Mohon tunggu...
KOMENTAR
Horor

Chibichan, si Boneka Kucing Imut

23 Mei 2024   09:44 Diperbarui: 23 Mei 2024   09:52 225 4
"Imutnya," kataku. Boneka kucing yang dipajang di etalase depan toko barang antik itu menarik perhatianku. Wajah kucing itu sangat bulat dengan mata segaris. Warnanya hitam putih seperti sapi perah Holstein. Ekspresi wajahnya yang sombong, sangat menggemaskan.

Aku mengertakkan gigi. Boneka itu harus jadi milikku. Tapi, begitu aku membaca harganya yang sangat mahal, lututku langsung lunglai. Satu juta Rupiah untuk 1 boneka kucing? Mataku nanar menatap boneka kucing elit tersebut.

"Nak, kau sangat menyukainya, ya?" Tanya seorang kakek bercelemek warna biru langit. Matanya yang sipit berbinar ramah. "Mari masuk dulu agar kau bisa melihatnya langsung."

"Tidak, Pak. Aku hanya window shopping. Uang sakuku tidak cukup untuk membelinya," tolakku.

"Anak muda tidak boleh cepat putus asa. Aku akan menawarkan cara lain untuk mendapatkan Chibichan," seru kakek itu sembari memberikan isyarat padaku untuk mengikutinya masuk ke dalam toko.


"Wah, toko barang antik Bapak bagus sekali. Biasanya toko barang antik terlihat kusam," seruku antusias.


"Benarkah?" tegas sang kakek dengan bangga. "Oh ya, kau jangan memanggilku Bapak. Orang-orang biasa memanggilku Kakek Tano. Siapa namamu gadis kecil? Berapa umurmu?"


"Namaku Airin. Umurku 15 tahun."

"Nah, Airin. Bagaimana jika kau membeli Chibichan dengan tenagamu? Kau masih bersekolah, kan? Kapan waktu luangmu untuk membantuku membersihkan barang antik di toko ini? Aku tak akan memintamu untuk mengerjakan pekerjaan berat. Kau hanya membersihkan debu saja dan menata barang antik."

"Aku setuju, Kek. Aku luang setiap hari Jumat dan Sabtu jam 13.00-16.00. Jam 17.00 aku sudah harus berada di rumah."

"Berarti kuanggap kita sepakat?" Tanya Kakek Tano. Ia mengedipkan mata kanannya dengan ramah.

"DEAL!" Jawabku bersemangat.


"Kau boleh membawa Chibichan sekarang."

Aku terpana melihat jemari Kakek Tano yang keriput, mengemas Chibichan dalam kotak cantik bermotif telapak kaki kucing. "Kakek tidak takut tertipu olehku?"


"Kau tak akan menipuku. Penilaianku belum pernah salah. Chibichan akan senang tinggal bersamamu. Ia kucing yang baik walaupun manja dan keras kepala. Ia akan membawa kebahagiaan untukmu asalkan kau merawatnya dengan baik."


"Pasti, Kek. Aku akan menjaganya dengan baik. Terima kasih banyak telah mempercayaiku."


"Ingat, Nak. Kau harus tetap menjadi gadis kecil yang baik hati. Jika tidak, Chibichan akan melarikan diri."

Aku menganggukkan kepala. Apa pikiran Kakek Tano sebenarnya terganggu? Mana mungkin Chibichan melarikan diri. Ia kan hanya boneka kucing gendut.



***

Malamnya, aku bermimpi sangat ganjil. Chibichan hidup dan berusaha membunuhku. Dengan bokongnya yang super lebar, ia duduk di atas hidungku agar aku tak bisa bernapas. Suara miawnya melengking keras hingga telingaku terasa tuli. Saat paru-paruku terasa pecah, aku bangun dengan napas tersengal.


Aku menatap Chibichan yang ada di sebelah bantalku. Heran! Rasanya kemarin malam aku meletakkan Chibichan di atas meja belajar. Ah, sudahah. Mungkin aku lupa. Kemudian, aku mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolahku, SMU Marina.


"Anak-anak, kumpulkan buku pekerjaan rumah Matematika kalian," pinta Pak El, Guru Matematika di sekolahku.


Perintahnya disambut dengan keluh kesah murid-murid.


"Jangan banyak alasan. Bapak sudah memberikan waktu yang cukup untuk mengerjakan PR tersebut. Yang tidak mengerjakan, akan Bapak hukum.


Aku pun mengeluarkan buku PR-ku dan membuka halaman tugas yang sudah kukerjakan. Alangkah terkejutnya aku. Halaman tersebut penuh dengan tinta merah berbentuk telapak kaki kucing. Tentu saja, Pak El tidak mau percaya bahwa aku sudah mengerjakan PR. Maka, aku dihukum membersihkan kelas siang ini.


"Aduh, Airin si rangking 1, dihukum hari ini. Kejadian langka nih. HAHAHA," olok Tasya sembari memfotoku yang sedang mengangkut tong sampah.


"Tasya, sebarkan saja foto Airin di WhatsApp grup kelas," usul Mira.


"Ide bagus," timpal Mae.


Mereka bertiga tertawa cekikikan. Wajahku merah padam karena menahan marah. Trio centil ini memang sehoror suara burung kedasi.


Sejak kejadian PR tersebut, hidupku sial. Aku lupa membawa praktek kerajinan tangan. Baju olahragaku ada yang menggunting. Tasku tiba-tiba bolong. Dan 1.001 macam kesialan.


Semakin aku tertimpa masalah, trio centil semakin senang membullyku. Bahkan, mereka sekarang berani memalak. Jika tak diberi, aku dipukul di bagian tubuh yang terlindung baju sehingga guru tak bisa melihat memar-memarku. Tapi, puncaknya, ketika mereka menuduhku mencuri arloji Tasya dan aku harus mengganti rugi. Karena aku tak punya uang, mereka melaporkanku pada Wali Kelas sehingga ayahku dipanggil ke sekolah. Ayahku membenci diriku yang sangat mirip dengan Ibu yang kabur dari rumah dengan pria lain. Maka, malam itu merupakan malam panjang penuh siksaan bagiku.


Aku merasa kemalanganku dimulai sejak aku memiliki Chibichan yang aneh. Sabtu kemarin aku berangkat ke toko barang antik Kakek Tano untuk membantunya membersihkan barang antik. Tapi, apa kenyataan yang kuhadapi? Tidak ada toko barang antik. Aku sudah bertanya pada pemilik-pemilik toko di sekitar itu, tapi mereka berkata aku berhalusinasi. Tidak ada Kakek Tano dan toko barang antiknya.


***

Sebenarnya, aku sayang Chibichan. Aku sayang Kakek Tano yang memberiku hadiah pertama dalam hidupku. Sedikit sekali orang yang benar-benar menyayangiku. Walaupun Chibichan mendatangkan kemalangan untukku, aku tak bisa membuang pemberian Kakek Tano yang berharga.


Aku memeluk Chibichan dengan erat. Mataku penuh dengan linangan air mata. Aku merasa hidup benar-benar tak adil. Trio centil sudah memiliki segalanya dalam hidup. Orang tua yang kaya raya, uang jajan berlimpah, fasilitas yang lengkap, dan teman-teman yang banyak. Untuk apa mereka bersikap superior terhadap diriku yang tak memiliki apa-apa dibandingkan mereka?


Eh, apa ini yang melekat di punggung Chibichan? Ternyata stiker kartu namaku melekat di punggung Chibichan. Rupanya sewaktu aku meletakkan Chibichan di atas meja belajar, tanpa sengaja stikerku melekat.


Aku mengernyitkan dahi. Kemudian, aku memeriksa kemasan Chibichan yang terlihat kosong. Tapi, aku tak cepat putus asa. Aku memeriksa dengan teliti. Dengan girang, aku menarik keluar selembar kertas biru muda.


Dear Airin,

Kuharap kau hidup bahagia bersama Chibichan. Sebenarnya, Chibichan merupakan boneka voodoo. Pemiliknya yang terdahulu membuat boneka kucing yang imut tersebut menjadi penuh sihir. Tapi, aku sudah mematahkan sihirnya. Sekarang ini Chibichan hanya boneka biasa yang akan membawa keberuntungan bagi pemiliknya yang menyayanginya. Bukan kau yang memilih Chibichan, tapi Chibichanlah yang memilihmu karena kau gadis kecil yang kesepian, sama seperti dirinya. Ingatlah pesanku. Tetaplah menjadi gadis kecil yang manis dan baik hati.


Salam sayang,

Kakek Tano yang melihatmu dari atas langit



Benar saja. Sejak saat itu, Chibichan membawa banyak keberuntungan dalam hidupku. Aku memperoleh beasiswa sehingga teman-teman dan guru-guru bersikap baik padaku. Karir Ayah tiba-tiba melesat sehingga sekarang kami hidup berkecukupan. Bahkan, Ayah yang kasar berubah menjadi penyayang. Tapi, manusia memang tak pernah merasa puas. Sekarang aku baru mengerti kepuasan ketika seseorang berada di dalam genggaman kita.


Ya, dugaan kalian benar. Aku melekatkan kertas bertuliskan nama trio centil tersebut di punggung Chibichan.


Mungkin kalian menganggapku mengingkari janji pada Kakek Tano? Tapi, aku merawat dan menyayangi Chibichan. Aku tetap menjadi gadis kecil yang baik hati dan manis. Dengan aku menghukum trio centil, maka aku sudah berbuat baik karena tidak akan ada lagi korban yang mereka bully. Mereka sudah terlalu sibuk memperbaiki nasib mereka yang malang.


Aku tetap gadis kecil yang manis dan baik hati. Camkan itu!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun