"Karin, kamu menangis?"
"Tidak. Mataku terkena debu."
"Benar kamu tidak apa-apa?"
"Ya. Percayalah!"
"Karena tadi aku melihat adikmu yang berandal itu baru saja bicara denganmu. Dan sekarang matamu langsung merah!"
"Oh, adikku hanya bertanya tentang Andri. Dia tidak suka aku berhubungan dengan Andri."
"Adikmu aneh! Masa dia tidak suka kakak kembarnya punya pacar? Andri kan ganteng, pintar, dan jago main basket. Aku rasa seluruh siswi SMA ini senang dengan dia. Memang sih dia cool sekali. Dia adem ayem saja walaupun Vera yang seksi mendekati dia. Tapi, kan cewek zaman sekarang senang tantangan. Jadi, karena itu kamu menangis? Adikmu tidak punya perasaaan sama sekali."
"Bukan begitu. Dia hanya khawatir padaku, Risma. Dia takut Andri hanya ingin mempermainkan aku," bela Karin.
"Ok, terserah kamu. Kalau kamu perlu bantuan, bilang saja ya!"
"Kamu baik sekali, Ris."
"Tentu, Karin. Karena kamu manis dan lembut sekali. Jauh berbeda dengan adikmu yang kasar! Apa kamu tahu, minggu lalu dia berani berdebat dengan Bu Tara."
"Aku tidak tahu sama sekali?"
"Aku kebetulan melewati ruang kelas IIA. Untung ya, kalian tidak sekelas. Agak bingung juga membedakan wajah kalian yang serupa seperti pinang dibelah dua, sama cantiknya. Tapi, karena karakter kalian jauh berbeda, masih bisa membedakan dari mimik. Kalau kamu selalu tersenyum manis, adikmu cemberut terus."
"Ah, kamu bisa saja. Jadi, mengapa Bu Tara memarahinya?"
"Buku tugas Bella penuh dengan tulisan yang menjelek-jelekkan kamu dan dia bahkan ingin membunuhmu."
"Masa? Tidak mungkin. Kamu pasti bohong!" Wajah Karin langsung pucat.
"Iya, benar. Aku berani sumpah! Bu Tara teriak-teriak memarahinya. Padahal Bella anak kesayangan Bu Tara karena dia jago Matematika. Baru kali ini aku mendengar Bu Tara marah besar! Aku rasa banyak siswa lain yang mendengarnya. Apalagi ada Maya, dia kan biang gosip di sekolah kita. Aku juga merasa heran. Kamu kakak kembarnya. Harusnya kalian dekat dan saling support. Sepertinya dia jealous denganmu!"
"Untuk apa dia jealous denganku? Kami kembar. Wajah kami serupa."
"Karena kamu cantik wajah dan hati. Banyak cowok yang ingin mendekatimu. Banyak yang merengek minta dicomblangin denganmu. Tapi, aku tolak. Aku takut salah. Lebih baik kamu memilih sendiri yang terbaik untukmu."
"Terimakasih, Risma. Kamu benar-benar mengerti sifatku. Aku suka sekali Andri. Sabtu besok kami akan datang bersama ke pesta ultah Fani."
"Berarti Andri sudah menembakmu?"
"Iya, tadi saat jam istirahat pertama," kata Karin dengan pipi memerah jambu.
"Kalau begitu selamat, Karin! Aku ikut senang. Sudah, kamu jangan pedulikan adikmu!" Seru Risma. Karin hanya tersenyum simpul.
***
"ADUH! Bella, hentikan! Sakit!" Seru Karin sambil berlinang air mata.
"Bella, hentikan! Lepaskan kakakmu! Masa kamu mengacungkan pisau lipat ke kakakmu?" tegas Andri sambil menepis pisau lipat tersebut.
"Bagus sekali, Andri! Untuk apa kamu dekat-dekat kamar mandi perempuan? Mau mengintip kakakku ya?" Ejek Bella.
"Aku hanya kebetulan lewat dan mendengar suara ribut-ribut yang ternyata jeritan Karin. Untuk apa kamu mengancam kakakmu sendiri? Sebenarnya kalian ada masalah apa?"
"Bukan urusanmu!" seru Bella sambil mendorong Andri yang menghalangi jalannya. Dia berlari cepat, tapi tetap saja Andri melihat tatapan matanya yang marah, kecewa, tapi rasanya miris melihatnya! Seperti memendam rasa pilu.
"Karin, kamu tidak apa-apa?"
"Ya, Andri. Terimakasih telah menolongku. Kamu datang saat yang tepat sekali. Kamu benar-benar Pangeranku! Tadi aku takut sekali. Kadang-kadang Bella bisa sangat menakutkan!" Bisik Karin sembari memeluk Andri.
"Karin, hentikan! Nanti bagaimana kalau ada yang melihat? Apalagi kalau guru? Kita bisa dipanggil ke ruang BP," kata Andri jengah melepaskan rangkulan Karin.
"Biar saja. Biar mereka tahu kita mempunyai hubungan spesial."
"Tapi, aku kan tidak menyimpan perasaan cinta," sanggah Andri.
"Kamu mengajakku pergi ke pesta ultah."
"Sebenarnya, aku ingin mengaku. Aku baru menyadarinya. Kuharap kamu tidak marah."
"Maksudmu?"
"Aku ingin menjelaskan kesalahpahaman ini. Aku merasa tidak enak jika tidak jujur. Sebenarnya, yang ingin kuajak itu adikmu. Aku salah mengira kamu adalah dia. Aku merasa dia itu soulmateku. Dia itu pintar, cuek, agak tomboy. Tapi, kalau sudah tersenyum, manis sekali. Aku langsung jatuh cinta ketika melihat dia menolong anak kucing yang hampir tertabrak mobil. Sejak itu aku sering memperhatikan dia diam-diam karena dia itu galak sekali! Dia pernah memelototiku ketika memergokiku menatapnya. Tapi, melihat perbuatan dia tadi, aku menjadi ragu. Apa benar penilaianku selama ini? Dia kasar sekali terhadapmu. Tadinya aku tidak percaya gosip yang beredar bahwa Bella benci kakaknya sendiri. Aku bingung sekali."
"Andri, aku tidak ingin memberitahumu. Ini rahasia keluargaku. Bagaimana, ya? Kalau aku tidak cerita padamu, seperti aku menyembunyikan bangkai. Tapi, maukah kamu berjanji untuk tidak menceritakan hal ini kepada siapapun?"
"Ya, Karin. Tentu saja. Rahasia apa? Aku janji tidak akan cerita kepada siapapun. Aku kan cowok, tidak akan bergosip."
"Sini! Dekatkan kepalamu!" perintah Karin.
"Ya Tuhan! Tidak mungkin!" sahut Andri terkejut sekali setelah memdengar bisikan Karin.
"Benar, Andri."
"Tidak mungkin Bella seorang psikopat!"
"Percayalah padaku! Orangtuaku selalu membawa Bella untuk berobat ke psikiater. Karena Bella selalu merebut apapun yang dia inginkan dan sering berlaku kasar. Aku senang kamu suka Bella. Tapi, aku kamu siap dengan kelainan jiwa Bella? Sewaktu kecil, dia pernah mendorong jatuh pengasuh kami dari anak tangga teratas, hanya karena marah ketika disuruh tidur siang. Bella pernah memukul kepala anak tetangga dengan gunting karena dia tidak mau meminjamkan bonekanya. Dan masih banyak lagi. Aku malu menceritakan aib ini. Dia masih tetap adik kembarku dan aku sangat menyayanginya. Sepertinya Bella menyukaimu dan marah kepadaku ketika kamu menghampiriku dan mengajakku ke pesta itu. Padahal sekarang aku tahu, kamu sebenarnya suka dia. Aku bisa menjelaskan hal ini kepadanya. Aku turut bahagia jika Bella bisa jadian denganmu. Walaupun aku juga suka kamu."
"Tidak perlu, Karin. Aku ingin berpikir dulu."
"Jadi, bagaimana? Kamu tetap akan pergi denganku besok?"
"Ya."
"Aku senang mendengarnya," seru Karin sembari tersenyum manis.
***
"Mengapa Mama melakukan hal itu padaku? Aku tidak mau pindah ke Jakarta! TIDAK MAU!"
"Karin sayang, Papa khusus memintamu untuk datang tinggal bersamanya. Dia merasa kesepian dan ingin bersama denganmu. Kamu harus mengepak bajumu dan berangkat sekarang juga."
"Bohong! Papa selalu lebih sayang Bella. Mengapa dia sekarang memilihku? Padahal aku sekarang punya pacar. Besok aku akan first date."
"Tidak, Karin. Nanti Mama dan Bella akan menyusul sebulan lagi. Mama masih harus mengurus pekerjaan Mama di kantor."
"Kalian jahat!"
Keesokan paginya Mama menjerit histeris melihat tubuh Karin yang terkapar di kebun. Rupanya Karin melompat dari balkon.
***
Tok...tok...
"Hi, Karin. Sudah siap pergi? Wah, kamu cantik sekali!"
"Hi, Andri. Aku Bella. Karin sedang di rumah sakit. Dia koma."
"Mengapa? Kemarin dia sehat-sehat saja?"
"Dia berusaha bunuh diri."
"Kalau begitu bagaimana kalau kita menengoknya saja?"
"Kamu baik sekali, Andri! Oh ya, ini ada surat dari Karin sebelum dia melompat bunuh diri."
Andri, maaf sekali, aku sudah membohongimu. Aku malu sekali. Sebenarnya yang psikopat itu aku, bukan Bella. Aku akan senang sekali jika kamu berpacaran dengan Bella. Kematianku akan membawa ketenangan untuk keluargaku.Karin.
Wajah Andri langsung pucat pasi. Apalagi ketika dia menatap senyum Bella. Mengapa senyum Bella sekarang seperti Karin? Dia tersenyum penuh kemenangan? Jangan-jangan Karin menyamar menjadi Bella? Atau memang ini diri Bella yang sebenarnya? Siapakah yang psikopat? Bella atau Karin?
***
"Ma..."
"Sayang, jangan banyak bergerak. Syukurlah kamu sadar setelah sebulan, Karin. Mama khawatir sekali. Setelah sembuh, kamu harus berobat ke psikiater terkenal di Jakarta."
Ma, aku Bella. Bukan Karin. Dia mendorongku dari balkon. Dia pernah mau menusukku, tapi aku merebut pisaunya. Tidak ada suara yang keluar dari mulut Bella. Bibirnya bergerak panik.
"Karin, selamat datang kembali!" Sahut Karin yang menyamar menjadi Bella.
Bella melihat senyum manis dari wajah yang serupa dengannya, tapi matanya berkilau dingin. Jantungnya berdebar kencang. Tolong!
______
Dear Pembaca,
Apa yang akan kalian lakukan jika berhadapan dengan psikopat?