Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerbung

Jurnal Hantu, Bab 8 - Hilangnya Farell Bagian 1

17 September 2024   07:15 Diperbarui: 17 September 2024   07:19 51 1
"Ray, apa kau sudah mendengar hilangnya Farrel?" Tanya Tama, si hantu kucing yang super angkuh. Seperti biasanya kepalanya begitu tegak.


"Hmmm..." Gumamku yang sedang asyik mendengarkan lagu Fun feat Janelle Monae-We are Young. Kepalaku yang menggunakan headset hitam bergoyang-goyang mengikuti irama lagu ceria. Suara khas Nate Ruess bergema di hatiku. Yeah!


"RAY! RAAAY!"


Aku membalikkan tubuhku. Tidak bisakah di akhir pekan ini aku me-time? Aku terkikik melihat mulut Tama yang segaris itu bergerak secepat laju meteor.


"Aduh! Hey, Tama gila! Bulu buntutmu masuk ke dalam mulutku," protesku. Tanganku sibuk menyingkirkan buntut hantu kucing nakal ini. Seperti hantu rubah berekor sembilan, buntut Tama pun ada sembilan buah. Seluruh buntut itu mengepak-ngepak dan mengibas mulutku.


"Makanya, singkirkan dulu headset-mu," seru Tama sembari menggeserkan headset di kepalaku.


Aku menggerutu, "Ada apa sih? Persediaan snack ikan salmonmu habis lagi?"


Tama menggelengkan kepala dengan penuh wibawa. "Aku bukan hantu kucing yang rakus. Tidak seperti kau yang sanggup menyantap sekaligus 2 mangkuk bakso, 1 mangkuk mie ayam, dan 1 mangkuk es doger."


"Siapa yang merengek tengah malam minta dipesankan Go Food ikan salmon bakar?" Balasku. Aku menghindar dari jurus seribu cakarnya Tama dengan cekatan. Setelah menjadi korban bully cakar hantu kucing ini, kecepatan tubuhku meningkat drastis. "Siapa yang mengigau salmon...salmon...salmon...tongkol...tongkol...tongkol."


"Awas ya kau! Mulai berani bertingkah. Begini juga usiaku jauh lebih tua darimu," sahut Tama. Ia mengeong keras.


"Baik, Kakek Tama. Hamba siap menerima perintah," kataku sembari membungkukkan badan sembilan puluh derajat. Ternyata itu posisi salah. Tama langsung mengambil kesempatan dan menjitak kepalaku dengan penuh semangat.


"Aduh! Keras sekali kau memukul kepalaku," protesku. "Bisa benjol sebesar telur burung unta."


"Supaya pikiranmu Kembali jernih. Ada yang harus kita diskusikan."


"Mengenai apa?" Tanyaku sembari duduk di atas bantal lantai bermotif macan tutul. Aku memeluk boneka guling berkepala beruang, hadiah dari Ranko-chan. Aku sungguh-sungguh iri pada dirinya. Gadis imut keturunan Jepang itu sedang study tour ke Lembang. Via status WhatsApp, ia memamerkan dirinya sedang memetik stroberi dengan kawan-kawan sekolahnya. Ia memeras susu sapi. Ia mandi air panas di Ciater. Bahkan, ia juga makan telur rebus yang dimasak dengan air panas di Ciater tersebut. Aku mengirimkan pesan WhatsApp pada dirinya. Cukup pamer wisatanya. Ia malah membalas dengan emoticon beruang menggoyangkan pinggulnya. Hey!


Tama menghela napas. "Ini persoalan rumit. Aku mendengar kabar buruk dari Ismi, hantu kucing sebelah rumah. Farrel, anak Pak Rama, menghilang sejak kemarin sore."


"Kemudian, apa hubungannya denganku? Seharusnya Pak Rama menghubungi polisi."


PLETAK!


Aku meringis kesakitan. Jemariku meraba jidatku. Hantu kucing yang satu ini sungguh-sungguh pemarah.


"Dengar dulu penjelasanku."


Aku mengganggukkan kepala ala militer.


Tama menggeram, "Ismi berkata terakhir kali ia melihat Farrel di halaman belakang rumahnya saat menjelang Magrib. Ia mendengar kepakan sayap. Tiba-tiba Farrel menghilang."


"Kepakan sayap? Maksudnya? Makhluk abadi itu?" Tanyaku ngeri. Tiba-tiba bulu kudukku merinding.


"Yah, seperti yang kau duga. Kita berhadapan dengan makhluk mistis yang mengerikan."


"Ah, aku tak sanggup jika harus berhadapan dengan Vampir. Bagaimana jika leherku digigit Vampir dan aku berubah menjadi Vampir seperti Bella Swan? Aku pemburu hantu amatir, tapi harus terus berhadapan dengan hantu yang kuat sejak awal karirku," cecarku.


PLETAK!


"Jangan main kasar dong!"


"Siapa yang berkata itu Vampir?"


"Jadi?"


"Kalong wewe."


"Ehm, memangnya kalong wewe benar-benar ada? Bukankah itu hanya legenda saja?" Tanyaku polos.


"Ada," sahut Tama singkat.


"Tapi, Pak Rama tidak meminta kita untuk mencari anaknya."


"Ini permintaan khusus Ismi."


Aku menekur. Siapa lagi Ismi?


BOOM!


Seekor hantu kucing berbulu abu-abu muncul. Ia begitu cantik dan imut dengan muka lebar dan mata sebiru langit. Sungguh berbeda auranya dengan Tama yang angker. Aku melirik Tama dengan ekor mataku dan disambut dengan tatapan bengis seolah-olah ia mengetahui apa yang ada di pikiranku.


"Hai, Ray. Perkenalkan aku Ismi. Dulu aku kucing yang menjadi teman masa kecilnya Rama."


"Hai, Ismi. Senang berkenalan denganmu. Aku tak menyangka Tama memiliki sahabat yang cantik sepertimu," sahutku sembari menyeringai. Tama langsung menggigit ibu jari tangan kananku. Ouch!


Ismi tersenyum manis. Jika kau bisa menyebut seringai itu sebagai senyum. Hehehe.


Ia mendehem, "Ray, kau tentu sudah mendengar masalah hilangnya Farrel. Aku sungguh mohon bantuan kau dan Tama untuk mencari Farrel yang diculik kalong wewe."


"Tapi, bagaimana dengan Pak Rama?"


"Pak Rama tidak mempercayai dan menolak hal-hal yang berbau mistis. Walaupun aku menampakkan diri di hadapannya, ia hanya menganggap diriku sebagai halusinasi. Bagaimana mungkin jika aku berkata pada dirinya bahwa anak tunggalnya diculik kalong wewe?" Ismi mendesah. "Aku kasihan sekali pada Farrel. Kita berpacu dengan waktu karena anak yang diculik kalong wewe biasanya menjadi bisu ketika ditemukan."


"Baiklah. Jadi, bagaimana rencana kita?" Tanyaku sembari menoleh pada Tama.


"Aku sudah melakukan penyelidikan awal dan menanyai roh-roh penunggu rumah di area ini. Mereka curiga Farrel dibawa oleh kalong wewe ke rumah kosong milik Almarhum Pak Danu."


"Rumah angker di atas bukit itu? Rumah tanpa atap yang Sebagian besar dindingnya sudah runtuh?"


Tama dan Ismi kompak mengganggukkan kepala.


"Aduh, rumah itu seramnya luar biasa. Tapi, kita mencarinya saat terang matahari, kan?" Tegasku.


Tama dan Ismi menatapku datar.


"Ya. Ya. Aku mengerti. Kita harus mendatanginya tepat tengah malam."


"Tidak perlu tengah malam. Sehabis Magrib juga sudah bisa," ujar Tama. "Malam ini juga kita berangkat."


"Aku juga akan ikut."


"Ismi, kau tak perlu ikut. Biar kami, para pria, yang menghadapi kalong wewe," kata Tama gentle. Ia sedikit membusungkan dadanya yang kurus. Seringkali aku heran pada Tama yang selalu terlihat kurus padahal ia makan begitu banyak. Mungkin hantu kucing memang makan, tapi nutrisinya hilang entah ke mana.


"Tidak. Aku tetap ikut. Aku sangat khawatir pada Farrel. Aku bisa menghibur Farrel. Sebenarnya, ia indigo dan bisa melihatku."


"Dasar perempuan. Tak mau mengerti bahwa perburuan ini berbahaya." Tama menyerah sembari menggerutu. Misainya bergerak-gerak lucu.


Aku menyeringai. Ternyata Tama jatuh hati pada hantu kucing imut ini.


***

"Tam...Tama..." Bisikku. "Kita sudah mencari Farrel selama 5 jam di rumah seram ini. Tapi, tidak ada tanda-tandanya anak kecil itu maupun si kalong wewe."


"Aku yakin kalong wewe dan Farrel tinggal di sini. Aku bisa mencium keberadaan mereka sebelumnya di sini," kata Ismi. Dahinya berkerut. "Tidak mungkin salah."


Tama menyeringai. Ia menunjuk ke arah langit. Tapi, aku tak bisa melihat apa pun. Semuanya begitu pekat. Tama bersikeras agar aku memfokuskan pandangan pada satu titik. Aku terpana. Kalong wewe terbang mendekat! Ia terbang berputar di atas reruntuhan rumah ini. Kibasan sayap kalongnya menyebabkan angin besar yang membuat kami sulit berdiri tegak. Bahkan, Tama yang kuat pun kesusahan menjaga dirinya agar tidak terpelanting. Ismi berpegang erat pada ujung bawah celana panjangku. Good girl!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun