Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Tanggung Jawab Kewajiban, Kikir, dan Dermawan?

19 September 2024   15:15 Diperbarui: 19 September 2024   15:15 176 1

Bercermin dari "para guru", di antaranya ada yang sangat miskin harta, tetapi tetap peduli kepada keluarga, saudara, kerabat, hingga kepada lingkungan dan masyarakat. Bahkan sampai mendermakan untuk "kemaslahatan" atas dasar kemurahan hati, seperti memberikan bantuan uang kepada perkumpulan sosial, kekeluargaan sosial,  kegiatan sosial atau fakir miskin yang bila dikalkulasi "tidak seberapa", untuk ukuran "orang kaya harta".Tapi bagi orang kaya harta yang kikir, yang "tidak seberapa" itu justru "besar". Makanya, demi tidak terkurang hartanya, orang kikir, bahkan tidak akan "berbagi" meski "tidak seberapa".

Kewajiban saja dilalaikan


Dari kenyataan yang saya jadikan "guru", ternyata banyak saya jumpai orang-orang yang hidupnya tidak kaya harta, tetapi tetap dermawan. Memikirkan orang lain. Kegiatan untuk orang lain, dan berbagai hal untuk orang lain. Tidak takut meski dirinya sendiri kekurangan.

Setali tiga uang, saya juga melihat dan merasakan betapa banyak orang yang kikir. Pikiran, mata, dan hatinya sudah ditutup oleh dirinya sendiri untuk peduli kepada orang lain/pihak lain. Karenanya, tidak ada kamus berderma bagi mereka. Hal yang wajib saja, mereka suka melalaikan atau pura-pura lupa.

Semisal, seseorang memiliki kewajiban membayar iuran untuk sebuah "kegiatan". Sudah ada aturan kapan kewajiban itu harus dibayar ke pihak yang berhak. Tetapi, sering kali, yang berhak sampai menagih. Pun tidak dibayar-bayar. Jangankan memberikan derma suka rela/donatur/sponsor, yang wajib saja pura-pura lupa.

Mereka pastinya, jauh dari pemahaman derma atau sedekah yang berarti kebajikan, kepatutan, perbuatan yang benar, atau amal saleh, yang diperbuat dengan tulus ikhlas kepada sesama manusia.

Kikir 

Mengutip dari laman KBBI, di antara makna kata kikir adalah mempunyai arti terlampau hemat memakai harta bendanya; pelit; lokek, kedekut, pelit. Sedangkan kata turunannya, yakni kekikiran, memiliki arti perihal (sifat) kikir.

Seseorang yang kikir cenderung lebih mementingkan harta benda dan kekayaannya tanpa mempertimbangkan kewajiban sosial atau moral untuk membantu sesama.

Dari berbagai literasi, saya simpulkan bahwa sikap dam karakter kikir pada seseorang selain karena ada pengaruh bawaan, keturunan, juga sering kali terjadi karena kesalahan dalam cara berpikir. Banyak orang menjadi kikir karena merasa bahwa hidup ini akan berlangsung lama dan uang adalah hal yang paling penting.

Adanya pemikiran pada orang-orang yang redah spiritualnya (SQ), maka kecerdasan IQ dan EQnya (baca: bila cerdas) memiliki pandangan bahwa hidup di dunia ini akan lama (kekal). Inilah yang mendorong seseorang untuk menumpuk kekayaan tanpa batas. Mereka khawatir bahwa mereka akan kekurangan di masa depan.

Bahkan golongan orang-orang yang demikian, juga cenderung takut kehilangan yang bukan milik. Takut kehilangan jabatan, kedudukan, kekuasaan. Maka, berbuat licik, menanggalkan moral dan etika, pun dilakukan demi tujuan dan kepentingannya.

Sekalinya berbagi, tahunya memakai harta/uang, dari orang lain/korupsi/rakyat, tetapi atas nama diri sendiri. He he.

Hidup dan rezeki

Orang-orang yang selalu berusaha untuk mencerdaskan IQ, EQ, SQ dirinya, dengan berbagai cara yang benar dan baik, tentu akan akan memiliki kerangka berpikir (mindsetl yang benar, tentang hidup dan rezeki. Lalu, pandai bersyukur dan tidak harus terlalu khawatir tentang masa depan.

Sebab, hidup dan rezeki sudah diatur oleh Allah. Bila, kita percaya akan hal itu, maka kita tidak akan menjadi kikir dan akan lebih mudah berbagi kepada orang lain. Tidak harus menunggu menjadi orang yang kaya harta dulu.

Karenanya, kikir akan jauh dan menjauh dari kehidupan manusia yang hanya sementara di dunia, tetapi kekal di akhirat. Tidak ada harta dan benda yang akan kita bawa ke alam akhirat, kecuali amal baik kita di dunia, termasuk terhindar dari golongan manusia yang kikir. Tetapi, meski pun terlahir dan hidup di dunia sebagai orang yang "tidak punya", sikap dermawan hendaknya menancap dalam pikiran, hati sanubari, dan perbuatan kita.

Pahami bahwa seseorang yang dermawan memiliki sifat suka memberi, berbagi, dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Orang dermawan memandang harta sebagai amanah yang perlu dimanfaatkan untuk kebaikan bersama, bukan hanya untuk kepentingan pribadi.

Bagi umat muslim, sesuai HR. Tirmidzi, disebutkan bahwa

"Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka. Orang jahil yang dermawan lebih disukai Allah daripada ahli ibadah yang kikir."

Dalam hadits tersebut tersurat keistimewaan para dermawan dan keburukan orang-orang yang kikir. Perbedaan ini berhubungan langsung dengan kedudukan mereka di hadapan Allah SWT, beserta konsekuensi kehidupannya masing-masing, baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak. Dan, secara tersirat, hadits tersebut mengandung perintah kepada kita untuk menjadi dermawan dan menjauhi kekikiran.

Dalam HR. Al-Khathib, Juga disebutkan:

"Lindungilah kehormatan kalian dengan harta benda kalian."

Hadits tersebut dimaknai bahwa kedermawanan ternyata juga merupakan upaya menjaga kehormatan diri. Kehormatan diri memang harus dijaga, termasuk dari kemungkinan adanya harta haram yang kita dapatkan, kumpulkan, sampai dibelanjakan.

Ingat dan pahami! Harta menjadi haram apabila di dalam harta yang kita peroleh terdapat hak orang lain, tetapi semua dibelanjakan untuk kepentingan diri dan keluarga. Harta haram inilah yang menodai dan merusak kehormatan seorang muslim. Hubungan kedermawanan dengan menjaga kehormatan diri seseorang sesungguhnya terletak pada sikap kasih sayang yang ditunjukkan dengan keikhlasan berbagi, berderma dengan orang lain.

Memang ada saya dengar, ada orang yang sampai berbicara: "Setelah susah payah mengumpulkan harta, aku harus membaginya dengan orang lain. Enak saja...".

Saya pun mendengar ada yang berbicara: "Haruskah aku kikir, pelit, dan memakan harta yang bukan hakku? Semoga aku termasuk golongan manusia yang senantiasa dapat menunjukkan kepedulian dan berbagi kepada sesama, terutama kepada orang-orang lemah, karena mereka adalah saudaraku."

Firman Allah SWT dan hadis Rasulullah SAW. Dalam QS. Al-Hujurat ayat 10, Allah berfirman "sesungguhnya kaum mukminin itu adalah bersaudara."

Bisikan setan

Mengapa di sekeliling kita banyak orang kikir? Tidak sedikit di antara mereka yang bahkan takut berderma karena akan menjadi miskin?

Padahal anggapan ini sebenarnya bersumber dari bisikan dan tipu daya setan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 268, yang artinya;

"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui."

Semoga, saya senantiasa dapat masuk ke dalam golongan orang-orang yang tidak kikir, tidak melalaikan kewajiban, selalu belajar untuk pandai bersyukur. Selalu sadar setiap waktu, mati saya dapat setiap saat. Saat mati hanya amal kebaikan yang dapat menyelamatkan saya dari api neraka. Dan, semasa masih di berikan kesempatan hidup di dunia, hidup dan rezeki sudah Allah atur, kita yang berupaya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun