Bagaimana Anda perhatikan orang-orang di bandara, pelabuhan, atau dalam transportasi bus atau MRT? Dijawab, saya ke Singapura via kapal laut. Di pelabuhan Singapura, pemeriksaannya ketat. Tapi, tetap merasa aman karena tidak yakin ada jambret. Di bus atau kereta api, orang tidak begitu peduli dengan orang lain. Bahkan, kutatap beberapa penumpang masing-masing sibuk dengan Handphone. Sebelahku, kulirik dua penumpang muda, ternyata satu asyik nonton film Korea di ponselnya, yang satu lagi sibuk main game. Keduanya, dengan Handsets terpasang kedua telinga masing-masing.
Bagaimana hotel dan kulinernya? Di hotel sama seperti di Indonesia. Cuma, di Singapura kurasa terbatas memperoleh air. Sulitlah. Tidak segampang dan semubazir air di Indonesia. Makananya, kurang serasi dengan rasaku, terasa hambar -kurang bergaram kurasa.
Bagaimana di tempat rekreasi atau tempat wisata umum? Banyak yang menyenangkan, tapi kadang yang membuatku sedikit risih cara berbusana mereka yang agak transparan. Mungkin, itu bukan warga Singapura, tapi wisatawan. Mungkin juga, sebagiannya warga situ. Malahan, seorang temanku karena memerhatikan gaya berpakaian, membuatnya beberapa kali merunduk. Namun, juga, di S.E.A. Aquarium Singapura, kuperhatikan beberapa orangtua manula yang lumpuh didorong dengan kursi roda, yang mungkin oleh keluarganya atau mereka petugas yang diupahi? Kudengar-dengar, di Singapura, anak masih sangat menghormati orangtuanya.
Jadi, bagaimana perasaan Anda sepulang dari Singapura? Sangat menyenangkan, tuturnya. Memang, ini bukanlah kisah sekaliber Merry Riana yang mampu menaklukkan universitas Singapura, Technological University (NTU). Dengan usianya yang masih muda Merry telah menjadi milliader sukses dan motivator terkemuka Indonesia. Tapi, perjalanan siapa pun tetap menarik untuk didengar.