Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Sistem Televisi Berjaringan Sekedar Mimpi

2 Februari 2010   08:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:07 521 0

Perkembangan industri pertelevisian di Indonesia, menjadi pesat pasca masa orde baru 1998. Televisi menjadi sebuah media yang “hidup” ditengah-tengah masyarakat yang heterogen. Karena dinilai mampu menjangkau segala lapisan masyarakat, siapa saat ini yang tidak pernah nonton tivi? Namun ditengah keberadaannya yang mampu merangkul segala kalangan ini, televisi tidak lagi menjadi cerminan masyarakat secara keseluruhan. Hegemoni tayangan televisi melahirkan sebuah kebiasan, baik dari segi kultur, nilai, dan cara pandang. Tayangan yang disuguhkan setiap hari hampir pada konsep yang sama. Bahkan kontruksi sebuah realitapun dibungkus ala Jakarta. Buktinya, berita-berita yang kita tonton setiap hari, walaupun berita daerah, anglenya ala “pesanan” orang Jakarta. Sebuah contoh kasus misalnya, wartawan A meliput demo mahasiswa, ketika demo itu berjalan lancar, maka kemungkinan liputannya tidak tayang. Tapi ketika demo itu berujung bentrok, maka ramai-ramai stasiun TV nasional serempak menayangkan, dengan alasan bahwa begitulah realitanya. Padahal jika mau kritis, realita mana yang dimaksud? Realita bahwa sebenarnya kota B suka bentrok kalau demo?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun