Kontestasi politik 2024 tinggal menghitung hari. Sebelum pihak yang diberikan amanah menjalankan Pemilu, melaksanakan debat Pilpres terakhir sesuai agenda, di Republik ini, para akademisi sudah turun gunung, karena menggunakan akal sehat.
Akal sehat=akal budi=nalar wajar atau nalar umum adalah penilaian yang masuk akal dan praktis mengenai masalah sehari-hari atau kemampuan dasar untuk melihat, memahami, dan menilai dengan cara yang umumnya dimiliki oleh hampir semua orang.
Sesuai KBBI, akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu dsb), pikiran, ingatan, jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, ikhtiar, tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan, kemampuan melihat cara memahami lingkungan.
Sementara sehat adalah baik seluruh badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit), waras, mendatangkan kebaikan pada badan, sembuh dari sakit, baik dan normal, boleh dipercaya atau masuk akal, berjalan dengan baik atau sebagaimana mestinya (tentang keadaan keuangan, ekonomi, dan sebagainya), dijalankan dengan hati-hati dan baik-baik (tentang politik dan sebagainya).
Sesuai akal sehat
Sesuai akal dan sehat itu, para akademisi, kali ini sudah menggunakannya dengan benar.
Sikap akademisi dari berbagai kampus di Tanah Air yang menyuarakan kritik untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui mimbar akademik, diawali oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), yaitu menyampaikan petisi sebagai kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap telah melakukan tindakan menyimpang di tengah proses demokrasi, memberikan justifikasi bahwa akal sehat, tidak bisa dibohongi. Akal sehat tentu akan bergerak sesuai hati nurani, karena ada perbuatan menyimpang.
Mirisnya, perbuatan menyimpang ini justru dilakukan oleh orang yang seharusnya menjadi teladan untuk seluruh rakyat Indonesia, karena posisinya sebagai Presiden yang dalam dua periode dipilih oleh rakyat melalui drama politik. Sebab, rakyat jelata tidak tahu apa yang terjadi di balik drama itu.
Tetapi kini, rakyat jelata menjadi tahu, ternyata Presiden akhirnya sampai diberikan petisi oleh berbagai kampus, oleh para akademisi, karena telah berbuat dan bersikap menyimpang. Persoalan mengapa para akademisi baru sekarang bersikap, ini menjadi pertanyaan. Tapi biarlah, rakyat yang cerdas otak dan hati dari hasil telah terdidik dengan benar dan baik, tentu sudah tahu kisahnya.
Yang pasti, diawali oleh petisi 'Bulaksumur' yang dibacakan pada Rabu (31/01/2024), akademisi UGM menyampaikan berdasarkan hasil pencermatan dinamika perpolitikan Tanah Air yang terjadi beberapa bulan terakhir. Melalui petisi itu, mereka menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial oleh Presiden Jokowi yang juga sebagai alumnus UGM. Kemudian, petisi ini diikuti oleh gerakan yang sama dari berbagai kampus lain.
Ironisnya, tetap ada kampus yang justru bersikap lain. Kampus dan akademisi yang bersikap lain ini, tentu di dalamnya sudah tertanam skenario dan drama, yang rakyat jelata pun tahu kisahnya.
Terdidik dengan benar dan baik
Fenomena akademisi turun gunung menjelang kick off Pilpres akibat perbuatan dan sikap menyimpang Presiden, ini mencerminkan bahwa manusia-manusia yang sudah terdidik dengan benar dan baik, cerdas otak dan hati, dapat berpikir dengan akal sehat karena hasil didikan dan pondasi religiusnya, maka membuat petisi itu.
Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah. Jadi, fenomena para akademisi turun gunung ini, sewajibnya diikuti oleh seluruh rakyat jelata seluruh Indonesia.
Bila sudah terdidik dengan benar dan baik, kuat dalam iman (agama), maka akan menggunakan akal sehatnya, kecerdasan otak dan hatinya, ikut menyelamatkan bangsa dan negara ini, caranya dengan memilih Capres-Cawapres yang tidak akan membahayakan bangsa dan negara. Tidak menambah penderitaan dan kemiskinan rakyat
Fakta-fakta melalui perbuatan dan sikap yang sudah sama-sama kita lihat dan rasakan dari semua calon Capres-Cawapres dan siapa barisan pendukung dan cukongnya, sesuai proses demokrasi yang skenarionya dibuat KPU, tentu hati nurani kita, seharusnya tidak digadaikan oleh perbuatan yang menghibur penderitaan dan kemiskinan yang semu.
Semu, karena hanya dilakukan saat mereka membutuhkan suara Anda-Anda, seluruh rakyat jelata, yaitu saat ini. Saat menjelang pencoblosan 14 Februari 2024. Bahkan sangat semu, karena perbuatan yang saya sebut sekadar menghibur itu, justru menggunakan apa yang sudah diberikan oleh rakyat. Seolah "mereka" berbagi  dan membantu rakyat. Padahal rakyat menerima sesuatu dari uang rakyat juga.
Semoga, saya dan kita semua, senantiasa menjadi orang yang terdidik, dilandasi iman yang kuat, maka akan selalu dapat mengendalikan dan sadar diri dengan kecerdasan otak dan hati. Sehingga dapat berbuat dan bersikap dengan akal sehat. Â
Dapat memilih Capres-Cawapres sampai wakil rakyat yang benar-benar sesuai kriteria, dapat amanah, serta benar dibutuhkan oleh rakyat, bangsa, dan negara ini, hingga mengentaskan pendidikan yang terus tercecer, mengentaskan penderitaan dan kemiskinan rakyat Indonesia yang berkepanjangan.
Mari gunakan waktu yang sedikit lagi tersisa, untuk membuat diri kita semua, khususnya rakyat Indonesia yang sudah memiliki hak memilih, untuk benar-benar dalam posisi jiwa dan raganya benar-benar dalam akal sehat saat mencoblos pilihan.
Lupakan dulu, persoalan skenario dan sandiwara Pilpres yang sejatinya sudah TERBACA.