Orang-orang yang tepat waktu, adalah orang-orang yang selalu datang lebih awal. Datang lebih awal, bukan datang tepat waktu, menunjukan citra diri dalam beriman, menghargai waktu, menghargai diri sendiri, rendah hati, tahu diri, peduli, komitmen, menghargai dan menghormati orang lain/pihak lain, disiplin, dapat dipercaya (kredibel), kompeten, dan profesional.
(Supartono JW.09122024)
CNNIndonesia.com pada (2/8/2019), mengutip dari Lasminute.com, mewartakan bahwa Indonesia menempati urutan nomor satu dalam daftar negara paling santai di dunia. Pasalnya dalam keadaan sehari-hari, masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan 'ngaret' di sebagian besar lini kehidupan yang sudah mendarah daging, sulit untuk berubah. Indonesia terkini, bagaimana?
Kebiasaan masyarakat Indonesia, kebalikan dari budaya masyarakat Jepang, Swiss, Korea Selatan, dan Jerman yang tercatat sebagai empat negara paling menghargai waktu.
Contoh tepat waktu
Ambil contoh, bagaimana bila masinis kereta api, pilot pesawat, penumpang kereta api, dan penumpang pesawat datang terlambat dari waktu keberangkatan kereta api dan pesawat?
Bagaimana pula bila aktor/aktris teater datang terlambat di gedung pertunjukan, sementara penonton saja sudah siap menonton di dalam gedung? Bagaimana bila rombongan pemain sepak bola profesional datang terlambat ke stadion untuk sebuah laga yang sudah terjadwal, laga disiarkan live di televisi, dll?
Pertanyaan itu saya lontarkan, karena masinis, pilot, penumpang, aktor/aktris teater, dan pemain sepak bola profesional, bukan dituntut datang tepat waktu untuk tugas dan tanggung jawabnya. Tetapi harus datang lebih awal. Sebab, banyak hal yang wajib dipersiapkan sebelum tugas atau pekerjaannya dimulai tepat waktu.
Toleransi, budaya terlambat
Selama ini, dalam berbagai obrolan di berbagai platform, masyarakat Indonesia terkenal dengan BUDAYA TERLAMBAT, JAM KARET (ngaret), baik di negeri sendiri atau saat di negeri orang. Hebatnya, hingga negeri ini sudah berusia 79 tahun, sudah 8 Presiden yang menjadi pemimpin Republik Indonesia (RI), Budaya terlambat atau jam karet terus terjadi secara konsisten, di luar contoh yang saya pertanyakan.
Sudah begitu, budaya toleransi yang sangat kental dalam masyarakat Indonesia, pun kental diterapkan dalam konteks budaya terlambat. Sehingga toleransi yang maknanya sikap menenggang, menghargai, membiarkan, atau membolehkan pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri, menjadi bermakna negatif. Karena di mana ada  keterlambatan, di situ ada toleransi.
Pertanyaannya lagi, dari mana ajaran budaya terlambat atau jam karet ini di dapat oleh rakyat Indonesia, mulai dari tingkat jelata (rakyat biasa), hingga rakyat yang memposisikan dirinya elite negeri? Sepertinya karena masyarakat Indonesia yang kental dalam budaya toleransi, menjadikan terlambat atau jam karet menjadi hal yang lumrah (lazim, kaprah, umum), wajar, dan dimahfumi (paham, mengerti, tahu).
Terkait hal terlambat, dalam ajaran agama apa pun, dalam pendidikan di bangku sekolah dan kuliah, dalam aturan di tempat kerja, dll, dipastikan menjadi aturan yang ketat, bukan untuk ditoleransi.
Maaf, dalam Agama Islam, Islam mengajarkan bahwa menghargai waktu adalah hal yang utama. Hal ini tercantum dalam Surat Al-Asr 103 ayat 1-3, yang artinya:
"Demi waktu, sesungguhnya, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran".
Ibadah Salat lima waktu, juga merupakan pengingat bahwa ketepatan waktu dalam aktivitas adalah sesuatu yang mutlak.
Citra diri
Ketepatan waktu, pun merupakan norma kesopanan yang harus diterapkan di semua lingkungan kegiatan/aktivitas apa pun. Sebab, orang-orang yang tepat waktu, adalah orang-orang yang selalu datang lebih awal. Datang lebih awal, bukan datang tepat waktu, menunjukan citra diri dalam beriman, menghargai waktu, menghargai diri sendiri, rendah hati, tahu diri, peduli, komitmen, menghargai dan menghormati orang lain/pihak lain, disiplin, dapat dipercaya (kredibel), kompeten, dan profesional.
Citra diri adalah gambaran atas perilaku seseorang di mata orang lain dan masyarakat  sekitarnya. Sebab, menghargai waktu, menghargai diri sendiri, rendah hati, tahu diri, peduli, komitmen, menghargai dan menghormati orang lain/pihak lain, disiplin, dapat dipercaya (kredibel), kompeten, dan profesional.
Seseorang yang citra dirinya benar dan baik, dapat dipastikan kompeten, yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan atau kegiatan dengan baik dan efektif.
Seseorang yang citra dirinya benar dan baik, juga dapat dipastikan profesional, yaitu memiliki keahlian, pengetahuan, dan keterampilan tertentu dalam suatu bidang, serta mampu menyelesaikan tugasnya dengan tepat waktu dan efektif. Memiliki tanggung jawab, etika, dan standar kinerja yang tinggi. Dapat diandalkan dan dipercaya. Tekun, disiplin, komitmen dan konsisten dalam menjalankan tugas. Mampu menjaga integritas, kualitas, dan etika dalam segala aspek pekerjaan dan perkehidupan.
Mampu berkomunikasi dengan baik, bekerja sama dalam tim, dengan orang lain/pihak lain. Cerdas dan bijak dalam menangani konflik atau masalah. Mampu mengambil inisiatif, mengatasi masalah, dan membuat keputusan yang tepat. Mampu memahami kekurangannya dan meningkatkan keterampilannya.
Semoga, saya, kita, bukan menjadi golongan orang-orang yang ikut menyuburkan budaya tidak tepat waktu bagi citra buruk Indonesia. Di zaman ini, tepat waktu=datang lebih awal. Sebelum waktunya, diri kita sudah "siap" untuk semua yang diperlukan, dibutuhkan, sesuai rencana pencapaian sasaran dan tujuan.
Mari dimulai dari diri sendiri, tancapkan dalam pikiran, hati, dan setiap melangkah, paradigma "selalu datang lebih awal, maka tepat waktu.