Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Anak Otoriter, Salah Siapa?

2 November 2023   07:33 Diperbarui: 2 November 2023   07:38 152 2
Pernahkah Anda bertanya-tanya, bagaimana seorang anak yang awalnya lemah, lembut, dan ramah ketika bertambah usia malah menjadi anak yang otoriter? Sebenarnya apa fenomena "Anak Otoriter" ini dan apa faktor penyebabnya?

Orang tua adalah figur yang bertanggung jawab dalam mendidik dan mengasuh anak. Orang tua merupakan madrasah pertama yang membentuk perilaku anak. Anak belajar dengan mengamati, meniru, dan bereksperimen dari lingkungan terdekat mereka (Siahaan, 2020). Salah satu lingkungan terdekat bagi anak adalah orang tua. 

Anak adalah pengamat dan pembelajar yang handal. Mereka merupakan cerminan dari orang tuanya. Mereka menirukan perilaku orang tua melalui pengamatan setiap gerak-geriknya. Kemudian peniruan perilaku orang tua yang berulang-ulang pada anak, perlahan dapat membentuk watak dasar anak. Hal ini dipertegas oleh Morris et al. (2017), bahwa anak-anak menjadikan orang tua sebagai role model dan segala sesuatu yang didapatkan anak adalah hasil dari pengamatannya dari orang tua. Selanjutnya menurut Sujiono (2019), anak-anak menirukan kegiatan yang dilakukan orang yang dijumpainya sehari-hari atau berperan sebagai orang dewasa yang biasa dijumpainya atau tokoh-tokoh film atau dongeng. Berdasarkan narasi di atas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat anak berinteraksi memiliki pengaruh dalam proses pembentukan karakter anak disepanjang hayatnya.

Selain faktor interaksi dengan lingkungan, anak juga mendapatkan pola asuh dari orang tuanya. Menurut Sari (2020), pola asuh adalah segala sesuatu yang dilakukan orang tua untuk membentuk perilaku anak yang meliputi kasih sayang, hukuman, peringatan, aturan, pengajaran, serta perencanaan. Gaya pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan anak ketika dewasa. Ironisnya di Indonesia, banyak orang tua yang tidak menyadari tindakan yang dilakukan terhadap anak dapat menyebabkan efek samping jangka panjang terhadap pembentukan watak anak. Masih banyak orang tua yang menerapkan kembali pola asuh yang didapatnya dari orang tuanya, walaupun mereka mengetahui pola asuh tersebut kurang memanusiakan buah hatinya. Gaya pola asuh yang dimaksud adalah "Pola Asuh Otoriter". 

Pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang menekankan batasan dan larangan mutlak pada anak tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak. Orang tua akan menghargai anak jika mereka patuh terhadap perintah dan tidak melawan orang tua karena arahan dan pendapat merekalah yang paling baik dan paling benar (Berangka, 2018). Menurut Hartaty & Aziz (2013), Mangesti (2013), Ayun (2017), dan Diana (2023) pola asuh otoriter memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Orang tua bertindak keras dan cenderung diskriminatif,
  • Orang tua mempunyai kontrol yang sangat tinggi terhadap anak, 
  • Orang tua memiliki ekspektasi dan tuntutan yang tinggi terhadap anak, 
  • Orang tua memaksa anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, 
  • Orang tua mencoba membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak,
  • Orang tua memiliki tingkat responsif yang rendah terhadap anak,
  • Orang tua memberikan hukuman yang keras apabila anak melanggar "aturan" yang ditetapkan,
  • Orang tua membatasi eksplorasi anak, sehingga mereka harus mengikuti pengarahan yang diberikan dan menghormati usaha-usaha yang telah dilakukan orang tua,
  • Orang tua seringkali mengucapkan kalimat yang membuat anak tidak dapat berbicara atau mengeluarkan pendapatnya, dan
  • Orang tua terkadang melakukan kekerasan fisik dan verbal apabila sang anak membangkang.

Mengasuh anak dengan cara otoriter mungkin dapat membentuk watak anak menjadi disiplin dan penurut sesuai yang diharapkan orang tuanya. Akan tetapi cara tersebut dapat menjadi bumerang bagi mereka, anak tersebut bisa saja tumbuh menjadi orang yang pemberontak dan sulit untuk diarahkan, atau disebut otoriter. Selain itu menurut Fadli (2023), anak yang tumbuh dengan pola asuh otoriter dapat mengalami berbagai masalah, diantaranya:

  • Anak memiliki tingkat depresi yang tinggi,
  • Anak memiliki tingkat kecemasan yang tinggi,
  • Anak tidak memiliki keterampilan sosial,
  • Anak takut untuk berpendapat,
  • Anak tidak bisa membuat keputusan sendiri,
  • Anak memiliki tingkat percaya diri yang rendah,
  • Anak tidak merasakan aman,
  • Anak tidak mendapatkan kasih sayang seharusnya,
  • Anak tidak merasa bahagia,
  • Anak akan menganggap kekerasan adalah hal yang normal, dan
  • Anak melampiaskan kemarahannya di luar rumah.

Maka, orang tua sebaiknya memahami dampak negatif dari pola asuh otoriter dan menghindarinya. Alangkah lebih baik orang tua menggunakan "Pola Asuh Demokratis" agar Anda dapat mengembangkan potensi buah hati Anda secara optimal.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun