Di sela-sela saya mendampingi Tim SSB Sukmajaya U-12 berlaga dalam lanjutan Kompetisi Liga TopSkor (LTS) 2024 di Lapangan Jagorawi Golf & Country Club, pukul 11.08, Direktur Teknik (Dirtek) PSSI sekaligus Pelatih Timnas Indonesia U-20, membagikan foto kunjungan Bora Milutinovic ke TC Timnas U-20 di Aspire Academy, menyaksikan internal game melalui pesan WhatsApp (wa).
Melihat foto yang dibagikan Indra, seperkian detik, saya langsung teringat, siapa Bora itu. Ya, Bora yang punya catatan luar biasa sebagai pelatih sepak bola kelas dunia.
Saya pun langsung meminta kisah dari Indra tentang kunjungan Bora. Apa pendapat Bora tentang timnas U-20 dan tentang sepak bola Indonesia.
"Bora tidak hanya berbicara tentang bagaimana sepak bola usia muda." Jelas Indra.
"Coach Bora menyampaikan bahwa sepakbola suatu negara, harus dikembangkan sesuai kultur (kebudayaan) sepakbola negara bersangkutan."
"Sebagai contoh, sepak bola di Brasil. Sepak bola di Brasil, berkembang pesat, pengaruh atau andil utamanya, di antaranya karena ada budaya sepakbola jalanannya."
"Dari sepak bola jalanan itu, lahirlah pemain-pemain kelas dunia."
"Coach Bora juga banyak membicarakan tentang pengalamannya dalam mengampu, menjadi pelatih timnas 5 negara. Dan, 5 negara itu, memiliki kultur berbeda." Tutup Indra.
Sepak bola akar rumput
Dari penjelasan Indra Sjafri tentang pengalaman yang dibagikan oleh Bora, kata kunci kesuksesan timnas yang ditanganinya, sepak bola di suatu negara, sesuai kultur/kebudayaan suatu negara.
Di Indonesia, selama ini tidak ada kultur sepak bola jalanan. Yang sangat berkembang dan menjamur adalah kultur sepak bola akar rumput. Sayang, sepak bola akar rumput yang wadah dan event-nya menjamur, Â belum pernah ditangani serius oleh PSSI.
Bila Bora tahu, wadah SSB di Indonesia yang menjamur, tetapi PSSI belum pernah membuat Regulasi, Standarisasi, dan Akreditasinya, Â saya yakin, Bora pun akan tetap menyebut bahwa kultur sepak bola Indonesia yang kental dengan sepak bola akar rumput dengan SSB-nya, adalah modal utama bagi Indonesia dapat melahirkan pemain sepak bola kelas dunia.
Jadi, bila kultur sepak bola di Brasil, terkenal dengan sepak bola jalanan, tetapi mampu membuat pemain Brasil menjadi pesepak bola kelas dunia. Di Indonesia pun, dengan sepak bola akar rumput (SSB) yang wadah dan eventnya menjamur, seharusnya dapat melahirkan pesepak bola kelas dunia.
Sesuai catatan dalam artikel saya (sejak Juli 1999), di berbagai media, sejak nama SSB digaungkan tahun 1999 oleh PSSI di bawah Ketua Umum Agum Gumelar, dengan Direktur Usia Muda, Ronny Pattinasarany, sepak bola akar rumput dengan SSB sebagai wadahnya adalah sebuah kultur.
Dengan kultur SSB ini, tidak dapat dipungkiri, meski belum melahirkan pemain kelas dunia, namun, SSB telah melahirkan pemain-pemain timnas di berbagai kelompok umur.
Andai saja, SSB yang=kultur sepak bola Indonesia, lalu digarap dengan serius oleh PSSI, wadahnya diberikan arah yang jelas dengan adanya Regulasi, Standarisasi, dan Akreditasi, mungkin, SSB akan melahirkan pesepak bola Indonesia menjadi berkelas dunia. Ada penanganan yang komprehensif, bukan parsial, apalagi instan.
Terima kasih Bora, melalui Indra Sjafri, telah menyadarkan kita bahwa, kultur sepak bola suatu negara, adalah bagian sejarah dari lahirnya pemain sepak bola kelas dunia. Pun, menjadikan timnas sebuah negara mampu berbicara dan berprestasi secara konsisten di tingkat dunia.
Semoga, kehadiran ke TC Timnas U-20, memberikan suntikan semangat bagi penggawa Garuda muda dapat berprestasi, sesuai harapan publik sepak bola nasional.
Terima kasih, Indra Sjafri, atas informasi penting ini, yang dapat dijadikan pengetahuan bagi khususnya bagi PSSI dan publik pegiat serta praktisi sepak bola nasional. Apalagi bagi para orang tua di wadah SSB, yang sampai saat ini, masih kurang mendapatkan asupan edukasi tentang sepak bola akar rumput di stakeholder terkait.