Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary

Maafkan Aku, Mbah, Tak Berani Sentuh

17 Juli 2021   08:09 Diperbarui: 17 Juli 2021   09:52 453 4
Braaak...! Simbah terjatuh. Tiba-tiba begitu saja. Di teras rumah. Sehabis menjilat matahari pagi. Kepalanya membentur ubin. Berdarah.

Mbah berusia 87 tahun. Fisiknya masih sehat. Masih bisa berjalan. Meski melangkah pelan. Keliling komplek. Tanpa alat bantu. Penglihatannya masih bagus. Pendengarannya juga lumayan oke.

Simbah sangat ramah. Murah senyum. Tak segan menyapa orang yang lebih muda. Semua orang di komplek kenal Mbah. Mereka boleh jadi 'iri'. Dalam arti positif. Belum tentu mereka bisa bertahan sehat seusia Simbah.

Saya sering bertemu Simbah jalan pagi. Seorang diri. Di lingkungan komplek. Jauh sebelum pandemi menggila. Dia tersenyum dan merundukan kepala.

"Sehat Mbah, alon-alon yo..," sapa saya.

Mbah tinggal dengan menantu dan dua cucunya. Setiap pagi, dia berjemur atau berjalan kaki. Rutin. Semata untuk menjaga kesehatan. Apalagi di tengah pandemi virus corona.

Tapi, kali ini Mbah tak berdaya. Dia beranjak usai berjemur. Namun baru setapak kaki melangkah, dia terjatuh. Entah apa penyebabnya. Semua terjadi begitu saja.

Saya tak berani berasumsi. Apalagi meraba-raba mencari tahu penyebabnya. Takut salah. Saya tak melihat kejadiannya.

"Bang tolong bantu Simbah jatuh," pintah Jemmy yang datang ke rumah saya.

Mbah mengerang sakit. Menantu dan cucunya tersentak. Kaget. Tampak darah membasahi ubin teras putih. Wanita lansia itu dibopong ke ruang tengah. Lonjoran di kursi.

Cucunya mencoba menutup luka Mbah. Supaya darah berhenti mengalir. Menantunya membersihkan darah yang tercecer di lantai. Si bungsu terus menangis sambil mengelus Mbah.

Sekeluarga memang tengah isolasi mandiri. Mereka dinyatakan positif hasil tes swab antigen mandiri.

Pak RT diskusi dengan saya. Biasanya langsung diumumkan di grup warga. Tapi kali ini tidak dulu. Saya minta saran dokter Imron kepala Puskesmas di lingkungan kami tinggal.

"Saya jadwalkan untuk swab antigen Mbah sekeluarga ya," kata dokter Imron.

Sehari sebelum Simbah jatuh, sekeluarga kembali menjalani tes swab antigen secara resmi. Di puskesmas. Hasilnya tetap positif. Simbah dan cucu bungsunya.

Sementara menantu dan cucu yang dewasa dinyatakan negatif. Kemudian dilanjutkan dengan PCR. Masih menunggu hasil.

"Menurut dokter puskesmas hasilnya sekitar satu minggu. Sementara harus isoman," ujar cucunya yang dewasa.

Covid19 di lingkungan kami dalam sebulan ini lagi tinggi. Hampir tiap hari ada info RT di grup RT. Suka atau tidak, kita patut tahu keadaan lingkungan. Kita harus peduli sesama warga. Minimal berempati terhadap keluarga yang terpapar.

Covid19 bukan masalah RT. Tapi kita semua harus bahu membahu. Sebisa mungkin. Setidaknya untuk saling mengingatkan. Patuhi protokol kesehatan.

Tetangganya, Pak Dar tahu, Simbah jatuh. Pria paruh baya itu mencoba membantu. Sebisa mungkin. Setidaknya memberikan motivasi. Dia juga sudah berumur. Lebih dari separuh abad.

Hati saya teriris. Merasa bersalah. Cucu dan anaknya berteriak minta tolong. Saya ada di situ. Tapi seperti Pak Dar, juga tak berdaya memapah Simbah.

"Kok lama dokternya datang," lirih Simbah yang mulai melemah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun