Aku bukan wartawan dan jurnalis, melainkan guru. Aku bukan guru bahasa Indonesia, melainkan guru agama. Biar tulisan terbit di koran, aku menggunakan nasihat
almarhum Rosihan Anwar, menghindari penggunaan kata mubazir (berlebihan) di koran. Ia pertama kali mengistilahkan kata mubazir di koran. Inilah kata mubazir versi Rosihan Anwar, yang perlu dihapus pada tulisan koran.
- Bahwa. Jangan gunakan kata “bahwa” di koran. Kecuali terpaksa dan dipaksa. Sebaiknya, jangan yah!
- Adalah. Awas kata “adalah”masuk dalam tulisanmu di koran. Kalau terpaksa, pakai saja “ialah” terbatas. Apalagi, jangan sampai ganda, dengan membuat: adalah merupakan. Salah total di koran yang bernas.
- Telah, sudah, dan Akan. Kata kerja dalam bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk waktu. Jadi, jangan gunakan itu di koran.
- Untuk. Waspada menggunakan kata “untuk.” Itu mubazir. Jangan pakai kata “untuk” di antara dua kata kerja. Contoh “memutuskan untukmenerbitkan.” Ini pantangan di koran. Hapus kata untuk ya.
- Dari, daripada. Tolong amati penggunaan kata itu di EYD. Cermati, cermati, dan cermati. Sebagai missal “dari” dipakai menunjukan asal, tempat, atau permulaan, sedangkan “daripada” perbandingan.
- Waspada penjamakan. Cermati kata jamak. Awas ganda, misalnya para ayah-ayah, banyak ibu-ibu. Cukup, para ayah, para ibu. Terus, hindari penjamakan kata benda berulang, ibu-ibu, dokter-dokter. Terkesan bermakna”seperti” bukan? Maka,biar jelas gunakan penjamakan dengan kata “beberapa” misalnya dibanding mengulangi kata bendanya.
- Di mana, yang mana, hal mana, dalam rangka. Ganti kata itu dengan “tempat” atau "peristiwa" bukan dengan kata di mana.
- Hemat kata;
KEMBALI KE ARTIKEL