Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Agar Tulisan Berharga dan Dihargai

2 Januari 2024   21:28 Diperbarui: 2 Januari 2024   22:18 389 5
Menulis untuk berbagi di media, cetak atau online, maka lebih afdol, setiap penulis hendaknya pernah memiliki pengalaman, tulisannya sudah pernah ditayangkan di media cetak atau online yang pakai sistem seleksi, kurasi, moderasi, dan berbayar.(Supartono JW.02012024)

Bagi yang baru belajar menulis, upayakan, tulisannya (opini, artikel, puisi, dll) di kirim ke media cetak yang masih menyediakan ruang atau kolom bagi penulis lepas. Atau upayakan, kirim ke media online yang aturan penayangannya sama dengan media cetak. Melalui proses kurasi dan moderasi.

Bila sampai tulisan berhasil ditayangkan, artinya tulisan "berharga" dan "dihargai".

Berharga? Dihargai?

Siapa pun yang pernah "menulis" lepas, dan ditayangkan di media cetak, artinya tulisannnya sudah "berharga" dan "dihargai". Berharga, karena sebelum laik tayang, tulisan sudah melalui proses seleksi, kurasi, dan moderasi oleh redaktur, sesuai kondisi dan aktualisasi, sesuai kebutuhan, menjadi prioritas, dan sesuai dengan visi, misi, tujuan serta karakter media cetak bersangkutan.

Pada akhirnya, masyarakat pun mengenal istilah kolumnis, praktisi, pengamat, dll, yang disematkan oleh redaktur sebuah media, karena penulis bersangkutan, pada akhirnya menjadi pengisi kolom tetap di salah satu ruang/rubrik, sesuai kompetensinya.

Sebutan praktisi, kolumnis, atau pengamat, bukan gaya-gaya-annya si penulis. Tetapi layaknya siswa/mahasiswa mendapat ijazah karena sudah melalui proses pendidikan sekolah/kuliah.

Sebutan praktisi, kolumnis, atau pengamat, adalah penghargaan/ijazah dari redaksi media, karena kualitas, kompetensi, konsistensi penulis, menulis di ruang yang sama.

Sementara maksud dihargai adalah penulis mendapat ongkos/honor dari tulisannya. Tetapi penghargaan dengan sematan, sebutan sebagai praktisi, kolumnis, atau pengamat, adalah hal yang tidak dapat dibeli.

Seleksi dan tanpa seleksi

Sejak hadirnya media online, perlahan dan pasti, model penayangan sebuah tulisan terbagi dua.

Pertama, tidak ada seleksi terhadap setiap tulisan yang masuk baik melalui seleksi, kurasi atau moderasi. Tulisan langsung tayang asal tidak melanggar aturan.

Kurasi diartikan sebagai tindakan pihak redaksi untuk menilai tulisan yang masuk. Sejatinya, kurasi sendiri menurut KBBI artinya kegiatan mengelola benda-benda dalam ekshibisi. Namun istilah kurasi juga lazim dalam dunia tulis-menulis.

Kedua, tulisan melalui seleksi atau kurasi. Tulisan masuk, harus melalui meja redaksi. Tulisan tersebut akan tayang di media tersebut setelah dinyatakan lolos seleksi. Tetapi di zaman media online sekarang, tulisan yang berhasil tayang melalui tahap seleksi, banyak yang berhenti pada kategori tulisan berharga saja. Sebab, media bersangkutan tidak menghargai tulisan yang mereka pilih dan tayangkan dengan imbalan honor untuk penulisnya.

Tulisan menjamur, kacang goreng, tenggelam

Akibat dari menjamurnya media online yang mengakomodir tulisan tanpa seleksi, tulisan di media online menjadi kurang pamor dan kurang berharga. Sudah menulis gratisan, publik pun merasakan nilai rasa yang berbeda. Menganggap rendah mutu tulisan. Apalagi bila melihat latar belakang penulisnya.

Di sisi lain,  penulis pun tidak memiliki tantangan dan tidak perlu berdebar-debar menunggu tulisannya tayang atau tidak. Karena tulisan pasti ditayangkan. Penulis tidak dituntut macam-macam akan tulisan yang dikirim. Seperti tata tulis, typo, penggunaan gambar, validitas sumber, dan lain-lain. Asal tidak melanggar ketentuan dan aturan.

Bebas dan longgarnya aturan yang diberlakukan membuat siapa pun bisa menulis. Maka tidak heran jika begitu banyak penulis yang turun memanfaatkan media ini. Karena lewat media online seperti ini seseorang bisa belajar menulis tanpa harus takut dengan berbagai aturan.

Sayangnya, begitu mudahnya seseorang menembus media ini, akibatnya tulisan yang tayang seperti jamur. Seperti kacang goreng. Bila tulisan tidak berkualitas, siapa pun penulisnya, maka pasti tulisan akan tenggelam, dan lewat begitu saja.

Terlebih ada media online yang menayangkan tulisan tanpa seleksi, terpenting tidak melanggar ketentuan dan aturan, biasanya bila si penulis tidak berkawan, tidak bersahabat dengan penulis lain, maka tulisannya dipastikan akan minim viewer (pemirsa/pembaca), minim penilaian, dan minim komentar.

Sudah begitu, bila tulisannya dianggap tidak sejalan dengan media bersangkutan atau akan mengganggu komunitas penulis di media tersebut, maka tulisan bisa tidak ditayangkan. Atau ditayangkan, tetapi tidak akan mendapat rating, penghargaan semisal sebagai tulisan " keren".

Menulis berteman?

Sudah tulisan ditayangkan tanpa seleksi, penulis juga harus punya akun. Parahnya lagi, bagaimana mungkin niat menulis sesuatu untuk kemaslahatan, tetapi karena sistem yang diberlakukan menjadi ada komunitas terselubung yang saling mendukung.

Bila memberi nilai atau komentar kepada penulis lain, maka akan ada balasan saling menilai dan mengomentari.

Bagi saya lucu, niat menulisnya jadi untuk apa? Untuk mendapat rating? Mendapat nilai? Mendapat komentar? Supaya mudah ditemukan pembaca umum? Karena harus berteman?

Padahal dari sisi kualitas juga tidak teruji karena tidak melalui proses seleksi. Lebih dari itu, kolom komentar yang disediakan oleh pihak media biasanya hanya berisi saling support. Sangat jarang ditemukan ruang diskusi, baik mengenai materi tulisan atau tata tulis. Maka tidak heran jika tulisan di media terkait secara kualitas dipertanyakan.

Menulis bagian literasi, lho?

Pada akhirnya, menulis adalah bagian dari literasi. Saat literasi rakyat Indonesia rendah, tetapi minat menulis pun kemudian lebih mengejar pada kuantitas dan asal tayang dan lainnya. Bukan harga dan penghargaan, maka ini signifikan dengan mengapa literasi di Indonesia masih rendah.

Budaya hanya membaca judul pun akhirnya semakin tumbuh subur, sebab, ada sebagian masyarakat yang menilai, tulisan di media online, bobotnya lebih rendah dari media cetak. Sekali pun ada media online yang menerapkan sistem seleksi untuk menayangkan tulisan dari penulis lepas.

Pada akhirnya, menulis untuk berbagi di media, cetak atau online, maka lebih afdol setiap penulis hendaknya pernah memiliki pengalaman, tulisannya sudah pernah ditayangkan di media cetak atau online yang pakai sistem seleksi, kurasi, moderasi, dan berbayar.

Sehingga dapat dipastikan, tulisan berkualitas, kaya literasi, berharga, dan dihargai.



KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun