Mohon tunggu...
KOMENTAR
Horor

Peri Sungai

24 Mei 2024   06:35 Diperbarui: 24 Mei 2024   06:41 98 4

   Bram meneguk ludah. Lidahnya terasa kelu, sedangkan kerongkongannya kering kerontang. Dahaga mencekik dirinya. Tapi, bukan dahaga karena haus akan air. Ia begitu dahaga untuk memiliki sesosok tubuh gemulai yang berada di hadapannya.


    Seharusnya, Bram membalikkan tubuh dan menjauhi tepi sungai. Biasanya, ia pria yang sopan dan pemalu. Tapi, tidak pada kesempatan ini. Ia mengikuti insting liarnya dan malah memilih untuk tetap bersembunyi di antara semak-semak. Jantungnya berdegup kencang seolah hendak melompat keluar. Ia terpana melihat keelokan pemandangan terlarang di hadapannya. Gadis desa itu sangat cantik hingga terasa tak nyata. Gadis tersebut mandi di tepi sungai dengan menggunakan kain kemben yang melekat di tubuhnya seperti kulit kedua. Pemandangan yang eksotis sehingga jakun Bram bergerak gelisah naik turun. Ia bisa mengerti perasaan Jaka Tarub saat mengintip tujuh bidadari mandi di sungai. Rasa penasaran, takjub, dan ingin menguasai bercampur aduk.


Tak mempedulikan situasi di sekitarnya, gadis itu bersenandung riang. Ia bermain air layaknya anak kecil. Bahkan, ia setengah menari sembari memercikkan air. Semburat cahaya matahari yang keemasan menari-nari di wajahnya. Alam seolah ikut bergembira dengan dirinya yang setengah mendongakkan kepala ketika tertawa. Ia tak menyadari sepasang mata kelam yang menatap liar dari balik rerumpunan.


Bram menggigit bibirnya kuat-kuat untuk mengembalikan kesadaran dirinya. Sekejap ia merasa jengah karena ia sadar bahwa ia telah bertingkah layaknya pria mesum. Tiba-tiba ia tersentak karena ada sesuatu yang licin melilit erat kaki kirinya. Ternyata ada ular kecil berwarna hijau daun. Ular itu mendesis marah dan meleletkan lidah merah mudanya yang bercabang dua. Ia langsung memegang kepala ular tersebut dan melemparnya. Ketika ia kembali menatap sang gadis, gadis tersebut telah lenyap seperti ditelan bumi. Bram tertegun dan mengucek kedua matanya. Tapi, gadis itu benar-benar lenyap sehingga ia merasakan tikaman rasa kehilangan. Apakah ini hanya halusinasi? Tapi, gadis itu tampak begitu nyata dan hidup. Ia bersumpah dalam hati bahwa ia harus menemukan gadis misterius tersebut.


Keesokan harinya, Bram datang kembali ke tepi sungai. Ia duduk anteng di atas batu besar yang berada di dekat tepi sungai. Walaupun ia menunggu berjam-jam hingga menjelang sore, tapi gadis itu tak kunjung muncul.


Ibarat kecanduan, Bram melupakan pekerjaannya berladang cabai merah. Ia hanya merenung dan menunggu gadis tersebut di tepi sungai setiap harinya dan baru pulang ketika matahari sudah tenggelam. Penduduk Desa Arum berbisik bahwa Bram diganggu roh halus penunggu sungai. Mereka bergosip bahwa roh Bram telah diambil sebagian oleh sang roh halus penunggu sungai. Tapi, keluarga Bram tak percaya takhayul. Mereka bersikeras dengan berjalannya waktu, Bram akan menyadari bahwa gadis tersebut memang menghilang dan bukan jodohnya. Bahkan, mereka berinisiatif menjodohkan Bram dengan Ima, gadis cantik dari desa sebelah. Tapi, Bram menolaknya mentah-mentah. Tidak ada satu pun gadis yang bisa menggantikan gadis tepi sungai idamannya itu.


Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Tak terasa sudah setahun Bram merindukan sosok gadis yang dicintainya. Penduduk desa sudah terbiasa melihat Bram yang hidup dalam dunianya sendiri.

 

   Berkat bantuan penduduk desa yang iba pada dirinya, Bram tidak lagi menelantarkan tanaman cabai merahnya. Tapi, ia masih mencari gadis impiannya. Selesai mengurus tanamannya, Bram pasti menyempatkan diri untuk melihat tepi sungai sejenak.


Bram terus-menerus bermimpi gadis cantik tersebut. Tak terhitung banyaknya mimpi Bram menyusuri tepi sungai bersama sang gadis jelita. Gadis itu selalu tersenyum manis. Tapi, tak pernah sekalipun ia bersuara dalam mimpinya.


    Bram kasmaran. Ia ingin sekali mengetahui siapakah nama gadis yang telah berani mencuri hatinya tersebut?


Uniknya, mimpi-mimpi tersebut terasa begitu nyata. Bram bisa merasakan eratnya pelukan sang gadis. Dan desahan napas sang gadis yang menghangatkan hati Bram. Tapi, gadis itu selalu membisu. Argh, Bram merasa tak waras. Mana mungkin ia pacaran dengan sosok khayalan dalam mimpi? Bram memimpikan untuk menyentuh kulit yang hangat, meniup bulu mata halus yang selalu bergetar itu, dan mendengar suara riang sang gadis.


Apakah Bram mengalami dejavu? Apakah Bram terjebak dengan bayangan masa lampau? Bram sungguh pusing memikirkan gadis tersebut. Ia ingin lepas dari siksaan cinta yang membuat hidupnya selalu resah ketika terbangun dari alam mimpi.


       Bram tersiksa. Ia mulai sulit membedakan antara kenyataan ataukah halusinasi. Ia merasa gadis itu selalu berada di dekatnya. Seringkali ia melihat sosok gadis itu sedang memandang nanar pada dirinya. Tapi, saat ia mengerjapkan mata, sosok gadis itu pun menghilang. Ah...ia harus mengakui mungkin diirinya sudah tak waras atau


Suatu malam Bram bermimpi aneh. Ia mendengar suara halus memanggil-manggil namanya, "Bram! Bram! Kemarilah! Datanglah ke tepi sungai sekarang juga."


Bram merasakan dorongan ganjil untuk mengikuti perintah tersebut. Ia mengambil senter dan segera menyusuri tepi sungai.


Gadis itu ada di dekat semak tempat Bram dulu bersembunyi dan mengintipnya. Malam ini pesona gadis tersebut luar biasa. Kulitnya halus tak bercela. Bibirnya merah pucat. Tapi, binar matanya yang membuat hati Bram tenggelam.


"Akhirnya, kau datang juga," kata gadis itu. "Aku terlampau lama menunggumu hingga aku putus asa. Apakah benar kau akan datang?"


"Mengapa kau berkata begitu? Aku selalu datang mencarimu. Kau yang menghilang dariku. Sebenarnya, siapa dirimu? Namamu pun aku tak tahu. Tapi, aku merasa tak asing pada sosokmu."


Gadis itu tersenyum manis. Ia menempelkan jari telunjuk kanannya di atas bibir Bram dan berbisik, "Sekarang kata-kata tak penting lagi. Kemarilah!"


Bram memeluk gadis tersebut sembari mengerang, "Sudah begitu lama aku merindukanmu. Kau mengerti kan perasaanku."


"Kuharap kau tak menyesal..."


"Tak akan."


***


Keesokan harinya, Desa Arum heboh. Pak Bahri, seorang pemancing berusia setengah baya, menemukan jenazah Bram tersangkut batu besar di tepi sungai. Sungguh ganjil melihat seulas senyum bahagia tersungging di bibir Bram yang kaku membiru. Ia memeluk erat sebuah kerangka perempuan. Di leher kerangka perempuan tersebut tersemat kalung leontin. Ketika leontin tersebut dibuka, ada foto Bram dan seorang gadis cantik. Di leontin tersebut terukir nama Bram dan Ria.


Ibu Bram menangis histeris ketika melihat jenazah Bram, anak kesayangannya, "Aku tak pernah menyangka Bram bernasib setragis ini. Aku sudah membunuh gadis tak tahu diri tersebut dengan racun dan menenggelamkan jenazahnya dengan pemberat batu sungai. Bram hilang ingatan ketika mendengar kekasihnya lenyap. Tapi, sekarang semua usahaku sia-sia. Gadis jahat tersebut tetap mengambil anakku. Padahal dia yang bermain api. Dia hamil oleh pemuda lain, tapi anakku yang harus bertanggung jawab. Aku hanya ingin menyelamatkan anakku. Hingga matinya pun gadis keparat itu tak pernah mau melepaskan anakku."

_____
Dear Pembaca,
Apa kalian pernah tergila-gila karena cinta?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun