Usai Senin malam (15/4/2024) ikut menjadi bagian dari publik nasional yang prihatin atas laga Timnas Indonesia U-23 vs Qatar U-23, karena "drama" yang dipertontonkan semua aktor dalam laga tersebut, Selasa pagi hingga sore (16/4/2024) saya luangkan waktu khusus, menonton siaran langsung tentang penyerahan dokumen kesimpulan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Secara berurutan, tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden melalui tim hukum masing-masing, menyerahkan dokumen kesimpulan sidang PHPU Presiden dan Wakil Presiden ke MK. Pada hari yang sama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menyerahkan dokumen kesimpulan sidang.
Percaya diri
Saya menonton, melihat, menyimak, memperhatikan, memimbang, lalu memutuskan kesimpulan bahwa, dari empat pihak yang menyerahkan dokumen kesimpulan sidang, ada satu kesamaan, yaitu percaya diri. Percaya diri adalah kemampuan dalam menyakinkan diri, atas kemampuan yang dimiliki atau kemampuan untuk mengembangkan penilaian positif, baik untuk diri sendiri ataupun lingkungan sekitar.
Dan, yakin benar atau memastikan akan kemampuan dan kelebihan dirinya sendiri dalam memenuhi semua harapannya.
Saya pikir, sikap percaya diri empat pihak dalam menyampaikan isi dokumen kesimpulan sidang, secara positif patut diteladani oleh semua pihak dan masyarakat di NKRI.
Mustahil mereka akan memiliki kepercayaan diri yang kuat, hebat, bila mereka tidak memiliki dasar dan latar belakang pendidikan, pengalaman, kualitas, dan kompetensi pada bidangnya masing-masing.
Setelah menonton, Selasa malam (16/4/2024), saya coba telusuri apa yang disimpulkan oleh Humas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI). Ternyata, secara garis besar, apa yang disimpulkan Humas MKRI, yang ditayangkan dalam mkri.id adalah:
(1) Dokumen kesimpulan sidang dari pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Anies-Muhaimin) diserahkan oleh Ari Yusuf Amir, intinya yakin bahwa MK akan mengabulkan permohonan.
(2) Dokumen kesimpulan sidang Tim Hukum Ganjar-Mahfud diserahkan secara resmi oleh Todung Mulya Lubis. Intinya, dalam Pilpres terbukti terjadi pelanggaran etika dan nepotisme.
(3) Tim Pembela Hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam kesimpulan yang disampaikan oleh Ketua Tim Pembela Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, meyakini MK akan menolak permohonan Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud.
(4) Komisioner KPU RI Mochamad Afifuddin Afif dalam dokumen kesimpulan sidang yang diserahkan ke MK, menegaskan penyelenggaraan Pilpres 2024 telah sesuai dengan UU Pemilu. Seluruh dalil pemohon dan fakta-fakta yang ada dalam persidangan tidak terbukti.
Dari dokumen kesimpulan empat pihak tersebut, jelas bahwa, semuanya sangat percaya diri dengan kesimpulan mereka masing-masing sesuai hasil sidang.
Pertanyaan saya, kira-kira, empat pihak yang sama-sama sangat percaya diri dengan kesimpulan mereka, manakah yang percaya dirinya sesuai dengan hati nurani? Bukan sekadar asal percaya diri yang membabi buta? Bahkan membuat kesimpulan dengan pikiran dan hati yang buta dan tuli?
Pertanyaan berikutnya, di luar kesimpulan sidang yang disampaikan oleh empat pihak tersebut, ditambah dengan beberapa dokumen amicus curiae yang disampaikan beberapa pihak ke MK, akan membuat MK percaya diri juga membuat kesimpulan sidang yang adil, sesuai hati nurani, tidak buta dan tuli?
Sebab ada amicus curiae dari pihak yang merasa berkepentingan terhadap sebuah proses perkara sehingga memberikan pendapat hukumnya pada pengadilan, karena berpendapat Pilpres 2024 dipenuhi pelanggaran dan kecurangan etika dan moral.
Apakah dengan semua kesimpulan, adanya amicus curae, dan nantinya MK akan menjaga demokrasi yang bermartabat dengan keputusan MK yang juga bermartabat, sesuai hati nurani?
Belajar dari Qatar
Selain, berdasarkan dokumen kesimpulan sidang empat pihak plus amicus curae dari beberapa pihak dan nantinya akan ada kesimpulan dari MK secara final, tidak ada salahnya, kita semua melihat peristiwa betapa Qatar mencoba menghalalkan segala cara demi Timnas Sepak Bolanya meraih prestasi.
Apakah saat Qatar berhasil menjadi juara atau pemenang Piala Asia 2023 dengan mereka berlaku sebagai tuan rumah, Qatar tidak melakukan kecurangan secara TSM?
Keputusan wasit yang memberikan keuntungan dan memihak ke Timnas Qatar, ibarat MK, akhirnya tidak dapat digugat karena ada regulasi yang seolah melindungi Qatar. Qatar akhirnya dapat menjadi pemenang Piala Asia 2023, meski publik sepak bola dunia tahu, ada kecurangan yang dilakukan oleh Qatar bukan hanya dalam etika dan moral, tetapi kecurangan-kecurangan secara teknis.
Terbaru, Qatar pun melakukan tindakan secara TSM lagi. Kali ini korbannya Timnas Indonesia U-23.
Meski saya mencatat bahwa kekalahan Garuda Muda penyebabnya bukan mutlak oleh kecurangan TSM (panitia dan wasit), tetapi juga kesalahan Shin Tae-yong yang dalam laga tersebut saya sebut salah dalam strategi dan taktik serta komposisi pemain. Saya juga mencatat, betapa banyaknya pelanggaran para pemain Garuda yang memang rendah intelegensi dan personality.
Pertanyaannya, apakah sampai detik ini, STy mengakui dirinya ada andil membuat kesalahan? Apakah STy juga mengakui para pemainnya "bodoh?".
Netizen pun seperti terbuai oleh euforia keberhasilan STy mengangkat performa Indonesia, sehingga kekalahan Garuda Muda, seolah hanya karena faktor wasit yang memihak tuan rumah.
Mengapa sampai detik ini, publik dan pecinta sepak bola Indonesia tetap kompak dan sangat percaya diri, satu suara, wasit Nasrullo curang? Jawabnya karena semua rakyat Indonesia jelas mendukung Timnas.
Sementara dalam Pilpres Indonesia 2024, pertandingannya adalah ibarat Qatar melawan Indonesia. Siapa yang akhirnya dimenangkan wasit? Qatar atau Indonesia?
Yah, semoga saya, kita, selalu menjadi golongan manusia yang istiqomah, teguh pendirian dan selalu konsisten dalam upaya memenangi semua kontestasi dengan percaya diri karena benar, tidak curang atau melanggar norma dan regulasi, sesuai hati nurani. Aamiin.