ECR4 : PERTANDINGAN RAYUAN (TIDAK) MAUT
Oleh : Edi Siswoyo (Dalang Rangkat)
Senja ketiga dibulan maret, ronanya berbeda. Bukan senja dengan keindahan terbaik sepertinya, tapi semua insan pasti selalu ingin memberikan yang terbaik dalam setiap bagianya.
Malam sebentar lagi akan meliputi dan hawa dingin dari gunung naras akan turut meliputi desa ini. Yah, lembah naras, menampakan panorama bagai lembaran lebar perkamen putih, sedang diatasnya langit yang murka dengan mata ganas sedang merekam tindak langkah kami, orang – orang bergegas pulang, tapi Pak Lurah Hans, Mas Reffo, Halim Malik, Erwin Bocing, serta Jaka masih betah kongkow di pos ronda.
“Jangan main fisik yah ki....?” sergah lurah Hans, sambil menyodorkan tangan kananya, mode salaman alias berjabat tangan.
Iya... kalau satu tangan menengadah namanya NGEMIS MODE : ON, kalau di satukan sambil pasang muka mringis memelas itu MEMOHON MODE : ON kayak iklah itu loh (Mawar maafin aku yah...). Kalau ditempel dan ditekan diperut....? sudah pasti itu MULES MODE : ON.
“Tidak yang mulia...!” jawab ki dalang menirukan gaya mbak enji (baca : anggie) pas di interogasi di sidang.
“Ki... alhamdulillah yah, namaku di KTP belum berubah masih HANS... bukan yang mulia” jawab mas hans.
“Saya jadi heran semenjak saya jadi kades ko banyak yang panggil saya yang mulia...”
“Iiiiiihhh... ko jadi ribut sih...?jadi ga ngerayu aku....” tukas manja gadis bergaun putih yang sedari tadi berdiri disamping kentongan kayu.
“Hahahahaha...” bahak mas reffo.
Jaka, mas halim, asyik memecah kacang kulit sembari menyanyi lagu YOGYAKARTA karya KLA Project, terhitung sudah lima belas kali lagu ini diulang dari jemari Jaka kriting sampai lurus lagi sampai kriting lagi menekan not demi not lagu itu, sepertinya ada kenangan tersendiri bagi mas halim malik dengan kota itu, elegi cintanya dengan Acik, atau kangen berkumpul kembali dengan Bunda Selsa, Devi, Mbah Astoko, dan Mas Bowo dan rangkater lainya. (Backsound : Andaikan kau datang kembali versi Bunda Imels)
“Sore ini adalah babak final pertandingan rayuan maut antara Ki Dalang dan Pak Kades Hans... pemenangnya berhak atas hadiah satu gerobak pete dan jengkol... kepada pak kades waktu dan tempat di per-monggo-kan...?” sore itu erwin bocing jadi eM.Si (MC) dadakan dengan mike pemukul kentongan.
Mas hans merangsek menghampiri gadis bergaun putih, langsung ambil ancang – ancang tangan kananya ia tolakan kepinggang sedangkan tangan kirinya ia sauhkan ke tiang kayu pos ronda.
“Neng... saudaranya ada yang bekerja di SAMSAT yah....”
“Ko tahu... bang kades...?”
“Tahulah... karena kau telah memperpanjang umur cintaku padamu.... ciiiaaaahhh...”
“Iiiiih abang...”
“ggkgkgkgkgkgkgk...” mas reffo terbahak lagi.
Rayuan pertama mas hans berhasil. Ki dalang berusaha tidak terpengaruh ia berlagak santai sambil menghisap dalam – dalam rokoknya.
“Lanjut...?” teriak si bocing sembari tersenyum kecil.
“Pernah lihat pelangi ga neng...?”
“Pernah lah bang...”
“Sekarang neng ga bakal bisa melihat lagi pelangi itu... kenapa? Karena warna-warninya yang indah itu sudah aku ambil untuk menghiasi hatimu...”
“Ahhhh...abang...” gadis gaun putih menyeringai manja sambil memukul – mukul mesra pak kades.
“Berhasiiiiil....sekarang giliran ki dalang... silahkan ki...” lanjut si bocing, sementara pak kades ngeloyor dengan berjalan membusungkan jidat melewati ki dalang, tak ketinggalan kerahnya diangkat. Sombong.
“Wekekekekeke....” lagi-lagi terbahak mas reffo.
. . .
“Neng....sendirian...?”
“Ngga kok rame-rame... ada pak kades, mas bocing, mas halim, dan mas jaka...!”
“Neng kalau boleh tahu... bapak neng pasti sopir ambulan yah...?”
“Bukan...?”
“Sopir truk...?”
“Bukan....”
“Taksi? bajay? bemo? busway? becak? montor mabur? sepur? Pit ontel...?”
“Bukan... bukan... bukan... bukan...seratus bukan” jawab gadis bergaun putih dengan wajah jutek.
Putus asa ki dalang memandang lekat-lekat kentongan, memegangnya dengan kedua tanganya.
“Nama kamu kentongan yah....?”
“Ko tahu mas...?” jawab kentongan secara ajaib menjawab dengan suara mirip suara mas halim malik.
“Iya karena kau telah men-toooong... toooong... kan hatiku...”.
“Berhasiiiilll.... gilaaaa...” teriak si bocing.
“Jiakakakakakakak...” bahak mas reffo lagi lebih membahana.
“Mas ketawa sekali lagi tak cabut loh... itunya...?” hardik ki dalang.
“Apanya...?”
“Baterainya....” jawab Ki Dalang.
“Buakakakakakakak...” kali ini ki dalang, dan semuanya terbahak bersama.
. . .
“Ko pakai repot-repot merayu...” ucap jaka sambil merogoh kantong celananya.
“Nih neng kunci rumahku di pondok indah dan ini buku tabungan, kartu ATM, nomor PIN menyusul... mau kah kau jadi istriku dan menjaga semuanya untuku....?” lanjut jaka.
“Mauuuu... mauuuuu... mauuuu...”
. . .
Cerita ini adalah fiktif belaka apabila ada nama peristiwa yang cocok mungkin memang cocok. Janganlah pernah berhenti untuk terus merayu, kalau bukan karena merayu-Nya dalam do’a, karena Dia mendengar setiap rayuan kita sekecil apapun, kan dia Maha Mendengar, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. (*)
Selamat Berakhir Pekan.
….
DESA RANGKAT menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda, datang, bergabung dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)