Sebenarnya, pendapat saya yang kemudian saya tuangkan menjadi tulisan tersebut bermula dari 'nyasar'-nya saya ke sebuah tulisan ini.Entah bagaimana, tulisan yang 'hanya' bercerita tentang bagaimana proses perkembangan dalam hal pemberian nama pada suatu desa tiba-tiba membuka cakrawala berpikir yang lebih luas.
Bagi sebagian kita, mungkin, begitu membaca kata 'egois' langsung terpaku pada makna 'menangnya sendiri' atau sejenisnya. Dan kiranya memang hanya makna itu yang paling mewakili dari kata tersebut. Maka selayaknya orang yang egois menjadi sasaran hujatan atau kebencian orang lain. Ini tentu bila dihubungkan dengan misalnya kerja bakti, pembagian makanan(seperti yang terjadi di Munas salah satu Parpol kemarin itu), dan yang setara.
Nah, ternyata 'egois' juga bisa diartikan positif dalam hal 'percaya diri'. Seperti diceritakan dalam tulisan yang saya baca tersebut, ternyata sikap 'egois' yang kemudian berbuah baik justru mampu membuat orang lain tergerak untuk bersikap yang sama. Boleh dikatakan, 'egois' yang positif justru akan menjadi semacam teladan bagi orang lain.
Seperti kita telah kenal begitu lama, sebuah pepatah mengatakan bahwa "Satu teladan lebih baik daripada seribu nasihat", begitu pula dengan 'egois pistif ini'. Tak perlu menerangkan dengan penjelasan panjang lebar, tetapi karena orang lain melihat hasilnya yang positif maka dengan serta-merta mereka akan mengikuti atau menirunya.
Oleh karena itu, saya kepikiran ada baiknya kita mulai bergeser dalam soal memengaruhi perubahan. Kita tidak sebaiknya meneruskan pola kerja lama, yaitu dengan mengumbar berjuta nasihat, tetapi justru harus mulai dengan memberikan contoh. Tak perlu lagi kita menyuruh orang lain belajar atau bekerja keras agar sukses. Andai mereka melihat kita sukses sebagai hasil belajar dan kerja keras kita, insya Allah mereka juga akan lebih tergerak untuk melakukan hal yang sama.
Sumber inspirasi dapat dibaca di sini!