Ibu sedang nun jauh di sana, terpisah jarak dan waktu, namun kuyakin batinnya merasakan kegundahan anak gadisnya. Hingga akhirnya dalam sejenak rentang waktu, beliau sempatkan berkunjung ke asrama, tempatku merantau menimba ilmu.
Oh, Ibu, dalam pelukannya aku mengadu, sepuasnya. Meluruhkan rasa pilu, gulana yang hadir bertalu-talu. Dengan sekali-dua belaian, luruh satu per satu kesedihan itu, berganti kekuatan baru yang merayap meliputi jiwa ragaku. Nasihat dan petuahnya menyadarkanku atas sesuatu, bahwa ridho Ibu adalah ridho Allah.
Selama ini, aku telah abai pada wejangannya. Ada amanah yang tak tertunaikan. Rasa bersalah yang amat sangat, menyelimuti hari-hari yang terasa berat dilakoni. MasyaAllah, dengan senyummu, Ibu, semua lara dan duka hilang seketika. Dengan rona serimu semua gundah gulana lenyap dalam sekejap.
Siapa lagi yang harus kuhormati dan kujaga hatinya selain engkau, Ibu?
Siapa lagi yang harus kukasihi dan kulindungi hatinya selain engkau, Ibu?
Siapa lagi yang harus kudengar dan kujalankan wasiatmu selain engkau, Ibu?