Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Harlah Pancasila, Meneladani Jokowi dengan Tapera

31 Mei 2024   13:41 Diperbarui: 31 Mei 2024   13:57 131 1

Saya kutip dari detikProperti, Kamis (30/5/2024), pekerja dapat menolak menjadi peserta Tapera. Dijelaskan bahwa Komisioner Badan Pengelolaan Tapera (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho mengatakan, apabila ada pekerja yang tidak ingin menjadi peserta Tapera dan membayar simpanan, akan ada mekanismenya tersendiri.Seperti pegawai swasta, nantinya bisa bernegosiasi ke perusahaan tempatnya bekerja.
"Nanti kan ada mekanismenya ya. Mekanismenya itu nanti negosiasi juga nanti, pembicaraan dengan pemberi kerja. Kalau pekerja swasta ya dengan perusahaannya, dengan asosiasi pengusaha, ya nanti difasilitasi oleh Kemnaker (Kementerian Ketenagakerjaan). Kan beleidnya nanti yang mengatur, teknisnya, dengan Permenaker (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan). Kalau di luar ASN ya," ungkapnya, Senin (27/5/2024).

Dengan penjelasan tersebut, nampaknya bagi pekerja di luar ASN masih ada celah untuk tidak menjadi peserta Tapera. Namun begitu, apakah prosesnya akan semudah yang disampaikan Heru? Atau Heru hanya sekadar menghibur? Pasalnya, bila mencermati aturan Tapera sesuai pasal-pasalnya, pekerja dan perusahaan memghidar dari Tapera akan mustahil.

Tapera WAJIB 

Setelah saya cermati aturan tentang Tapera, seperti diungkap detikProperti, jangankan pekerja tidak ikut, terlambat membayar saja, sudah sangat terstruktur dan tersistem pasal-pasal hukuman dan dendanya.

Karenanya, bagi rakyat yang belum paham tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), harus segera memahami bahwa Iuran Tapera ini adalah WAJIB bagi seluruh pekerja maupun pekerja mandiri wajib. Bila peserta Tapera tidak membayar iuran, sudah disiapkan peraturan sanksinya?

Simak dengan besar hati

Sesuai PP Nomor 25 Tahun 2020, sanksi bagi peserta yang tidak membayar iuran, dalam pasal 55, bagi pekerja mandiri (freelancer atau pekerja informal) yang sudah menjadi peserta Tapera namun tidak membayar iurannya akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis.

Sanksi dikenakan oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) untuk jangka waktu paling lama 10 hari kerja. Apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu 10 hari kerja pekerja mandiri masih belum melaksanakan kewajibannya, yaitu membayar iuran, BP Tapera akan mengeluarkan sanksi peringatan tertulis kedua untuk jangka waktu 10 hari kerja.

Sementara, bagi ASN, pegawai BUMN, BUMD, Swasta, dan lainnya, iuran akan dibayarkan oleh pemberi kerja dengan memotong gaji pekerja 2,5% dan dibantu oleh pemberi pekerja 0,5%.

Sesuai pasal 56 ayat (1) PP 25 Tahun 2020, apabila pemberi kerja tidak mendaftarkan pekerja menjadi peserta Tapera seperti yang tertuang dalam pasal 8 ayat (1) dan tidak membayarkan simpanan peserta sesuai dengan ketetapan yang berlaku (pasal 20 ayat (1) dan ayat (2)), maka akan dikenakan sanksi administratif berupa:
(1) Peringatan tertulis
(2) Denda administratif
(3) Memublikasikan ketidakpatuhan pemberi kerja
(4) Pembekuan izin usaha, dan/atau
(5) Pencabutan izin usaha

Kemudian, dalam pasal 56 ayat (2) PP 25 tahun 2020, dijelaskan bahwa apabila pemberi kerja melanggar pasal 8 ayat (1), pasal 20 ayat (1), dan pasal 20 ayat (2), akan diberikan peringatan tertulis pertama untuk jangka waktu paling lama 10 hari kerja oleh BP Tapera. Apabila setelah jangka waktu tersebut masih belum melakukan kewajibannya, BP Tapera akan mengenakan sanksi peringatan tertulis kedua untuk jangka waktu 10 hari kerja.

Bila setelah jangka waktu tersebut masih belum melakukan kewajibannya, maka pemberi kerja akan diberikan denda administratif. Denda tersebut dikenakan 0,1% setiap bulan dari simpanan yang harusnya dibayarkan, dihitung sejak peringatan tertulis kedua berakhir.

Denda administratif disetorkan kepada BP Tapera bersamaan dengan pembayaran simpanan bulan berikutnya dan menjadi pendapatan lain BP Tapera.

Jika tidak membayar denda administratif, maka pemberi kerja akan diberikan sanksi memublikasikan ketidakpatuhan.

Sebagai catatan, sanksi memublikasikan ketidakpatuhan pemberi kerja akan diberikan oleh BP Tapera setelah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk lembaga keuangan dan otoritas berwenang lainnya untuk bukan lembaga jasa keuangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Adapun, sanksi pembekuan izin usaha pemberi kerja akan diberikan jika setelah sanksi memublikasikan ketidakpatuhan, pemberi kerja masih tidak melakukan kewajibannya. Sanksi tersebut akan diberikan oleh OJK untuk lembaga jasa keuangan dan otoritas berwenang lainnya untuk bukan lembaga jasa keuangan.

Terakhir, sanksi pencabutan izin usaha pemberi kerja dilakukan jika setelah dikenakan sanksi pembekuan izin usaha, pemberi kerja tidak melaksanakan kewajibannya.

Penonaktifan Peserta
Bagi peserta Tapera yang tidak membayarkan simpanan nantinya akan dinyatakan tidak aktif atau nonaktif. "Jika Peserta tidak membayar Simpanan, status kepesertaan Tapera dinyatakan nonaktif," tulis pasal 22 ayat 1 PP 25 tahun 2020.

Apabila peserta Tapera nonaktif, maka tidak bisa menggunakan manfaat pembiayaan perumahan, seperti kemudahan untuk membangun rumah pertama, kemudahan membeli rumah pertama, maupun merenovasi rumah pertama.

Apakah dengan peraturan yang sangat ketat tersebut, akan ada celah bagi pekerja nonASN menolak ikut Tapera? Sebab ASN dipastikan WAJIB IKUT.

Lebih jelasnya lagi, coba simak siapa peserta Tapera sesuai pasal 5 PP 25 tahun 2020. Dalam pasal tersebut ditulis setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera.

Kemudian, dalam pasal 7 PP Nomor 21 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat disebutkan bahwa Pekerja yang dimaksud adalah:
(1) Calon Pegawai Negeri Sipil
(2) Pegawai Aparatur Sipil Negara (termasuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K))
(3) Prajurit Tentara Nasional Indonesia
(4) Prajurit siswa Tentara Nasional Indonesia
(5) Anggota Kepolisian Negara RI
(6) Pejabat negara
(7) Pekerja/buruh badan usaha milik negara/daerah
(8) Pekerja/buruh badan usaha milik desa
(9) Pekerja/buruh badan usaha milik swasta
(10) Pekerja yang tidak termasuk Pekerja sebagaimana dimaksud huruf (1) sampai huruf (10) yang menerima gaji atau upah, seperti pegawai BP Tapera, pegawai Bank Indonesia, pegawai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan.

Luar biasa. Ternyata pemerintah (baca: Jokowi) sangat cermat dalam merumuskan rencana membantu rakyat menuju adil dan sejahtera, yaitu dengan memikirkan rumah, melalui Tapera. Tentu ini sangat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Bila viralnya kasus Tapera di negeri ini, berdekatan dengan Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni, mungkin Jokowi memang ingin membuktikan kepada rakyat Indonesia, sebagai pemimpin yang amanah, sesuai Pancasila.

Melalui Tapera, ada dana segar yang dihimpun pemerintah tanpa utang, lalu dananya dapat "dimanfaatkan", meski dengan cara memeras rakyat. Tapi tujuan Tapera sesuai amanah Pancasila.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun