Jam dinding yang berdetak mengisi keheningan antara aku dan anak perempuanku yang sedang saling membisu setelah beberapa saat yang lalu melewati situasi yang cukup panas. Tak lama dari itu, isak tangis menyahuti suara jam dinding. Pertahanan anak perempuanku sudah roboh. Aku paham bahwa sedari tadi ia menahan mati-matian agar tangisnya tidak meledak. Namun, rasa sakit yang ia rasakan jauh lebih besar dari pertahanannya itu. Perlahan aku melangkahkan kaki untuk mendekatinya, kuusap punggungnya dengan lembut. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Ia langsung bangkit dan menatapku dengan nyalang.
KEMBALI KE ARTIKEL