Sedangkan, kontrak sosial adalah sebuah perjanjian antara rakyat dengan para pemimpinnya, atau antara manusia-manusia yang tergabung di dalam komunitas tertentu. Secara tradisional, istilah kontrak sosial digunakan di dalam argumentasi yang berupaya menjelaskan hakikat dari kegiatan berpolitik atau menjelaskan tanggung jawab dari pemimpin kepada rakyat.
Titik awal untuk sebagaian besar teori kontrak sosial adalah penyelidikan keadaan manusia yang tidak ada dalam tatanan politik apa pun (disebut "keadaan alamiah" oleh Thomas Hobbes). Dalam kondisi ini, tindakan individu hanya terikat oleh kekuatann dan hati nurani pribadinya. Dari titik awal yang sama, para ahli teori kontrak sosial berusaha menunjukkan mengapa individu-individu yang rasional secara sukarela setuju untuk melepaskan kebebasan alami mereka untuk mendapatkan manfaat dari tatanan politik. Beberapa filsuf yang memakai teori kontrak sosial adalah Thomas Hobbes (1651), John Locke (1689), Jean-Jacques Rousseau (1762), masing-masing mendekati konsep otoritas politik secara berbeda.
Thomas Hobbes terkenal mengatakan bahwa dalam "keadaan alamiah", kehidupan manusia akan "menyendiri, miskin, jahat, brutal dan pendek". Dengan tidak adanya ketertiban politik dan hukum, setiap orang akan memiliki kebebasan alami yang tidak terbatas, termasuk "hak atas segala sesuatu" dan termauk kebebasan untuk menjarah, memerkosa, dan membunuh; akan ada "perang semua melawan semua" tanpa akhir (bellum omnium contra omnes). Untuk menghindari hal tersebut, "manusia bebas" membuat kontrak satu sama lain untuk membangun komunitas politik (masyarakat sipil) melalui kontrak sosial di mana mereka semua mendapatkan keamanan sebagai imbalan karena menundukkan diri merekea pada kedaulatan mutlak, satu orang atau kumpulan orang. Meskipun dektir penguasa mungkin sewenang-wenang dan tirani, Thomas Hobbes  melihat pemerintahan absolut sebagai satu-satunya alternatif untuk anarki yang mengerikan dari keadaan alam. Thomas Hobbes  menegaskan bahwa manusia setuju untuk melepaskan hak-hak mereka demi otoritas absolut pemerintah (monarki atau parlementer).
Sebagai alternatif, Jhon Locke dan Jean-Jacques Rousseau berpendapat bahwa kita memperoleh hak-hak sipil sebagai imbalan untuk menerima kewajiban untuk menghormati dan membela hak-hak orang lain, melepaskan beberapa kebebasan untuk melakukannya.
Thomas Hobbes  berpendapat bahwa pemerintah bukanlah pihak dalam kontrak asli dan warga negara tidak berkewajiban untuk tunduk kepada pemerintah ketika terlalu lemah untuk bertindak secara efektif untuk menekan faksionalisme dan kerusuhan sipil. Menurut ahli teori kontrak sosial lainnya, ketika pemerintah gagal untuk mengamankan hak alami mereka (John Locke) atau memenuhi kepentingan terbaik masyrarakat (disebut "kehendak Umum oleh Rousseau), warga negara dapat menarik kewajiban mereka untuk mematuhi atau mengubah kepemimpinan melalui pemilihan umum atau cara lain termasuk, jika perlu, kekerasan.
John Locke percaya bahwa hak-hak lahiriah tidak dapat dicabut, dan oleh karena itu aturan tuhan menggantikan otoritas pemerintah.
Sementara, Jean-Jacques Rousseau percaya bahwa demokrasi (pemerintahan sendiri) adalah cara terbaik untuk memastikan kesejahteraan sambil mempertahankan kebebasan individu di bawah aturan hukum.
Konsep John Locke tentang kontrak sosial digunakan dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Teori kontrak sosial dikalahkan pada abad ke-19 karena mendukung utilitarianisme, Hegelianisme, Marxisme; mereka dihidupkan kembali pada abag ke-20, terutama dalam bentuk eksperimen pemikiran oleh John Rawls.