Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Terapi Realitas

23 September 2014   04:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:53 14 0
Suatu hari ada seorang mahasiswa datang pada seorang dosen seraya menangis sesenggukan. Ia baru saja menyelesaikan sidang proposal skripsinya. Ia bercerita bahwa dosen pengujinya tidak menghargai segala usahanya, ya,, mahasiswa itu tidak terima dengan nilai yang didapatkannya. Ia mengumpat, sedih, kesal, marah, berkecamuk dalam kepalanya. Ya,, dia memang tidak lulus ujian. Dia tidak menerima realita itu. Sang dosen bertanya tentang apa kemauannya. Dia menjawab kepada dosen itu, bahwa ia ingin wisuda bulan oktober nanti. Suatu saat, sang dosen mencari data penilaian ujian mahasiswa tersebut, dan memang kesalahannya sangat fatal. Bahkan bila dosen itu menjadi pengujinya juga, sudah barang tentu sama dengan dosen yang diumpat mahasiswa itu, sama-sama tidak meluluskannya.

Kembali lagi mahasiswa itu mengeluh dengan hasil yang didapatkannya. Dosen itu bertanya kedua kalinya, ingin lulus, ataukah wisuda. Mahasiswa itu menjawab lagi, bahwa ia ingin wisuda pada bulan oktober. Bukan sembarang ajuan pertanyaan dosen tadi. Sebuah pertanyaan sensivitas untuk menguak apa yang sebenarnya ada di kepala mahasiswa tersebut. Sang dosen kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama dan mendapatkan jawaban yang sama. Dosen tersebut mengatakan, jika ia tetap ingin wisuda pada bulan oktober, maka berkas laporan skripsi itu harus selesai dalam kurun waktu seminggu. Bayangkan saja, ia harus merombak dari bab 1 sampai bab terakhir. Mengkaji teori kembali, mengambil, mengolah data, bahkan menyususn laporan hasil penelitiannya. Kendati demikian, mahasiswa itu tetap ngotot ingin segera wisuda pada oktober nanti. Bahkan meyakinkan dirinya, bahwa waktu seminggu untuk merevisi laporannya dapat ditaklukkannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun