Begitu juga konteks kehidupan bernegara, utama bagi bangsa Indonesia yang telah mengalami masa penjajahan ratusan tahun oleh bangsa asing karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang gemah ripah. Sangat menyedihkan karena bangsa Indonesia menjadi budak di negerinya sendiri dan diperlakukan tidak manusiawi. Tidak terbayang bagaimana saat itu nenek moyang kita menjalani kehidupan keras yang sangat jauh dari sikap perilaku manusiawi.
Setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia masih menghadapi situasi yang tidak mudah, apakah akibat penjajahan ratusan tahun yang membentuk rasa cemas dan takut sehingga masyarakat mudah terpancing atau terprovokasi oleh orang-orang yang mempermainkan keadaan. Hingga terjadi kisah tragis kemanusiaan yang memakan korban jiwa sangat banyak orang tidak bersalah, dan bertolak belakang dengan hak azasi manusia (HAM). Masyarakat Indonesia berhasil diadu domba yang memicu keadaan semakin menegangkan dan tidak ada yang bisa mengatasinya.
Apalagi perkembangan teknologi informasi saat itu jauh dari berkembang seperti sekarang untuk memudahkan memahami kondisi yang terjadi dan menghindarinya agar tidak menjadi korban akibat kesalahan pahaman nasional. Keadaan yang sangat membingungkan karena pihak yang satu mengklaim dirinya yang paling benar dan menuduh pihak lain bersalah dan dianggap membahayakan, begitu sebaliknya yang berujung saling menyakiti. Kejadian ini membuat trauma bagi setiap orang yang merasakan situasi masa itu.
Hadirnya film dokumenter yang bermaksud sebagai pengingat sejarah kelam tersebut agar tidak terulang kembali kejadian yang sama namun saat ini dirasakan justru memicu gaduh karena masyarakat belum siap menerima kisah tersebut sebagai takdir bangsa Indonesia yang sudah berlalu, jika tidak memiliki kekuatan prinsip dan mudah terombang ambing akan sulit menerima takdir ini.