Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

"Belt and Road Initiative", Dilema melanjutkan Jokowi atau Tidak

23 Februari 2019   08:17 Diperbarui: 23 Februari 2019   09:22 429 2
Lazimnya juga sebuah pesta makan siang gratis,kita diundang dengan beberapa persyaratan seperti dress code, bawa card name, potongan undangan utk door prize. Dan tentu saja kita mengikuti semua ketentuan itu.

Walau terasa seperti diselingkuhi, ketika Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden tentang tenaga kerja asing beberapa waktu yang lewat, pemahaman dan memaklumkan, bahwa itu adalah bagian dari persyaratan pesta makan siang yang sedang dimainkan Belt and Road Initiative tsb.

Saya yakin bahwa Pemerintahan Jokowi isadar sesadarnya bahwa skema pembiayaan Jalan dan Sabuk Tiongkok mengandung risiko. Negara-negara rentan berpeluang masuk ke dalam perangkap utang, menyediakan Cina kesempatan mengendalikan lokasi strategis di berbagai belahan dunia.

Pengalaman Sri Lanka menjadi peringatan bagi negara-negara lain. Karena ketidakmampuannya membayar utang, Sri Lanka harus menyerahkan pelabuhan Hambantota yang gagal ke Cina selama 99 tahun. Hasilnya, Cina mendapat pangkalan yang dekat dengan India, saingannya, dengan akses ke perairan komersial dan militer Indo-Pasifik yang strategis.

Para pemimpin negara lain juga telah menyuarakan keprihatinan atas proyek-proyek di negara mereka. Presiden Pakistan Imran Khan mengkritik proyek Koridor Ekonomi Cina-Pakistan senilai US$60 miliar. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad telah meminta Cina untuk mempertimbangkan kembali proyek kereta api pantai timur di negara semenanjung itu.  Pemerintah Myanmar juga meminta Beijing menurunkan secara signifikan skala proyek pelabuhan laut dalam di Kyaukpyu.

Ketika pemerintah Jokowi belum bereaksi dengan agresivitas Proyek proyek BRI di tempat kita yang saya sebut aja "terlalu maju" sebagai tamu, padahal kritikan suara oposisi sudah begitu menggema, namun karena tetap aja masih di anggap HOAX, maka menjadi ragu dan dilema, melanjutkan Pemerintah Sekarang ini atau mengganti nya di 17 April nanti.

Sei Mangkei or Sri Mangkrak

Jauh sebelum Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan dan visi poros maritim Jokowi, Indonesia pernah mencoba mengembangkan pelabuhan di Sabang, Aceh dan Batam, Riau untuk dijadikan pusat perdagangan internasional.

Indonesia bercita-cita kota-kota pelabuhan yang terletak di sepanjang Selat Malaka, jalur pelayaran sibuk yang menghubungkan Samudra Pasifik dan India, akan menjadi pusat pertumbuhan baru melalui kegiatan ekspor dan impor. Tapi cita-cita ini tidak terwujud karena Indonesia gagal memahami struktur pasar perdagangan lintas laut di Selat Malaka dan sekitarnya.

Indonesia mengembangkan daerah pelabuhan di Sabang dan Batam sebagai pelabuhan bebas (free port) dan zona perdagangan bebas (free trade zone), area khusus dengan gudang-gudang penyimpanan serta fasilitas pemrosesan dan pemindahan kargo kapal (transhipment) untuk ekspor. Barang-barang di pelabuhan bebas dan zona perdagangan bebas dibebaskan dari bea impor dan pajak lainnya.

Pelabuhan Sabang yang ketika pengembangan nya oleh  BPKS dan saya ikut menjadi konsultan pengawas ketika itu,  setelah belasan tahun diresmikan entah jadi pelabuhan apa, karena nyaris tak terdengar aktivitas Ekonomi Skala Usaha disana.

pun begitu dengan Batam, di Selat Malaka, Singapura telah mendahului Indonesia dalam pasar jasa pemindahan kargo kapal dan logistik.  Singapura menyediakan layanan bunker untuk mengisi bahan bakar kapal. Singapura membangun tiga kilang minyak dengan kapasitas total 1,3 juta barel per hari untuk memungkinkan pengisian bahan bakar dengan harga kompetitif. Ini melebihi kapasitas kilang minyak Indonesia. Sudah tak ada harapan untuk bersaing.

Memang pendekatan yang salah arah, ketika kita hanya fokus  pada keunggulan strategis geografis malah terobsesi dengan geometri--dengan bentuk wilayah pasar pada lanskap yang dibayangkan ideal, atau dengan penempatan fasilitas yang optimal--dengan sedikit atau tidak sama sekali memperhatikan masalah pemodelan pasar.

Pendekatan menekankan masalah sekunder, detail seperti konstruksi fisik di lokasi yang strategis, daripada memastikan terlebih dahulu apakah ada permintaan pasar. Kita takut Sei  Mangke yang kita  banggakan menjadi  Sei Mangkrak... kebijakan yang sekedar mengulang kegagalan free trade Sabang.

Contoh lain yang Jembatan Tol Suramadu, mengabaikan pemodelan pasar menyebabkan perencanaan lebih fokus pada konstruksi fisik sebelum memastikan bahwa pengembangan fasilitas akan memungkinkan pertumbuhan ekonomi. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun