Ustaz Saleh tersenyum dan berkata, "Ranko, tenang saja. Biar Bapak yang menangani masalah ini. Bapak biasa menangani masalah kerasukan roh jahat. Nah, mana ketiga anak kucing tersebut?"
Ranko menunjuk kandang kucing portabel berisi ketiga anak kucing tersebut. Ustaz Saleh mengamati dengan seksama. Ia tak menceritakan bulu kuduknya yang merinding pada Ranko saat ia menatap mata ketiga anak kucing tersebut. Ustaz Saleh menyayangi Ranko yang masih merupakan kerabatnya sehingga ia bertekad untuk membantu Ranko semaksimal mungkin.
Ketiga anak kucing tersebut tampak takut dan mengeong dengan sedih. Mereka tak ingin berpisah dari Ranko.
"Sebaiknya, sekarang juga Bapak membawa mereka. Di sebelah rumah Bapak, ada shelter kucing. Jadi, rencananya ketiga anak kucing tersebut akan Bapak titipkan pada Bu Irma sembari Bapak awasi. Tentu Bapak akan mendoakan dahulu ketiga anak kucing ini dulu sebelum diberikan pada Bu Irma."
"Terima kasih banyak. Bapak juga hati-hati saat membawa mereka."
Ustaz Saleh mengikatkan kandang portabel berisi ketiga anak kucing tersebut di jok belakang motornya. Ia menganggukkan kepalanya ketika Ranko melambaikan tangan.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Ustaz Saleh, ketiga anak kucing tersebut mengamuk dan menggeram. Di tengah perjalanan, ban motor bocor sehingga harus ditambal dulu. Perjalanan yang seharusnya sejam, menjadi 3 jam. Tidak mudah membawa ketiga anak kucing yang dirasuki roh jahat.
***
Setelah ketiga anak kucing tersebut diberikan pada Bu Irma melalui bantuan Ustaz Saleh dan juga menjalani perawatan selama sebulan, kesehatanku berangsur pulih. Oleh karena itu, aku mengajak Ranko untuk mengunjungi Ustaz Saleh dan Bu Irma.
"Assalamualaikum," seruku dan Ranko di depan rumah Ustaz Saleh.
"Wassalamualaikum." Ustaz Saleh membukakan pintu dan mempersilakan kami masuk ke dalam rumahnya. Ia berjalan tertatih-tatih dengan bantuan tongkat.
"Ustaz, sakit apa? Mengapa memakai tongkat?" Tanya Ranko.
"Entahlah. Bapak sudah diperiksa dokter beberapa kali, tapi tidak ditemukan penyakit apa pun. Kaki Bapak terasa sangat lemah dan sakit. Awalnya, malah Bapak hanya bisa rebahan selama dua minggu," jawab Ustaz Saleh. "Oh ya, kalian senang kopi susu kan?"
Ustaz Saleh berteriak ke istrinya, "Ma, tolong buat 2 gelas kopi susu untuk tamu kita."
"Tak perlu repot-repot, Ustaz. Maksud kedatangan kami ke sini untuk berterimakasih pada Ustaz atas bantuan Ustaz mengenai anak kucing yang kerasukan," ucapku.
"Ah, itu bantuan tak seberapa. Tapi Bapak mohon maaf. Kedua anak kucing, Lady dan Diana, lenyap. Sedangkan Mischa dirawat oleh Dyah, anak perempuan Bu Irma."
"Lenyap bagaimana?" Tanya Ranko.
"Ketiga anak kucing itu kan Bapak titipkan ke Bu Irma. Seminggu setelah dititipkan, Lady dan Diana melarikan diri. Pak Rio, penunggu pemakaman umum mengaku melihat Lady dan Diana bermain di dekat rumpun bambu. Ia berpikir untuk mengembalikan Lady dan Diana keesokan harinya karena hari menjelang malam. Mereka kan hanya bisa merangkak sehingga tak akan bisa berjalan jauh. Tapi esok harinya, ternyata mereka menghilang begitu saja. Bapak juga sempat mencari mereka, tapi nihil."
"Lady dan Diana tidak bisa berjalan normal. Mengapa mereka bisa ada di sana?" Tanya Ranko.
"Letak pemakaman umum tepat berada di sebelah shelter. Mungkin mereka merangkak melalui pintu pagar belakang rumah Bu Irma yang rusak."
"Ustaz, kami juga ngin berterimakasih secara langsung pada Bu Irma," ujarku.
Untuk sejenak, Ustaz Saleh termenung. "Bu Irma baru saja meninggal dunia tiga hari yang lalu."
"Sakit apa?" Tanyaku dengan perasaan tak enak.
"Tiba-tiba Bu Irma didiagnosis kanker tulang stadium akhir. Walaupun, kaki kanannya diamputasi, tapi nyawanya tetap tak tertolong."
Aku dan Ranko terperangah. Apakah ini hanya kebetulan belaka atau ada kaitannya dengan ketiga anak kucing? Bahkan, Ustaz Saleh juga sulit berjalan.
Masih menjadi misteri siapa yang meletakkan kardus berisi anak kucing di depan rumahku. Apakah ada orang yang diam-diam membenciku atau pesugihan yang meminta tumbal secara random?
***
Sepasang mata hijau sebesar bola tenis mengintip kediaman Pak Romi. Ia heran mengapa Pak Romi melakukan praktek ilmu hitam. Ia tahu Pak Romi yang meletakkan kardus berisi tiga anak kucing di trotoar. Tapi, apa tujuan Pak Romi mencelakai anak kesayanganku? Begitu pikir makhluk mistis bermata hijau tersebut. Ia sangat tak menyukai roh jahat yang merasuki ketiga anak kucing tersebut sehingga ia menyerang mereka dengan brutal. Tanpa sepengetahuan siapa pun,
"Tuyul, rupanya kita kedatangan tamu," ucap Pak Romi sembari menyeringai. Ia mengetahui makhluk mistis yang mengintip kediamannya ialah seekor harimau jadi-jadian.
"Biar saya yang menangkapnya, Tuan. Ia bisa menjadi budak Tuan," kata Tuyul Hitam sembari terkekeh.
"Apa kau sanggup menanganinya? Aku tak ingin kehilanganmu. Kau tuyulku yang paling setia dan bisa diandalkan. Tak seperti tuyul yang diperangkap dengan mudahnya oleh Ray, anak ingusan itu."
Tuyul Hitam menjerit marah karena merasa sangat tersinggung. "Tuan, jangan berkata begitu! Aku yang istimewa ini berbeda dengan tuyul biasa. Aku sudah mengabdi pada Tuan berpuluh tahun sehingga sudah banyak makan asam garam. Aku tak akan bersikap ceroboh."
Pak Romi tersenyum melihat kepercayaan diri budaknya yang paling kompeten. Tuyul Hitam memang tak sedap dipandang mata. Ia sudah menua secara mistis seperti diri Pak Romi yang menua secara alami. Dulu Pak Romi memperoleh Tuyul Hitam dari guru ilmu hitamnya yang sakti. Salah satu persyaratan untuk memperoleh Tuyul Hitam ialah bertapa selama sebulan di hutan belantara dekat lereng Gunung Kawi.
Siapapun yang melihat penampilan Tuyul Hitam, tak akan menyangka makhluk mistis ini sangat berbahaya dan cerdik. Wajahnya kekanak-kanakkan. Tapi kulitnya yang kisut dan urat-urat saraf kehijauan yang tampak di bawah kulitnya, menandakan ia berusia sangat tua. Kepalanya yang botak memiliki lipatan-lipatan kulit sehingga tampak kendur. Gigi taringnya kecil, tapi setajam stiletto.
Sudah banyak orang yang menjadi korban Tuyul Hitam. Ia piaraan pertama Pak Romi dan yang paling disayang. Apa pun keinginan Tuyul Hitam, Pak Romi pasti memenuhi permintaannya. Si Tuyul Hitam sangat menyukai susu sapi segar, ikan segar, darah ayam hitam, telur ayam kampung mentah dicampur madu, dan kemenyan. Sebaliknya, Tuyul Hitam pun bekerja dengan sangat baik. Ia berjasa menumpuk kekayaan Pak Romi hingga berlimpah ruah dengan menumbalkan hidup banyak orang. Tuyul Hitam sangat berhati-hati mencari mangsanya agar tak berbalik menjadi bumerang baik bagi diri Pak Romi maupun dirinya.
Tak seperti perawakannya yang pendek dan tambun, Tuyul Hitam sangat gesit. Ia berlari ke halaman belakang tempat persembunyian si harimau jadi-jadian.
"Hey, penyelundup. Apa tujuanmu datang kemari?" Tanya Tuyul Hitam. Ia berkacak pinggang dengan pongah. Sungguh jenaka melihat Tuyul Hitam yang hanya menggunakan celana kolor putih kusam, membusungkan dada sebangga burung merak jantan.
Harimau jadi-jadian itu meraung penuh ancaman. Ia tak menampakkan keseluruhan dirinya, tapi hanya sepasang bola mata hijau yang melayang di udara setinggi dua meter. Sepasang bola mata itu berpendar seperti api hijau sehingga area tersebut terang benderang. Si Tuyul Hitam pun buta mendadak. Ia langsung berlari menghampiri majikan tersayangnya dan merengek minta dikasihani.
"Aduh, cahaya apa yang dipancarkan mata makhluk jahat itu? Tuan, mataku sakit sekali," keluh Tuyul Hitam. Kelopak matanya melepuh.
"Hebat juga kemampuan mistis harimau jadi-jadian itu. Ia akan sangat bermanfaat jika menjadi budakku," kata Pak Romi sembari mengerutkan kening. "Aku heran apa tujuannya memata-matai kita. Sungguh besar nyalinya. Ia tak tahu apa yang akan ia hadapi."
Pak Romi tertawa berderai hingga perutnya terguncang-guncang. Tuyul Hitam meringis, tapi ia memaksakan diri untuk ikut tertawa. Ia tak mengerti mengapa tuannya begitu riang walaupun diri Tuyul Hitam terkena celaka. Ia memejamkan mata dan meringkuk di sarangnya yang nyaman, yaitu punggung lebar majikannya. Dunia Pak Romi ialah dunia Tuyul Hitam. Kebahagiaan Pak Romi ialah kebahagiaan Si Tuyul Hitam juga.
Bab 23 badut mr bo