Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Manajemen Permukiman Kota (Studi Kasus: Permukiman Kumuh di Pusat Kota Salatiga)

9 Januari 2012   12:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:07 3404 0

Perkembangan suatu kota membawa berbagai macam dampak bagi pola kehidupan masyarakat kota itu sendiri, salah satunya dampak akan tingginya arus urbanisasi. Dampak dari tingginya arus urbanisasi selalu berkaitan dengan permukiman kota. Tingginya jumlah penduduk yang di pusat kota yang notabenenya pusat kota merupakan pusat dari kegiatan kota, mengharuskan terpenuhinya kebutuhan akan permukiman yang layak huni, khususnya bagi kaum urbanis yang pekerjaannya terkonsentrasi pada pusat kota. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap serta kemudahan jangkauan tempat kerja di pusat kota inilah yang menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk bermukim di kawasan tersebut. Kondisi seperti ini juga terjadi di Kota Salatiga, terutama di kawasan CBD (Central Bussiness District) kota yang berada dekat dengan kawasan permukiman Puncuran yang terletak di sekitar koridor Jl. Jend. Sudirman yang merupakan pusat Kota Salatiga. Kawasan ini terletak di Bagian Wilayah Kota I (BWK I) dimana kawasan ini diperuntukan bagi aktivitas perdagangan dan jasa, selain juga kegiatan pemerintahan dan perkantoran.

Populasi penduduk di pusat kota Salatiga memang tergolong tinggi akibat proses urbanisasi dan kebanyakan dari urbanis yang datang adalah mereka yang ingin berjualan di pasar serta sebagian besar dari mereka tergolong masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Secara tidak langsung para urbanis tersebut membutuhkan permukiman yang paling dekat dengan pusat perdagangan. Perkembangan kebutuhan hunian di pusat kota Salatiga tersebut kurang diimbangi oleh ketersediaan lahan, sehingga dengan terus meningginya arus urbanisasi mengakibatkan penambahan jumlah hunian yang dilakukan oleh para urbanis cenderung mengabaikan aturan-aturan dasar tentang pengadaan bangunan rumah, bahkan karena keterbatasan lahan tersebut terdapat sebagian dari mereka yang menggunakan sebagian badan jalan untuk mendirikan bangunan yang dijadikan sebagai tempat tinggal maupun usahanya. Akibatnya adalah permukiman di pusat kota tersebut menjadi kumuh dan suasana yang tidak tertib yang berakibat pada berubahnya kualitas lingkungan fisik kawasan.

Menurut Khomarudin (1997: 83-112), lingkungan permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai kawasan yang lingkungan berpenghuni padat (melebihi 500 0rg/Ha), kondisi sosial ekonominyamasyarakatnya rendah, jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya di bawah standar. Kawasan permukiman Puncuran ini memang kawasan yang terpadat di Kota Salatiga dan Pemerintah Daerah sudah memberikan banyak sekali bantuan dana dan melaksanakan program-program yang berhubungan dengan menajemen kota dalam penataan kawasan ini tiap tahunnya. Akan tetapi kawasan ini tidak menunjukkan perubahan yang berarti dan masih berkesan kumuh dan kualitas lingkungannya pun tetap buruk. Adapun pembahasan ini terkait pada bagaimana peran pemerintah dalam penyediaan hunian bagi penduduk kota sehingga kemungkinan munculnya permukiman kumuh di suatu kota dapat diminimalisir karena pada dasarnya penyediaan permukiman pemerintah harus ditujukan untuk penduduk dengan berbagai kalangan di suatu kota. Namun dalam pembahasan kali ini, lebih mengerucut pada studi kasus penyediaan rumah bagi penduduk yang berada di permukiman kumuh dengan karakteristik penduduk yang berpenghasilan menegah ke bawah.

Dalam konteks manajemen kota, hampir setiap kota mempunyai permasalahan akan permukiman kumuh dan hal tersebut memang rentan terjadi, begitu pula yang terjadi di pusat kota Salatiga. Permasalahan ini telah menjadi sorotan pemerintah sejak dulu. Terdapat perubahan tahapan dalam menangani masalah permukiman kota dari sudut pandang pemerintah di negara berkembang yang menghadapi pertumbuhan populasi yang tinggi dan masalah permukiman kumuh. Terdapat lima tahap kontras yang menunjukkan sikap pemerintah terhadap penyediaan permukiman kota, antara lain :

1.Tahap I (Tahun 1950 - 1960-an) :

Pemerintah negara berkembang hanya menganggap permasalahan permukiman informal sebagai akar dari permasalahan ekonomi, sedangkan pertumbuhan ekonomi semestinya tumbuh dan pendapatan semestinya meningkat. Pada tahapan ini pemerintah masih tidak mempunyai aksi, hanya menganggap permasalahan permukiman informal sebagai akar dari permasalahan ekonomi saja.

2.Tahap II (Tahun 1960-1970-an) :

Pemerintah mulai menyadari bahwa permukiman informal dilihat sebagai masalah sosial. Pada tahapan ini pemerintah mengerahkan institusi dan dana untuk pembangunan public housing (misal : rumah susun) dan permukiman kumuh (slum area) dilenyapkan (salah satunnya dengan cara penggusuran).

3.Tahap III (Tahun 1970-1980-an) :

Pemerintah mulai menyadari bahwa permukiman informal dapat dianggap sebagai permukiman permanen dari kota (kondisi ini dianggap bahaya yang jika tidak ditangani). Pada tahapan ini pemerintah yang pada umumnya ingin eksistensi negara berkembang menjadi negara maju mengadakan adanya program rumah inti (site and service program).

4.Tahap IV (Tahun 1980-1990-an) :

Pemerintah sudah sadar bahwa bahwa penduduk yang tinggal di pemukiman informal telah berkontribusi banyak untuk ekonomi kota dengan apa yang disebut sebagai sektor informal, seperti penyediaan tenaga kerja (buruh) dan barang murah. Pada tahapan ini pemerintah lebih meningkatkan program pada tahapan III untuk merealisasikannya, tidak perlu melalui proses penggusuran.

5.Tahap V (Tahun 1990-sekarang) :

Pemerintah sudah menyadari bahwa perlu adanya institusi atau kelembagaan khusus yang memikirkan proses di tahap IV agar dapat terakomodasi, salah satunya yaitu pemerintah harus memberikan tindakan yang berorientasi dalam mendukung kegiatan/ usaha para penghuni permukiman informal. Pada tahapan ini pemerintah memastikan adanya sumber daya untuk membangun rumah tersedia dan terjangkau untuk semua kalangan (khususnya bagi para penghuni perumahan informal yang tergolong masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah).

Melihat permasalahan Kawasan Puncuran, pusat Kota Salatiga yang dianggap sebagai kawasan permukiman kumuh, seharusnya tahapan kontras yang menunjukkan sikap pemerintah terhadap penyediaan permukiman kota dapat mensiasati permasalahan permukiman kota, salah satunya dengan adanya pembangunan rumah susun (rusun) yang ditujukan bagi para penghuni permukiman informal tersebut. Solusi berupa rusun yang dilakukan oleh pemerintah ini juga diharapkan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh para penghuni permukiman informal yang berada di Kawasan Puncuran (khususnya yang bertempat tinggal dengan jenis bangunan rumah yang non-permanen, temporer serta yang memakan badan jalan untuk mendirikan bangunan rumah). Mereka menginginkan tempat tinggal yang memiliki ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap serta kemudahan jangkauan tempat untuk bekerja/berjualan. Untuk itu apabila pemerintah ingin program rusun ini dapat berjalan maka sasaran dari pembangunan rusun itu harus sudah jelas dan tepat. Metode yang digunakan untuk mengalihkan penduduk yang bermukim di permukiman kumuh dapat dilakukan dengan cara sosialisasi dan membuat daya tarik tertentu agar menarik perhatian mereka untuk pindah ke tempat tinggal yang lebih layak. Selain itu, dengan menggunakan cara penggusuran. Penggusuran ini dilakukan oleh aparat pemerintah apabila para penghuni permukiman informal bersikukuh tidak mau berpindah ke tempat baru (dalam hal ini tempat permukiman yang layak huni). Hal inilah yang membuat aparat pemerintah menggunakan ‘cara paksa’ untuk menertibkan permukiman informal. Selain itu terdapat metode lain dalam mengatasi masalah pemukiman kumuh, yaitu dengan menggunakan metode housing backlog (dihitung berdasarkan jumlah rumah yang kurang di Indonesia berdasarkan jumlah penduduk miskin). Mereka akan mendapatkan rumah dari pemerintah dengan cara ‘antrian rumah’ atau menunggu giliran untuk mendapatkan rumah. Namun metode ini tidak efektif apabila dilaksanakan di Indonesia. Karena sering kali hasil sensus jumlah penduduk miskin dengan kenyataanya di suatu kota tidak sama jumlahnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun