17 Agustus biasanya diperingati dengan sangat meriah di lapangan terbuka oleh Rakyat Indonesia mulai dari RT, Kelurahan, sampai di Istana Negara Oleh Presiden RI. Tapi dari sebagian anak-anak muda, mereka memperingati dengan cara lain. Bahkan sedikit sekali jumlahnya bila di bandingkan dengan yang memperingati di lapangan terbuka. Mereka upacara di gunung, di atas awan. Mereka adalah pendaki-pendaki muda atau yang tergabung dalam Organisasi Pecinta Alam. Memang banyak yang mencibir mereka, bahkan di pandang sebelah mata. Mereka adalah anak-anak bangsa yang termajinalkan, termarjinalkan oleh persepsi yang miring tentang mereka, kurang kerjaan, gak ada untungnya naik gunung, cape doang, apa yang kamu dapat dari naik gunung? (aku dapat cibiran ini ketika turun dari gunung salak) toh, mereka tetap mendaki dan semangat untuk upacara di atas ketinggian, memperingati kemerdekaan bangsa ini, mereka juga anak-anak bangsa yang mempunyai nasionalisme, bahkan mereka menghayati dengan khidmat upacara di gunung bila di bandingkan dengan di lapangan. Karena mereka berjuang untuk mengibarkan sang merah putih. Walaupun tidak seberat perjuangan para pahlawan bangsa ini, tapi itu sedikit memberikan arti bahwa merah putih tidak mudak untuk di kibarkan. Bahkan ada yang menangis ketika di Puncak Tertinggi atau saat menyanyikan Lagu Indonesia Raya, atau saat melihat Sang Merah Putih berkibar dengan gagahnya. Mereka bangga menjadi anak bangsa, Bangsa Indonesia.
Sebobrok-bobroknya bangsa ini dia tetap bangsaku, tempat aku di lahirkan dan di besarkan, tempat aku berpijak, makan dan minun dari tanah bangsa ini. I Love Indonesia. I Love You Full.
Berkibarlah terus Merah Putih, di manapun tempat tertinggi di bumi ini, karena kau layak berkibar.
Dirgahayu bangsaku, majulah negeriku, jayalah Indonesia, Singkirkan para koruptor yg menggrogotimu....