Kau begitu mulia, sejukmu nenyusupkan bahagia
Tetesmu musnahkan dahaga pada tanah kerontang, tumbuhkan tunas-tunas kehidupan
Namun alangkah sadisnya kau dituduh penyebab malapetaka
Kau difitnah penyebab penyakit merajalela
Aku merindukamu dalam jiwa yang merana sekian lama
Sedang dia memakimu penuh benci sebab rizki yang dinanti tak juga menyambangi
Kau dibenci dan pula disukai
Benci saat hadirnya deras membasah, mengantarkan berjuta-juta kubik
Yang mampu meluluhlantakkan seisi kampung dan kota
Daya hantam yang membuat luka yang memporakporandakan umat
Namun saat kau menari dengan gerimis dan mengajak bumi berdansa menguarkan petrikor
Maka setiap insan mulai berkoar dengan sajak romantis
Berjuta sajak tercipta karena rinaimu
Berjuta kenangan menguar sebab aromamu
Berjuta lirik lagu tercipta atas iramamu
Tapi kemanakah engkau tak jua datang
Lihatlah aku dan semesta merindumu
Sebab kami meranggas dalam pelukan sang kemarau
Kepada sang kemarau yang menahan air menghujani
Serta awan yang mengizinkan ia menapaki bumi
Deras dan penuh semangat sekalipun sumbang bernyanyi
Namun kubiarkan hujan mengawal rindu ini
Memeluk dalam dingin dan terus membasahi
Hilang dalam sepi
Sepi yang kini tak kan berhenti
Sepi tanpamu yang tak ada disini
Bersamaku yang menepi
Setiap malam bahkan detikpun kumerindukanmu
Tapi apa dayaku.
Kamu mampu merubah semua segalanya dariku
Dariku, merindu aroma petrikor
Mengingatkan pada sebuah nama
Dirimu penyuka titik-titik air yang turun
Masa kecil tak terlupa bersamamu
Menari riang berbasah di bawah rinai hujan
Indahnya kenangan tergores dalam ingatan
Ingatan kembali ke hari yang Fitri
Musim kemarau berubah menjadi penghujan
Kau turun bagai tiada henti
Bukit tanpa pepohonan pun ikut terkena imbasnya
Kau ciptakan genangan di mana-mana
Tak seharusnya kau disalahkan kala kemarau berganti hujan
Itu bukan salahmu
Melainkan ulah manusia yang tak dapat menjaga alam
Hujan..
Engkau sejatinya adalah rahmat bagi kami
Setelah dirimu pergi
Meninggalkan bias indah beraneka warna
Membentuk pelangi yang indah