Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Revolusi dari Desa, Hendak di Bawa Kemana Rakyat Miskin

28 November 2014   01:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:40 65 0

Tantangan terbesar pembangunan umumnya justru datang dari para pemangku kekuasaan. Berbagai potensi kekuatan yang diprediksi akan mendukung justru seringkali berlaku sebaliknya terhadap upaya dan kerja keras yang dilaksanakan dalam pembangunan. Sehingga pola pembangunan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat  (for the people, from the people, and by the people) yang selama ini digaungkan, belum dapat diwujudkan. Padahal berbagai konsep, model, dan strategi telah dijalankan oleh semua pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, maupun kota) sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. Namun, kondisi yang dihadapi tetaplah tidak mengalami perubahan yang signifikan, tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat belum meningkat bahkan tidak jarang malah muncul persoalan baru sebagai akibat pembangunan yang kurang konsisten dan sustainable.

Kemiskinan nampaknya tidak mau beranjak bahkan malah menggurita, hal ini sebagai akibat pola pikir inferior di sebagian masyarakat. Bahwa untuk beranjak dari kemiskinan musti berpendidikan tinggi, sedangkan untuk dapat mengenyam pendidikan butuh biaya yang tidak sedikit. Parahnya ketika memikirkan biaya pendidikan yang tinggi acapkali menjadi batu penghalang untuk mendapatkan hak paling dasar tersebut saat dana pendidikan belum di genggaman. Sehingga pemerintahan dari generasi ke generasi membuat dan menerapkan konsepsi yang berbeda untuk mengurai kemiskinan menjadi kejesahteraan.

Tidak sedikit kebijakan atau konsepsi-konsepsi yang di buat pemerintah tidak dapat mengurai kemiskinan tersebut dengan pembangunan yang efektif. Terkadang justru malah menimbulkan permasalahan baru. Artinya konsepsi-konsepsi pembanguana tersebut tidak mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.

Pada kondisi objektif negeri tercinta ini dianugerahi oleh  Tuhan  Yang Maha Esa kekayaan besar dan melimpah yang sangat potensial sebagai modal dasar pembangunan. Indonesia memiliki kedaulatan sebagai sebuah negara yang merdeka. Indonesia mempunyai sumber daya alam yang luar biasa, baik kuantitas maupun kualitas, yang terkandung di dalam perut bumi, di atas tanah, laut, dan udara. Indonesia juga dianugerahi sumber daya manusia yang besar (Indonesia merupakan negara nomor empat dengan penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat).  Kita juga diwarisi oleh budaya yang sangat beragam seperti sifat dan semangat gotong royong, toleransi dan kekeluargaan, serta berbagai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat; demokratisasi yang ditopang oleh sikap musyawarah dan mufakat. Indonesia juga menjadi negara dengan jumlah bahasa terbanyak di dunia lebih dari 700 jenis bahasa.

Betapa negeri kita dianugerahi keindahan dan kekayaan yang melimpah ruah, bukan? Namun sayang, penggambaran dan imajinasi dalam lagu Koes Plus itu tidak terjadi pada masyarakat kita. Benar, kita kaya dengan alam dan sumber daya, tetapi di banyak tempat kondisinya masih memprihatinkan. Benar pula, negeri kita bertaburan dengan mutiara mutu manikam dan permata di mana-mana, tetapi sebagian masyarakat kita tetap miskin.

Penulis (DR. Yansen TP., M.Si) merasa memiliki kepedulian dan tanggung jawab yang besar bahkan mendorong dan mengetuk kesadaran bersama untuk berbuat sesuatu yang inovatif, kreatif serta berinisiatif untuk mengubah wajah negeri ini dengan serius bukan hanya sekedar berwacana. Berpijak pada kegagalan Growth paradigm, Generalization paradigm dan pendekatan lain dalam pembangunan, DR. Yansen mencoba membagi pengalamannya selama mengabdi sebagai birokrasi di Kabupaten Malinau.

Apa yang beliau tulis dalam buku “Revolusi dari Desa, Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat”, benar-benar pengalaman nyata hasil dari pemikiran dan pengabdian kepada masyarakat melalui birokrasi pemerintahan, baik di level camat hingga Bupati. Dari pemahaman yang kuat dalam ilmu pemerintahan dan kerja keras, kerja cerdas dan kerja cepatnya paradigm GERakan DEsa MembAngun (GERDEMA) secara konseptual dan aplikasi mampu di infiltrasi ke tengah-tengah masyarakat.

GERDEMA adalah sebuah paradigma baru dalam pembangunan. Konsepsi GERDEMA memiliki cara pandang yang spesifik dan fokus terhadap desa. Suatu cara pandang yang berbeda jauh dengan perilaku kebijakan pembangunan oleh banyak pemerintah daerah selama ini. Sebagai paradigma baru, GERDEMA merupakan perilaku kebijakan inovatif yang percaya sepenuhnya kepada masyarakat desa. Suatu keyakinan bahwa apabila diberi kepercayaan dan tanggung jawab yang jelas, masyarakat desa pasti akan mengemban kepercayaan itu dengan baik. Jika masyarakat desa dapat dipercaya, dibina, dan dibentuk kemampuannya, maka mereka menjadi terampil untuk menjalankan tugas dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan desa. Hasilnya, niscaya pembangunan akan lebih apresiatif melahirkan kekuatan besar dalam mewujudkan perubahan yang maju dan sejahtera. Sikap percaya kepada masyarakat desa ini merupakan suatu sikap yang sangat hakiki dan sesungguhnya sangat strategis bagi setiap pengambil kebijakan. Sikap ini dapat menjadi pemantik tekad dan semangat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. GERDEMA berjalan dengan moto “Berubah, Maju, Sejahtera”, serta dilandasi oleh “tekad untuk bekerja keras dan cerdas dengan ketulusan hati yang bersih dan berkomitmen”. Semua elemen masyarakat dan pemangku kepentingan berkomitmen dengan penuh semangat bersama-sama memberi yang terbaik dalam pembangunan desanya. GERDEMA akan berhasil jika semua pemangku kepen-tingan terlibat secara aktif. Itulah sebabnya, sebelum GER-DEMA dilaksanakan saya mengharapkan, bahkan meng-haruskan semua pihak untuk mengetahui, memahami, dan menguasai nilai-nilai utama GERDEMA. Dengan memahami nilai utamanya, maka semua kalangan tersebut akan lebih bersemangat untuk berperan aktif dalam pembangunan. Hal ini juga bertujuan untuk mengendalikan tindakan yang dijalankan oleh setiap individu, segenap elemen masyarakat, serta semua unit dalam pemerintahan pada seluruh tingkatan agar tetap konsisten dan terarah kepada pencapaian visi Malinau yaitu: “Terwujudnya Kabupaten Malinau yang Aman, Nyaman, dan Damai Melalui Gerakan Desa Mem bangun”. Pemahaman semua pemangku kepentingan tersebut sangat mendasar, karena Gerakan Desa Membangun tidak sekadar sebagai sebuah visi daerah. GERDEMA merupakan obsesi pembangunan yang bernilai adil, bahkan bisa menjadi koreksi terhadap paradigma pembangunan nasional. Gerakan Desa Membangun menuntut suatu perubahan yang sistematis dan menyeluruh, yang meliputi: Perubahan pada sistem nilai, mindset dan culture set, serta harus menjadi tegas teraplikasi secara nyata dalam semua perilaku, baik perilaku birokratis, pejabat fungsional maupun perilaku personal; yaitu perilaku masyarakat, perilaku para birokrat (PNS) maupun pelaku ekonomi atau para wiraswasta, serta seluruh stakeholder atau pemangku kepentingan di daerah.

Pada BAB II buku ini menyajikan Teknik Merancang Pembangunan disinilah titik awal meletakkan kesadaran bersama tentang Visi bersama pembangunan Kabupaten Malinau. Dilengkapi dengan misi yang didukung dengan 4 pilar untuk mempermudah pencapaian misi tersebut. Empat pilar inilah yang benar-benar menjadi pijakan dan acuan untuk membuktikan hasil pemikiran DR yang asli kelahiran Krayan Selatan 54tahun silam, menarik untuk kita simak 4 Pilar tersebut:

1.Pembangunan Infrastruktur Daerah

Hal ini diprogramkan sebagai upaya untuk mewujudkan akses antar desa, kecamatan, dan kabupaten serta memaksimalkan aspek aksesibilitas dan produktivitas di semua sektor. Lemah-nya infrastruktur daerah selama ini kurang menjadi perhatian pemerintah, baik pusat maupun daerah. Akibatnya, terjadi kepincangan dalam mengelola potensi dan kekuatan pem-bangunan. Aspek geostrategis dan potensi yang dimiliki suatu daerah (termasuk di Kabupaten Malinau) tidak selalu berda-ya guna bagi kepentingan pembangunan. Keadaan ini tentu  sangat merugikan kita. Pembangunan mandek, tidak kreatif, dan inovatif. Malah kadang menimbulkan pemborosan besar, sehingga pembangunan tidak terarah. Akibatnya, masyarakat-lah yang dirugikan.

2.Membangun Sumber Daya Manusia

Ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia (SDM) selalu menjadi sebuah persoalan utama dan klasik yang harus dihadapi di Indonesia ini. Bukan hanya oleh institusi pemerintah, melainkan juga dihadapi oleh pihak swasta dan masyarakat. Sayangnya, hingga saat ini kita masih belum memiliki model perilaku dan standar ideal dalam menentukan kualitas SDM. Kita harus mengakui bahwa sikap terhadap kualitas SDM masih kurang tepat, mulai dari rekrutmen sampai pembinaannya. Mekanisme rekrutmen yang keliru, berlanjut pada penempatannya yang tidak tepat, dan pembinaan yang tidak terstruktur. Akibatnya, kinerja SDM jauh di bawah harapan. Padahal, organisasi—termasuk pemerintahan—terus-menerus menghadapi tantangan yang semakin sulit dan mem-butuhkan kualitas SDM yang memadai. Dalam praktik penyelenggaraan sistem pemerintahan yang baik (good governance) kita mengenal tiga domain utama penopang kekuatan pemerintahan, yaitu: a.  Pemerintahan yang baik (pemerintah pusat, provinsi, kabu-paten, kecamatan, dan pemerintah desa) b.  Swasta yang baik (para pelaku ekonomi pada semua tingkatan baik pengusaha berskala besar, skala menengah, maupun pengusaha kecil) c.  Masyarakat yang baik, yaitu masyarakat yang merupakan pemilik modal sosial yang sangat besar.

3.Membangun Ekonomi Daerah Melalui Sektor Ekonomi Kerakyatan

Strategi pengembangan sektor riil dalam konteks pem-bangunan ekonomi daerah ini sangat tepat dan sebanding dengan potensi serta karakter daerah. Selanjutnya hanyalah bagaimana mekanisme pengelolaannya yang berdaya guna dan berkelanjutan. Kabupaten Malinau memiliki potensi alam yang sangat besar, baik dalam jumlah maupun keane-karagamannya. Namun potensi tersebut sampai saat ini belum sepenuhnya dikelola secara baik. Memang ada beberapa potensi yang telah dikelola, seperti batu bara dan kayu produktif. Namun, hal tersebut tidak dapat sepenuhnya diandalkan menjadi kekuatan ekonomi rakyat. Proses pembangunan yang selama ini terjadi, meski sudah mengelola potensi yang ada, tetap tidak memberikan man faat yang besar untuk masyarakat. Daya dorong hasil pembangunan terhadap produktivitas masyarakat, masih amat rendah. Salah satu penyebabnya, karena rendahnya keterlibatan masyarakat setempat dalam proses pembangunan.

4.Membangun Sektor Kepemerintahan

Kebijakan ini diawali dengan melakukan penyesuaian ter-hadap mekanisme, fungsi, dan tugas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), juga memperkuat dan memperbesar bobot penyelenggaraan pemerintahan pada tingkat kecamatan dan desa. Langkah ini merupakan konsekuensi dari semangat Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) yang menuntut perhatian besar dari SKPD terhadap pembangunan desa. Semua unit kerja dan pemangku kepentingan di daerah, harus memusatkan perhatian pada hal ini. Dengan cara ini, pembangunan menjadi lebih fokus pada penanganan permasalahan di desa.  Tujuannya agar terjadi sirkulasi kebijakan strategis antar pemerintahan (kabupaten, kecamatan, dan desa) secara lebih serius dan menyentuh ke-pentingan dasar masyarakat desa. Perhatian yang besar ini di-lakukan melalui pemberian kewenangan kepada kecamatan dan urusan kepada desa disertai dengan pemberian sumber pembiayaan kepada mereka. Sesungguhnya selama ini, desa sudah cukup menjadi per-hatian pemerintah dan berbagai lembaga kemasyarakatan. Banyak literatur dan produk hukum yang mengupas dan meng atur tentang pemerintahan desa. Namun yang mem-buat prihatin adalah perhatian yang besar itu tidak dibarengi de ngan sistem dan mekanisme pelaksanaan yang tepat.

Filosofi  Pembangunan Malinau: “Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat”. Konsep Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) menem patkan rakyat sebagai kekuatan kunci dari gerakan pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Malinau. Pencapaiannya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan tingkat partisipasi masyarakat. Rakyatlah yang akan menikmati hasil pembangunan, sehingga rakyatlah yang sangat mengerti dan memahami tentang kebutuhan dasar hidup mereka. Masyarakat desalah yang mengerti bagaimana cara mengelola nilai dan potensi yang ada di desa mereka, untuk peningkatan taraf hidup mereka.

Kritik buku ini menurut resensi saya adalah tentang teknis edukasi pada masyarakat maupun pendidikan secara umum belum di paparkan secara konseptual dan actual, mengingat pendidikanlah yang akan dapat menopang Gerakan Desa Membangun menjadi pembangunan yang futuristic atau memandang jauh kedepan. Sebagai contoh di Jepang jika seorang arsitektur ingin membangun gedung, dia sudah membayangkan 50 sampai 100 tahun lagi gedung tersebut tidak akan membahayakan atau bahkan mengganggu lingkungan di sekitarnya. Namun demikian perlu di apresiasi atas sharing kabar gembira keberhasilan DR Yansen membangun Kab. Malinau, mudah-mudahan ini menjadi snow balling effect/ efek bola salju ke seantero negeri tercinta.

Data buku sebagai berikut:

Judul: Revolusi dari Desa, Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat

Penulis: DR. Yansen TP., M.Si (Bupati Malinau periode 2011 - 2016)

Editor: Dodi Mawardi (Kompasianer)

Penerbit: PT Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia)

Tahun penerbitan: 2014 (Cetakan pertama)

Jumlah halaman: 178 halaman

ISBN: 978 - 602 - 02 - 5099 - 1

Harga: Rp. 54.800

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun