Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerbung

Jurnal Hantu, Bab 35 - Cermin

28 September 2024   03:14 Diperbarui: 28 September 2024   03:19 10 3
Bocah iblis yang berada dalam cermin, melambaikan tangan padaku. Wajah bocah tersebut sangat mempesona. Matanya yang berwarna keemasan sungguh elok.


        Bulu Tama berdiri semua. Ia duduk dengan angkuh di pangkuanku.


      Aku merasa tangan dan kakiku dingin karena begitu tegang. Dan siapa yang tak akan ngeri melihat adegan horor di cermin. Bocah iblis itu mengunyah sesuatu yang berlumuran darah dengan santai. Ia menjentikkan jari. Dan berubahlah pemandangan cermin menjadi Ranko yang berlumuran darah di atas tempat tidurnya. Kakek Fandi yang tewas dengan mata terbeliak ke atas dan mulut menganga. Ibu yang mati tenggelam dalam bathtube. Bahkan, Ismi, si hantu kucing pun menjadi abu.


      Tama mendesis marah. "Aku tak percaya ini!"


   Derai tawa si bocah iblis membahana. Pemandangan cermin pun berubah menjadi diriku yang sedang menangisi Tama yang hancur menjadi serpihan debu. Ia sungguh pandai mempermainkan emosi. Kemudian, cermin pun berubah menjadi sekelam langit malam. Tiba-tiba ruang tidurku pun berubah menjadi langit malam dengan taburan bintang gemerlap. Aku memeluk erat Tama untuk meyakinkan diriku bahwa aku tak sedang bermimpi. Semuanya terasa tak nyata.

Cermin di ruang tidurku berpendar-pendar dengan cahaya hijau keemas-emasan. Aku serasa menonton layar televisi. Adegan demi adegan berganti-ganti di cermin tersebut.


   Aku melihat sepasang suami istri yang saling menatap dan tersenyum bahagia. Sang suami membelai lembut dan mengecup perut istrinya yang sedang hamil besar. Kemudian, sosok mereka berubah menjadi kabut.


      Adegan harmonis berubah menjadi kegilaan. Sang istri mengamuk seperti kerasukan setan. Wajahnya yang cantik, sedingin iblis. Sepasang mata almond yang indah itu membelalak. Rambut hitam lurusnya yang panjang mencapai lutut, kusut masai. Sebilah pisau dapur yang digenggam tangan kanannya, berkilat mengancam. "JANGAN HALANGI AKU! AKU HARUS MEMBUNUH BAYI IBLIS YANG BERADA DALAM PERUTKU WALAUPUN AKU TURUT MATI."


    "OMONG KOSONG! KAU MENGANDUNG ANAK KITA. BUAH CINTA KITA. BUKAN ANAK IBLIS. MASA KAU MEMPERCAYAI BEGITU SAJA OMONGAN NENEK ROS? IA NENEK SIHIR YANG SUKA TAKHAYUL!"


  Perempuan itu menangis hebat hingga tubuhnya membungkuk. "KAU TAK MENGERTI. KAU TAK AKAN MENGERTI. AKU HARUS MENGELUARKAN DAN MEMBUNUHNYA SEBELUM SEMUANYA TERLAMBAT."

Pria bertubuh tinggi besar itu mengacak-acak rambut dengan gusar. "YA, AKU TAK MENGERTI JALAN PIKIRANMU. BESOK PAGI KUANTAR KAU KE RUMAH SAKIT JIWA DI KOTA."


    Tanpa mengindahkan perkataan suaminya, si istri memejamkan mata. Ia hendak menusuk perutnya sendiri. Pada saat yang kritis, sang suami berusaha merebut pisau. Tapi, ia malah tertikam dan jatuh ke lantai dengan tubuh bersimbah darah. Kemudian, perempuan tersebut melolong histeris. Suaranya sungguh menyayat hati. Ia memeluk suaminya yang sudah tak bernyawa.


      Seperti tsunami, dalam sekejap ekspresi kesedihan perempuan tersebut berubah menjadi kebencian. Dengan darah dingin, ia mencabut pisau yang menancap di perut suaminya. Sebelum ia berhasil melakukan niatnya, perutnya mengalami kontraksi hebat. Akibat sakit yang tak tertahankan, ia menjatuhkan pisau yang digenggamnya. Ia pun melahirkan sepasang bayi kembar laki-laki tampan yang sehat tanpa bantuan siapa pun. Mereka menangis kencang seolah-olah menyesal meninggalkan buaian rahim.


     Dengan napas terengah-engah, ibu muda tersebut menatap bayi kembarnya. Ia terlampau lelah untuk melaksanakan niat membunuhnya. Bayi yang satu bermata cokelat keemasan. Sedangkan bayi lainnya bermata sebelah kiri cokelat kelam dan sebelah kanan abu-abu. Wajah kedua bayi tersebut tak serupa walaupun kembar. Sosok mereka bertiga pun memudar.


      Adegan berganti menjadi dua anak kecil berumur 7 tahun yang sedang bermain di tepi sungai. Bocah bermata cokelat keemasan menyiksa kelinci putih. Ia bergeming walaupun saudara kembarnya menghalangi perbuatan jahatnya dan berusaha merebut hewan manis tersebut. Pergumulan pun tak terhindarkan. Di waktu yang lain, kedua bocah cilik tersebut saling berpelukan karena kedinginan. Seorang perempuan tua memakai celemek putih, mengecup kening mereka berdua dengan penuh kasih sayang. Ia menyanyikan lagu Nina Bobo dengan lembut. Di luar jendela kamar tidur mereka, hujan begitu deras bagaikan tumpahan bergentong-gentong air. Segalanya pun menghilang dalam kabut.


    Aku tertegun. Cermin menampilkan sang ibu si kembar berada dalam ruang rawat rumah sakit jiwa. Tatapan matanya yang kosong menimbulkan rasa iba seolah-olah jiwanya sudah melayang pergi meninggalkan tubuhnya. Tangannya mengepal-ngepal persis tingkah bocah cilik yang sedang marah. Bibirnya yang tipis berkomat-kamit, "Aku harus membunuh bocah iblis itu. Waktunya sudah dekat. Aku harus membunuhnya sebelum semuanya terlambat. Tapi aku terkurung di sini. Bagaimana aku membunuhnya?" Kemudian, ia menggedor pintu sembari berteriak, "AKU TIDAK GILA! PERAWAT, KELUARKAN AKU DARI SINI!"



     Adegan lain merupakan mimpi buruk. Darah. Banyak darah di mana-mana. Darah menodai sofa, dinding, dan lantai ruang tamu. Mayat perempuan tua tertelungkup di depan pintu dapur yang terkunci. Ia melindungi pintu itu hingga titik darah penghabisan. Wujud cinta tulus sang perempuan tua untuk si kembar yang sekarang menginjak usia 10 tahun. Keduanya meringkuk ketakutan di dalam lemari dapur. Tubuh kurus mereka gemetar ketakutan ketika terdengar bunyi pintu dapur yang dibuka perlahan.


KRIIIIET!


Dari celah lemari dapur, kedua bocah kembar bisa melihat ibu mereka masuk ke dalam dapur. Ia menggunakan baju pasien berwarna biru muda polos. Waktu tak menghapus kejelitaan ibu mereka, tapi wajahnya yang tanpa ekspresi bagaikan patung,sungguh menciutkan hati. Ia menggenggam sebuah tang besi yang ujungnya berlumuran darah segar. Jeritan hampir lolos dari mulut mungil si bocah bermata cokelat dan kelabu, jika saudaranya tak segera mendekap mulutnya. "Diam, Andri, kau ingin Ibu membunuh kita berdua?" Bisik Fero. Andri menggelengkan kepala. Air mata tak henti-hentinya jatuh dari matanya.

Si ibu mengelilingi dapur dengan pandangan matanya yang waspada. Mudah saja baginya untuk menganalisis bahwa lemari dapur merupakan tempat persembunyian si kembar. Ia menghampiri sarang persembunyian si kembar.

Jantung Andri serasa berhenti berdetak. Ia merasa riwayat mereka akan berakhir dalam hitungan detik. Berbeda dengan Andri yang pesimis, Fero menatap celah lemari dapur dengan mata menantang. Ia mencintai hidup walaupun hidup tak ramah baginya.

Daun pintu dapur terkuak. Tangan kiri Ibu meraih Andri yang sudah ngompol hingga ia terjerembab keluar lemari. Tak tinggal diam, Fero melesat keluar. Ia menggigit pergelangan tangan ibunya sekuat mungkin hingga Andri terlepas dari cengkeraman Ibu. Tapi, sang monster berbalik mencengkeram Fero.

"LARI! ANDRI, LARI! JANGAN PIKIRKAN DIRIKU! PANGGIL BANTUAN!" Teriak Fero.

Andri ragu-ragu menatap Fero. "TUNGGULAH! AKU PASTI DATANG KEMBALI!" Kemudian, ia berlari sesegera mungkin. Jika saja Andri tahu itu saat terakhirnya bersama dengan Fero dalam keadaan hidup, ia pasti akan memilih untuk menghadapi maut bersama-sama.

Cermin kembali hitam.  Kemudian, cermin menampilkan adegan mengharukan. Tampak Andri memeluk Fero yang bersimbah darah. Dengan napas tersengal-sengal, Fero berbisik parau, "Andri, kita tak bisa bersama lagi. Tapi, aku tak menyesal. Ibu sudah tiada. Aku membunuh monster itu untukmu."

   Dengan sisa kekuatannya yang terakhir, Fero tertawa dan menangis pada saat yang bersamaan. Andri memeluk belahan jiwanya erat-erat. Tak ingin melepaskan jiwa yang begitu ia sayangi. Ia merasa semua hal menjadi tak berarti ketika binar kehidupan di mata Fero menghilang untuk selamanya.

"Cukup menontonnya?" Seru bocah iblis yang tersenyum misterius di cermin. "Apa kesimpulanmu, Ray-ku yang cerdik?"

Aku terpana ketika menyadari suatu hal. Bocah iblis itu serupa dengan Fero, bocah yang membunuh dan terbunuh oleh ibunya sendiri! Sedangkan bocah yang Bernama Andri mirip benar dengan diriku sewaktu kecil!

TAK MUNGKIN!!!


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun