Astrea 800-ku tiba-tiba tak bisa kupacu
baru saja kuberbelok ke kiri dari Carel Sasuit Tubun No. 1
tugu Kartini masih tampak di cermin cembung kaca spionku
dr Wahidin, tujuan akhirku,
masih berkilometer lagi
Oh tidak! Apa yang terjadi padamu, Astrea Sayang?
jalanan lengang, tak banyak yang lalu lalang
menepi, ku menepi,
Astrea berdiri miring di standar samping
: tak ada bunyi mesin
: tak ada masalah dengan bensin
kuperiksa sana sini dengan bekal ilmu otomotif minimalis
seragamku putih abu-abu, kelas satu
kemeja putih badge coklat OSIS di kiri
sulaman nama di dada kanan
rok selutut abu-abu sepatu kets hitam bertali
kaos kaki putih panjang menuju lutut menutup betis
keringat dingin mulai membanjir
terbayang banyaknya tumpukan hutang tugas sekolah madrasah
hafalan, nahwu, shorof, kitab kuning, dan usul fiqih dari ustadz dan ustadzah
belum lagi wajah ayah, ibu dan adik-adik yang menunggu di rumah
lalu datang pemuda itu
bagai Pangeran Kahyangan menepikan sepeda motornya tepat di depanku
: kulitnya putih
: wajahnya indah
: senyumnya ramah
cekatan ia memeriksa Astrea Sayang
tak berapa lama, Astreaku menyalak girang, siap kupacu kembali ke rumah
Pangeran Kahyangan memamerkan sederetan gigi rapi yang menawan
ucapan terima kasihku malu-malu lirih tersampaikan
sayangnya kami tak sempat kenalan
bahkan tak kudengar sepotong kata pun dari bibir Sang Pemuda Rupawan
jalan HOS Cokroaminoto jadi saksi
: seseorang berhati malaikat membantuku membujuk Astrea Sayang melaju kembali
kucari-cari sosoknya seantero SMA, hasilnya tiada
barangkali ia memang Seorang Pangeran yang diturunkan Tuhan dari Kahyangan