Anak-anak fitrahnya suci. Mereka ibarat kertas kosong yang belum diberi goresan. Didikan dari keluarga, lingkungan, dan sekolah-lah yang membuatnya jadi berwarna. Karena itu mendidik anak-anak bukanlah tugas yang remeh, tapi tugas mulia yang seharusnya jadi kebanggaan tiap orangtua dan pendidik.
Anak-anak suka sekali meniru apa yang mereka lihat dan dengar, terlebih pada siaran televisi yang mereka tonton. Siaran yang terus menerus mereka tonton secara kontinu, lambat laun turut mempengaruhi krakter mereka. Karena itu, secara pribadi saya tak pernah mengizinkan anak-anak saya menonton televisi sendiri, tanpa didampingi orangtua. Saya pun selalu memilihkan program acara yang menurut saya aman untuk mereka tonton, karena saya terlalu khawatir anak-anak saya meniru aksi ciat-ciat yang tidak pada tempatnya, atau justru tayangan yang membuat anak menjadi dewasa sebelum waktunya.
Beberapa keluhan juga pernah saya dengar dari guru-guru lain yang lebih senior, tentang bagaimana murid-murid yang masih dalam usia emas itu senang sekali bermain cakar-cakaran seperti dalam sinetron MH, yang ujung-ujungnya jadi saling cakar betulan karena lama-lama tak ada yang mau kalah. Atau juga anak yang terpengaruh video game, dalam beberapa kejadian mereka suka langsung main pukul ketika temannya dianggap berseberangan dengan keinginannya.
Munculnya video kekerasan anak SD di Sumatera Barat ini semoga membuat kita para orangtua sadar, bahwa kita harus menanamkan nilai-nilai budi pekerti pada anak sejak dini. Kita pun harus tahu perilaku anak ketika di sekolah, dengan berkomunikasi aktif dengan guru kelasnya. Dan sebagai pendidik, kita pun harus tetap berkonsentrasi pada anak-anak didik, walaupun di waktu yang sama harus mengurus sertifikasi.