Tuyul Hitam gemetar ketakutan. Ia meringkuk di bawah tempat tidur Pak Romi. Ia berusaha menyembunyikan dirinya sebaik mungkin. Bisa saja ia melarikan diri, tapi ia tak tega meninggalkan Tuan Majikan-nya seorang diri.
  Tuyul Hitam merasa ini adalah akhir kisah hidup Pak Romi, Tuan Majikan tersayangnya yang telah mengurusnya puluhan tahun. Ia sangat mencintai Pak Romi walaupun ia sering disiksa oleh Pak Romi. Tapi, ia sungguh tak berdaya. Ia terlampau takut menghadapi sang anak iblis. Ia tak menyangka di dalam Jurnal Hantu terdapat anak iblis. Majikannya begitu ceroboh melepaskan segel anak iblis. Jika sudah begini, Tuyul Hitam pun tak bisa membantu. Ia hanyalah makhluk pesugihan yang ahli mencuri, bukan ahli perang.
  "ARGH, IA SEMAKIN MENDEKATIKU. TUYUL HITAM, TOLONG! AKU MENYESAL SERING MENYIKSAMU!" Teriak Pak Romi semakin histeris.
  "Ayah, jangan takut!" Ujar bocah tersebut dengan senyum semanis madu. Ia semakin mendekati Pak Romi. Bahkan, ia naik ke pangkuan Pak Romi. "Bukankah Ayah mengakuiku sebagai anak? Apakah Ayah mengingkari kata-kata Ayah sendiri?"
  Pak Romi meneguk ludah dengan susah payah. Jakunnya bergerak naik turun. Bagaimana mungkin ia mempercayai makhluk mistis ini?
  "Ayah, aku sangat lapar. Sebagai Ayah, tentu akan memberi anaknya makan, bukan?" Tanya bocah tampan itu memamerkan lesung pipitnya.
 Tanpa menghiraukan jawaban Pak Romi, bocah tersebut mengangkat kedua tangannya yang mungil ke depan. Mata bocah tersebut berubah dari cokelat tua menjadi kuning emas. Jantung Pak Romi berdetak luar biasa sangat cepat bak melakukan sprint hingga dadanya bergetar hebat.
   Pak Romi ternganga. Dadanya terkuak begitu saja. Ia ngeri melihat jantungnya yang berdetak-detak seperti bom waktu.
  "Tak terasa sakit kan, Ayah? Aku akan melakukannya secepat mungkin hingga kau tak akan menderita," kata bocah iblis tersebut. Senyumnya begitu manis hingga orang akan menyangka ia sedang membujuk ayahnya untuk memberinya permen susu.
  Dengan tatapan nanar, Pak Romi melihat jantungnya yang berlumuran darah melayang keluar dari rongga dadanya. Sekarang jantungnya berada dalam genggaman tangan mungil si bocah iblis. Beginikah rasanya mati tidak, hidup pun tidak.
 Tuyul Hitam tak tahan lagi. Persetan dengan keselamatan dirinya. Sekarang atau tak akan pernah. Dari bagian bawah tempat tidur, ia menerjang hingga tempat tidur tersebut terbalik. Sepasang matanya yang renta, mencari-cari majikannya yang telungkup di lantai. Ia langsung memeluk tubuh sang majikan.
  "Tuan Majikan, kau tak apa-apa, kan?" Tanya Tuyul Hitam dengan suara parau. Ia menangkup wajah Pak Romi yang bermimik ketakutan. Matanya melotot. Tuyul Hitam menjerit sedih ketika ia menyadari rongga dada Pak Romi tak berjantung. Ia menoleh ke arah anak iblis yang sedang rakus memakan jantung Pak Romi. "Mengapa kau lakukan itu? Mengapa kau membunuh Tuan Majikan-ku."
   Bocah iblis itu tersenyum dengan mulut mungil yang belepotan darah. "Perlukah kau menanyakan pertanyaan dungu seperti itu? Sudah jelas aku sangat kelaparan setelah terkurung sekian lama di dalam Jurnal Hantu. Tuan Majikan-mu sendiri yang mencari masalah. Ia meneteskan darah ke dalam Jurnal Hantu pada diriku yang kelaparan. Darah Tuan Majikan-mu membuatku merasa jauh lebih lapar. Aku sangat tersiksa. Untung saja, dengan darah Tuan Majikan-mu segelku terlepas dan aku bisa melepaskan diri dari Jurnal Hantu. Â
 "Jangan mencari pembenaran atas perbuatan jahatmu! Tetap saja kau tak perlu membunuh Tuan Majikan. Kau bisa mencari korban lain."
  "Kau menggelikan. Pantas saja kau betah diperbudak manusia selama puluhan tahun. Untuk apa aku mencari korban lain jika sudah ada korban yang tersedia di hadapanku," sahut bocah iblis dengan santai. Ia menjilati jari jemarinya dengan rakus. "Aku masih lapar. Jantung Tuan Majikan-mu hanya seperti cemilan bagiku."
  "Kau keji sekali."
 "Jangan munafik! Aku tahu kau juga menumbalkan manusia. Jadi, apa bedanya kau dan aku? Kita hanya menuruti insting berburu alami kita."
  Tuyul Hitam tersedu sedan. Ia menciumi wajah Pak Romi penuh kasih sayang.
 "Sudahlah! Tak perlu kau bersedih. Ia juga bukan manusia yang baik hati. Seharusnya kau berterimakasih padaku yang telah memutuskan ikatan perbudakanmu. Sambutlah hari-hari cerahmu! Pergunakan kebebasanmu sebaik mungkin! Aku saja sangat merindukan kebebasanku selama terkurung di dalam jurnal mengerikan itu. Begitu membosankan terperangkap di sana."
  "Apa yang baik menurutmu bukan berarti baik bagiku. Aku sangat bahagia bersama Tuan Majikan. TAPI KAU MERUSAK SEGALANYA. PADAHAL KAMI SUDAH BAHAGIA BERSAMA."
 Bocah iblis terkekeh. "Aku sungguh iri pada Tuan Majikan-mu. Ia begitu dicintai. Bagaimana jika aku menjadi Tuan Majikan-mu yang baru?"
  "Dasar iblis hina! Kau telah membunuh manusia yang paling aku cintai. Mana sudi aku menjadi budakmu. Jangan bermimpi! CUAAAAAH!!!" Kata Tuyul Hitam sembari meludahi wajah iblis yang dibencinya.
 Wajah bocah iblis yang tampan itu mengerut. Ia tampak sangat mengerikan dengan benjolan-benjolan bernanah di sekujur tubuhnya. Ketika pecah, benjolan itu menyemprotkan darah hitam yang menyembur ke arah Tuyul Hitam.
  Tuyul Hitam melolong kesakitan begitu darah hitam sang bocah iblis mengenai dirinya. Ia melirik Jurnal Hantu yang berada di atas buffet. Secepat kilat ia meraihnya dan melarikan dirinya.
***
"Raaay! RAAAAY!"
  Aku terbangun. Kulirik jam dinding yang menunjukkan jam 2 malam. Rasanya ada yang memanggilku.
"Raaay! RAAAAY!"
Benar! Ada yang memanggilku. "Tama, kaukah yang memanggilku?"
Tama, hantu kucing kesayanganku, menampakkan diri dari balik selimut di tempat tidurku. "Bukan. Aku tidur bersamamu sejak tengah malam."
Aku menghampiri arah suara yang memanggilku. Sepertinya, ia berada di luar rumah. Ah, sejak kapan jendela kamar tidurku ini terbuka. Angin malam meniup hordenku yang berwarna seputih salju hingga melambai-lambai seperti tangan-tangan yang membelai pipiku. Sungguh adegan klise ala film horor.
"Raaay! RAAAAY! Kemarilah!"
Tiba-tiba di jendela tampaklah seorang tuyul. Wajahnya yang kekanak-kanakkan tampak sangat tua dan letih. Ia tampak terluka parah. Di setiap luka menganga pada tubuhnya tampak kepulan asap.
"Aku ingin mengembalikan Jurnal Hantu. Sebaiknya Jurnal Hantu ini berada di tangan sang pewaris," ujar Tuyul Hitam.
"Terima kasih banyak. Tapi aku tak mengerti mengapa Jurnal Hantu ini berada pada dirimu?"
Tuyul Hitam meringis kesakitan hingga membuat diriku turut merasa sakit. "Maaf, aku yang mencuri Jurnal Hantu itu untuk Tuan Majikan. Tapi Tuan Majikan meneteskan darah segarnya pada Jurnal Hantu sehingga ia tewas!"
"Siapa Tuan Majikan-mu?" Tanya Tama dengan berwibawa. Hantu kucing ini berada di sampingku.
Tuyul Hitam terkulai lemas. "A...aku tak bisa mengatakannya. Lidahku tiba-tiba kelu. Ini pasti pengaruh Dia."
"Dia siapa?"
Mata Tuyul Hitam meredup seperti lampu yang akan mati. Dengan susah payah, ia berbisik, "Berhati-hatilah! Dia akan datang! Tolong balaskan dendam Tuan Majikan-ku"
Tuyul Hitam pun lenyap menjadi onggokan debu. Ia melebur dengan angin malam.
Aku dan Tama berpandangan dengan bingung. Siapa yang ia maksudkan dengan Dia?