Sustainable Mining Newmont Bootcamp 4.
Apa Yang Ada Dalam Pikiranmu Saat Mendengar Kata Tambang [?]
edisi : CSR vs CSV
Banyak hal yang dapat kita gali dari orang sekitar kita. Individu yang lahir dari rahim persepsi yang diciptakan oleh media tentang kata Tambang.
Tanyakan kepada para aktivis mahasiswa tentang apa yang ada dalam benak mereka mendengar kata tersebut dan biasanya terlontar kalimat “eksploitasi sumber daya”, “nasionalisasi aset bangsa”,“pencurian kekayaan bangsa”.
Atau bisa tanyakan kepada teman-teman lembaga swadaya masyarakat yang biasanya kita akan mendapatkan jawaban “perusakan lingkungan”, “ketimpangan sosial”, “kecemburuan masyarakat lokal”.
Atau agar lebih menarik kita dapat menanyakan kepada para fresh graduate tentang kata Tambang yang biasanya ditanggapi dengan kalimat “wah, gajinya gede tuh!”, “ah.. ga mau kerja di perusahaan asing”, “kerja di Tambang, tentu menantang”.
Mungkin akan lebih dramatis ketika kita semakin menyempitkan pertanyaan dengan mencantumkan perusahaan Tambang yang terkenal di Indonesia, sebut saja PT. Freeport, PT Newmont, PT. Bukit Asam, atau PT KPC.
Terlepas dari pekerjaan internal perusahaan Tambang yang biasa diurus oleh pihak Humas untuk menginformasikan secara jelas dan tepat sasaran tentang definisi, proses, hingga dampak perusahaan tersebut, itulah tanggapan yang biasanya terbentuk dari media massa.
Beralih dari paragraph awal dan kedua tentang tanggapan menarik dari pihak yang resisten atau netral, kita bisa melanjutkan dulu kepada penggambaran secara eksplisit yang ditampilkan dalam film Laskar Pelangi ataupun secara implisit yang menjadi bagian dalam film Avatar. Kita bisa mengetahui dampak kehadiran PT Timah terhadap masyarakat Belitung. Pun kita juga dapat menilai tentang pengerukan sumber daya alam di pulau Pandora yang terdapat adegan peperangan suku asli tersebut dengan pendatang (baca : manusia).
Apa yang ada dalam benak kita dari penggambaran media massa tersebut akan membentuk imajinasi dalam pikiran kita tentang dunia Tambang.
Dimana, hal lumrah yang dapat kita kenali adalah masuknya investasi besar di suatu daerah terpencil yang minim infratruktur baik, yang kekurangan tenaga kerja terdidik terampil, pengelolaan jalan, sekolah, pusat ekonomi, hingga pusat pemerintahan diharapkan dapat menciptakan multiplier effect yang tidak hanya menempatkan investor Tambang tersebut sebagaimana sinterklas datang dengan membagi hadiah tidak dalam waktu yang berkesinambungan.
Namun yang sering ditampilkan dalam media massa adalah resistensi sosial yang berlapis atas ketidakadilan, kecemburuan, dan kesenjangan yang terjadi antara pihak Tambang dengan masyarakat sekitar ataupun, bahkan, antar masyarakat yang tidak mendapatkan “kue” dari proses tersebut. Efek yang sering terjadi adalah tren positif akan kesenjangan hingga penolakan sosial yang seringkali terjadi.
Hal ini dapat kita ketahui sebagaimana penggambaran yang seringkali terjadi dari PT. Freeport dengan citra penolakan penduduk lokalnya hingga PT Newmont dengan kasus yang sangat menyeruak ke publik yaitu tragedi Teluk Buyat, terletak di Minahasa, Sulawesi Utara.
Perusahaan Tambang lalu mencoba membagi “kue” yang didapatkan dari proses produksi dengan tunduk pada UU. PT No.40 Tahun 2007 dan UU. No.4 Tahun 2009 dimana perusahaan mempunyai kewajiban menyalurkan dana sosial kepada wilayah sekitar perusahaan untuk menciptakan keseimbangan ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Sayangnya, pencitraan di media masaa sering kali menciptakan fenomena “do good, to look good” atau sebatas motivasi karikatif menurut Suharto (2008) dimana tebar pesona (promosi) lebih dipentingkan daripada tebar karya (pemberdayaan) pada masyarakat lingkar tambang.
Lebih parah ketika terdapat plesetan Candu, Sandera, Racun (CSR) dimana kita dapat menilai dari film Laskar Pelangi ketika PT. Timah hadir dan pergi dari kehidupan masyarakat Belitung maka akan terlihat tingkat ketergantungan perekonomian hingga pendidikan masyarakat yang luar biasa tinggi dengan hadirnya perusahaan tersebut.
Hal dapat kita nilai dari keinginan para pekerja atau bahkan masyarakat sekitar PT Newmont ketika ada isu perusahaan tersebut akan ditutup lantaran UU. Minerba terbaru atau dapat juga terggambarkan citra PT Newmont dari media massa yang dilansir oleh Vivanews, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia Syahrir AB dalam "Diskusi Akhir Tahun Seputar Permasalahan Industri Tambang" di Jakarta, Senin, 30 Desember 2013 mengatakan bahwa PT Newmont menopang PDRB daerah Sumbawa Barat hingga 90 persen.
Fenomena kegiatan CSR dari perusahaan Tambang dapat diminimalisir dari anggapan sebatas lip serviceatau bahkan kiss and run yang menandakan bahwa hadirnya perusahaan Tambang hanya seperti lilin yang menerangi sekitar hanya dalam jangka waktu pendek dengan penerapan revolusi Corporate Social Responsibility menjadi Creating Shared Value yang lebih berdampak jangka panjang mengingat aspek utama yang menjadi persoalan adalah hubungan interdependen antara bisnis dan kesejahteraan sosial atau people, planet, dan profit.
Heru Prasetyo dari Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) pernah mengungkapkan dalam pembukaan Konferensi dan Pameran CSR Internasional Ke-4 di Jakarta.
“Dapatkah CSR yang menyediakan mata pencaharian jangka panjang bagi orang-orang yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan, bisa menjamin kesejahteraan yang berkelanjutan jika kemudian bencana alam akibat rusaknya lingkungan merusak kembali itu semua?,”
Sehingga CSR dalam definisi umum sudah tidak berlaku lagi dalam dunia Tambang sebagai sebatas pengeluaran dana sosial namun sebagai jembatan yang berkelanjutan bagi pembangunan masyarakat dalam 3 aspek yaitu sosial, ekonomi, lingkungan ketika perusahan Tambang sudah tidak beroperasi lagi. Dalam hal ini tentunya sangat mungkin PT. Newmont sebagai perusahaan besar di Indonesia menerapkan metode CSV baik yang sudah dilalui maupun dalam jangka panjang.
Perwujudan konsep Creating Shared Value terdapat 4 aspek yang harus dipenuhi yaitu value chain impacts, context for growth, value for corporate, value for society dimana faktor "kemajuan sosial masyarakat adalah kemajuan sosial perusahaan" menjadi syarat utama.
Contoh konkrit yang dapat diterapkan dalam program CSV untuk menyelesaikan resitensi sosial adalah menghubungkan rantai produksi-distribusi-konsumsi berbagai usaha mikro kecil hingga menengah yang difasilitasi PT. Newmont untuk warga sekitar perusahaan kepada investor hingga pembeli dari wilayah lain. Disini program CSV bukanlah program “give and run” dimana perusahaan hanya memberi apa yang masyarakat minta tetapi membangun kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi apa yang mereka butuhkan.
Dengan konsep program yang dihasilkan dari mindset CSV maka PT Newmont tidak hanya berperan sebagai pelopor namun juga fasilitator untuk perkembangan kegiatan ekonomi masyarakat.
Hubungan antara kerawanan sosial dengan pengembangan jangka panjang perusahaan akan terjaga karena dikemudian hari akan timbul inisiatif masyarakat lokal untuk mempunyai produksi sendiri yang berkelanjutan. Hasilnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat secara simultan akan menghasilkan budaya asli masyarakat yang tetap terjaga, kesenjangan sosial mampu tereliminir, keresahan dan konflik sosial dapat diredam, dan kehidupan masyarakat yang semata-mata tidak didasari pada nilai fungsionalitas tetapi nilai-nilai kebersamaan sosial.
Secara berimbang, dengan kapasitas ilmu kita yang masih minim, penilaian terhadap perusahaan Tambang seharusnya dapat mengacu pada penilaian pihak yang kompeten (dalam hal ini pemerintah) ketika kita pun tidak dapat menyaksikan secara langsung di lokasi penambangan. Data yang dihimpun oleh penulis, pada tahun 2013 ini, salah satu perusahaan Tambang terbesar di Indonesia yaitu PT Newmont berhasil mendapatkan beberapa penghargaan dibawah ini :
Penghargaan Internal Perusahaan
- Departemen Pengolahan PTNNT Raih Penghargaan 11juta jam kerja tanpa kehilangan hari kerja karena kecelakaan
Penghargaan Eksternal Perusahaan
- PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) meraih penghargaan Kategori Emas atau Aditama sekaligus Trophy (Best of the Best atau Terbaik) untuk Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral
- Penghargaan kategori Pratama untuk Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Minerba dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM)
- Stadiun Magaparang Bakal Jadi Pusat Pengembang Pemuda dan Olahraga
Tentu PT Newmont tidak dapat begitu saja berpuas diri mengingat penghargaan ini akan menjadi lebih bermakna ketika masyarakat secara independen dapat melakukan proses ekonomi, sosial, hukum, dan lingkungan yang lebih baik dari sebelum adanya operasi tambang ketika PT. Newmont tidak berjalan lagi entah dikarenakan sumber daya yang sudah habis atau penyebab lainnya.
Sebagai masyarakat modern, tentu kita tidak ingin, suatu saat tidak muncul film Laskar Pelangi ataupun film Avatar yang mengambil latar belakang kehidupan masyarakat Sumbawa Barat yang mundur akibat ketiadaan PT. Newmont dalam menggerakkan perekonomian suatu daerah.
Sumber :
1) Philip Kotler And Nancy Lee.2005.Corporate Social Responsibility Doing The Most Good For Your Company And Your Cause, USA
2) Owen dan Kemp, Assets, Capitals and Resources: Frameworks for Corporate Community Development in Mining (Business & Society, Vol. 51/3 2012)
3) Makalah Corporate Social Responsibility: What is and Benefits for Corporate1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Apa itu dan Apa Manfaatnya Bagi Perusahaan Edi Suharto, PhD
4) Creating Shared Value : how to reinvent capitalism-and unleash a wave of innovation and growth by Michael E. Porter and Mark R. Kramer. Harvard Business Review. 2011
7) http://www.ptnnt.co.id/id/stadiun-magaparang-bakal-jadi-pusat-pengembang-pemuda-dan-olahraga.aspx
8) http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/469829-menimbang-kerugian-penerapan-uu-minerbahttp://www.ptnnt.co.id/id/kegelisahan-warga-lingkar-tambang-batu-hijau.aspx