Nama klien : Pak Romi.
Alamat: Jl Marga No. 20, Bogor.
Waktu bertemu: Jam 20.00.
Hantu: Tuyul Hitam.
Keahlian: Mencuri Uang dan Barang Kecil.
Aku menghela napas. Pekerjaan sudah datang kembali. Lelah juga menjadi pemburu hantu. Tuyul Hitam? Mungkin ia dinamakan Tuyul Hitam karena sekujur tubuhnya berwarna hitam. Bicara tentang hitam, aku ingin sekali minum kopi espresso dan donat hazelnut. Nikmatnya!
Tama, si roh kucing hitam, langsung bangun dari tidurnya ketika aku bersiap untuk pergi ke rumah Pak Romi. Tama telah membuktikan keahliannya sebagai partner pemburu hantu. Sayangnya, ia sangat perhitungan! Apakah kinerja berbanding lurus dengan pembayaran?
***
TING TONG
TING TONG
TING TONG
Setelah menekan bel tiga kali, barulah Pak Romi yang berusia setengah baya, membukakan pintu pagar. Sikapnya begitu waspada. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan seakan khawatir kedatanganku menjadi perhatian tetangga.
"Maaf ya, Ray. Aku tidak ingin beberapa tetanggaku yang tukang bergosip itu, ikut campur dalam urusan ini. Namamu Ray, kan?"
Aku mengangguk. Tanganku terlipat rapi di pangkuan. Tama yang kasat mata, menggelendot manja di kakiku. Sekarang aku mengerti perasaan calon menantu jika berkunjung ke rumah calon mertuanya karena Pak Romi yang bertampang serius dan berkacamata tebal, menginterogasi kehidupan pribadiku dengan begitu teliti.
"Aku ingin kau mengusir Tuyul Hitam yang berada di rumah ini. Akibat kemunculan Tuyul Hitam itu di halaman rumahku, para tetangga menggosipkanku bahwa aku memelihara tuyul. Mereka memaksaku untuk mengganti uang dan barang yang dicuri si tuyul. Tentu saja aku menolak permintaan mereka sehingga mereka memusuhiku. Anak-anak kecil bernyanyi Majikan Tuyul Hitam setiap melihatku. Bahkan, mereka mencoret-coret dinding pagar rumahku dengan tulisan rumah Tuyul Hitam. Aku jengkel sekali hingga tekanan darahku naik."
Aku menggigit bibir untuk menahan senyum yang hendak terlontar. Pak Romi terlihat jenaka ketika mencurahkan perasaannya yang tertekan. Ia terus-menerus mengacak-acak rambutnya. Sembari menampilkan ekspresi serius, aku berkata, "Tenang saja Pak Romi. Tuyul Hitam tersebut bisa kuatasi."
Pak Romi mengusap keringat yang bercucuran di dahinya. "Hidupku sangat sengsara sejak adanya Tuyul Hitam. Ia berkeliaran di seluruh penjuru rumah. Ia mengganggu tidurku hingga aku berkantung mata panda!"
Tepat ketika Pak Romi selesai mengucapkan kalimat itu, sang Tuyul Hitam muncul dan bersandar santai di dadanya. Pak Romi berteriak histeris, "Tuyul Hitam abnormal! Jauhkan dia dariku! HIIIIY!"
Tentu saja si Tuyul Hitam terkekeh kesenangan. Ia menatapku dengan menantang sembari meleletkan lidah. "Apakah buku bagus ini milikmu?"
Aku sangat terkejut melihat Jurnal Hantu yang seharusnya masih berada di tas pinggangku, ada di genggaman Tuyul Hitam yang melompat kegirangan seperti kutu loncat. Kapan ia mencurinya? Dengan jengkel aku mengejar Tuyul Hitam iseng tersebut, sedangkan Pak Romi pingsan dengan anggun di atas sofanya.
Tuyul Hitam tersebut bergerak dengan sangat gesit. Ia muncul dan menghilang dalam satu kedipan mata hingga aku kewalahan. Tapi, Tama hanya memperhatikan tingkah lakuku dan Tuyul Hitam dengan santai. Tama, bantu aku dong!
"Ray, Ray ingin buku berharga ini. Apakah isinya?" Tuyul Hitam tersebut membuka Jurnal Hantu dengan penasaran. "Kosong?"
"Ini saatnya, Ray!" Seru Tama.
Aku tersadar dan mengucapkan kalimat berikut.
Makhluk kegelapan kembalilah ke asalmu.
Aku membebaskanmu dari perjanjian terkutuk.
Mahkluk kegelapan terkurunglah kau di sini.
Abadilah dalam keheningan.
Lucu sekali melihat Tuyul Hitam yang menjerat dirinya sendiri dengan membuka Jurnal Hantu. Tuyul Hitam pun terkurung dalam Jurnal Hantu. Aku masih bisa melihat dirinya yang menggeliat-geliat murka di halaman Jurnal Hantu. Ia memamerkan taringnya yang tajam, tapi siapa yang takut? Hehehe.
Tak kusangka. Tuyul Hitam menangis. Ia duduk dengan lesu. Ia melakukan gerakan menulis di udara.
SALAH.
"Salah? Apanya yang salah?" Tanyaku pada Tama yang terpekur. Hantu kucing ini jenius dan logis.
"Terlalu mudah menangkap Tuyul Hitam. Apakah kasus perburuan sesederhana ini?"
"Bisa saja. Tuyul Hitamnya terlampau percaya diri dan ceroboh."
Tama menutup kedua matanya. Keningnya sedikit berkerut.
"Aku masih merasa ada yang janggal."
Aku mengangkat bahu. Kepribadianku yang santai, tak bisa memahami jalur pikiran Tama yang serumit labirin.
Tama berdecak. "Sungguh dungu. Coba kau periksa kalimat penjelasan yang tertera di bawah Tuyul Hitam dalam Jurnal Hantu. Bukankah kau sendiri yang berkata setiap hantu yang terperangkap dalam Jurnal Hantu tersebut akan ada penjelasannya"
Tuyul, makhlus mistis ini sangat ahli mencuri. Tapi tidak ada tulisan tuyul hitam?
Aku terperanjat ketika melihat warna tubuh Tuyul Hitam memudar hingga akhirnya menjadi seputih kapas.
"Aduh! Kita salah menangkap Tuyul," sahutku panik.
Tama memejamkan mata sembari menggeleng-gelengkan kepala. "Sihir kamuflase, yaitu sihir yang bisa menipu mata manusia biasa."
"Apa yang harus kita pertanggungjawabkan pada Pak Romi?" Bisikku pada Tama.
Tama mendesah. "Aku malu. Walaupun aku sudah menjadi hantu kucing puluhan tahun, aku jarang berhubungan dengan dunia mistis di luar rumah Nona Missy. Tapi, itu bukan alasan. Bagaimana bisa aku lupa memberitahumu bahwa Tuyul Hitam itu bukan tuyul yang tubuhnya berwarna hitam."
"Jadi, tubuh Tuyul Hitam berwarna apa?"
"Seperti tuyul biasa. Warna tubuhnya hampir tidak ada bedanya dengan tuyul biasa."
"Tapi, tuyul yang kita tangkap juga warna tubuhnya kembali normal," sanggahku keras kepala.
Tama terpekur. "Kau tak mengerti, ya? Tuyul Hitam itu tuyul yang dipelihara oleh seorang dukun. Tuyul Hitam lebih sakti dibandingkan tuyul biasa."
Aku terpana mendengar penjelasan Tama. "Jadi, di mana Tuyul Hitam?"
"Ada yang berusaha mempermainkan kita. Perasaanku tak enak. Sebaiknya, kita segera keluar dari rumah ini."
"Bagaimana dengan Pak Romi? Kita sudah berjanji untuk menyelesaikan tugas ini."
Tama mendecakkan lidahnya. "Aku tak percaya pada Pak Romi. Ia sangat aneh. Dari tubuhnya aku bisa mencium aroma darah."
"Masa?" Aku bergidik. "Apa ia Tuyul Hitam-nya? Tapi, ia terlalu gendut untuk menjadi tuyul."
Tama terkekeh. "Hey, jangan body shaming."
"Selain itu, wajahnya terlampau tua untuk menjadi tuyul. Tidak innocent," lanjutku serius.
Tama malah nyengir mendengar analisisku. "Ray, Ray, kau ini memang masih begitu belia."
"Jangan meremehkanku," sergahku sembari mendengus.
"Kau melupakan clue-nya. DUKUN."
Aku terperanjat. "Pak Romi tidak memiliki tampang dukun. Ia begitu rapi."
"Kau ini aneh. Memangnya kau pikir dukun itu harus berambut gimbal? Berbaju hitam? Juga memakai kalung dan gelang tengkorak?"
"Yeah. Tepat sekali gambaranmu. Tambahkan juga aroma kemenyan," sahutku sembari menjentikkan jari.
Tama menghela napas. "Dasar polos. Mari segera keluar rumah ini."
"Bayaran kita bagaimana? Setidaknya, kita sudah menangkap seekor tuyul."
"Sudah begini kau masih juga memikirkan honor? Lupakan saja," tegas Tama. "Nanti kau blokir no handphone Pak Romi. Kita tak perlu berurusan dengan dukun ilmu hitam. Aku tak mengerti apa maunya dia berpura-pura sebagai korban Tuyul Hitam. Bahkan, ia mengorbankan salah satu tuyulnya yang kemampuan mistisnya masih rendah."
"Mungkin saja hanya untuk menghentikan gosip tetangga yang sudah melihat tuyul?"
"Bisa jadi. Entahlah. Perasaanku tak enak."
Aku tak menyadari bayangan gelap yang mengamati kepergianku dan Tama. Pak Romi mengintip dengan seksama. Ia tersenyum misterius. Di punggungnya tersampir tuyul yang tampak renta. Kulit tuyul tersebut putih dengan urat saraf yang kebiru-biruan. Mata tuyul tersebut setengah terpejam.