneh bukan, kalau sama baiknya dan tujuannya sama untuk apa mengajak orang lain masuk agamanya?
Orang beragama seringkali tampil dengan pakaian sangat agamis, dengan nama agamis, gelar kehormatan agamis. Untuk perilakunya ga ada jaminan juga agamis. Jika perilakunya agamis kadang kebablasan dengan menganggap dirinya paling baik, paling suci atau paling tidak menjadikan dirinya sebagai standar perbuatan baik dan urusan moralitas. Orang tidak bergama tentunya tidak demikian, tidak ada kepentingan untuk menjadikan dirinya sebagai standar perbuatan baik ataupun moralitas.
Lebih menarik lagi belakangan sering terjadi kekerasan berlabel agama, sudah barang tentu orang-orang tersebut pastilah beragama. Sangat menarik bukan, orang yang beragama bisa berbuat kekerasan atas nama kebaikan (menurut agamanya). Terang saja jadi masalah karena agama macam-macam, demikian juga persepsi orang tentang kebaikan juga macam-macam. Menjadi pertanyaan adalah agama macam apa yang memberikan kesempatan bagi pengikutnya untuk melakukan tindak kekerasan?
Orang tidak beragama tentunya tidak akan repot-repot melakukan kekerasan berlabel agama. Kalaupun melakukan kekerasan ya kekerasan saja, jadi tidak merepotkan orang lain yang kebetulan seagama. Jadi terkena imbas mendapatkan nama jelek. Tentunya orang yang beragama taupun tidak beragama sangat tidak tepat melakukan tindak kekerasan.
Paling sering saya temui permasalahan menyangkut agama adalah dalam hal perkawinan. Karena beda agama jadi batal kawin atau kalau jadi kawinpun menjadi tambah banyak masalah karena agamanya itu. Meskupun ada beberpa pengecualian yang berbeda agama juga berumah tangga secara harmonis. Orang tidak beragama tidak akan repot mau kawin dengan orang beragama apa aja.
Komunitas-komunitas tertentu terikat dalam kesamaan agama. Dalam pergaulan, pendidikan bahkan pekuburan juga terkelompok-kelompak sesuai agama. Menarik bukan? Jika surga memang ada apakah juga akan berkelompok sesuai agamanya itu? Yang berkelompok-kelompok sesuai agama pastilah orang beragama, sedangkan orang tidak beragama bisa bergabung ke kelompok mana saja. Selain itu jika surga tersebut ada dan sesuai kelompok agama-agama, orang tidak beragama kalau bosan boleh ikut ke surga kelompok agama yang lain.
Kalimat terakhir tersebut, saya benar-benar ngarang. Tidak ada dasarnya jadi jangan dipercaya. Barangkali bukan hanya kalimat terakhir, tapi seluruh tulisan ini.
Jadi, yang beragama silahkan beragamalah dengan baik, melebihi kebaikan orang yang tidak beragama. Hanya orang dengan pikiran yang dangkal yang mengatakan air sumur itu jelek sementara akalnya tidak cukup dalam untuk menyelami dasar sumur itu.