Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Bercanda Itu Ada Batasnya!

27 Juni 2022   17:12 Diperbarui: 27 Juni 2022   18:45 458 3
Untuk mencairkan suasana, tak jarang, kita menemaninya dengan candaan demi candaan yang dilontarkan. Apalagi jika sudah dengan kawan yang sudah kenal lama. Bestie-kah, teman satu frekuensi-kah atau apa pun itu, tentu tidak asing lagi mendengar tentang kalimat candaan. Saking ingin terasa menyenangkan, semua sendi kehidupan dibuat bahan mainan, tanpa pernah menyaring sedikit pun apa yang dilayangkan.

Guys, sebenarnya, ada batasan-batasan dalam membuat candaan itu. Ada beberapa 'topik' yang tidak diperbolehkan untuk dijadikan bahan candaan. Lantas, apa saja topik yang tidak diperbolehkan untuk bahan bercandaan itu? Yuk, mari kita simak pembahasan di bawah ini.

Agama. Tunggu, masih adakah di antara kita yang menganggap remeh perkara agama? Apalagi, jika hal itu berakibat menyinggung atau menyudutkan salah satu pihak. Naudzubillah, ya, guys, ya. Sungguh tidak etis jika sampai mempermainkan masalah agama. Walaupun hanya satu kalimat atau mungkin satu kata, jangan pernah itu terucap dari lisan kita. Agama adalah perkara yang sakral, di mana, bukan hanya hubungan manusia dengan manusia, tetapi hubungan manusia dengan tuhannya; Allah subhanahu wata'ala. Yang mana, pasti akan dimintai pertanggungjawaban, sekecil apa pun itu.

Keluarga. Dalam beberapa kasus yang ditemukan, pernah mendengar tentang masalah yang timbul dari candaan yang dilontarkan untuk keluarga si lawan bicara? Jangan pernah menyinggung perihal keluarga. Misalkan, "Hei, anak kingkong!" (Naudzubillaah, semoga tidak ada di dunia nyata, ya). Bayangkan, walaupun itu dilontarkan kepada teman yang sudah saling memahami, atau kepada teman yang memang sudah terbiasa bercanda, ada baiknya, itu tidak ke luar dari lisan kita.

Dia lahir dari rahim ibunya. Ibunya manusia, kan. Pun bapaknya, pasti manusia juga. Masak, ciptaan Allah bernama manusia disamakan sama kingkong? Padahal, kan, Allah sudah menyebutkan dalam firman-Nya yang berbunyi,

Artinya, "Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS. At-Tin [95]: 4)


Maa syaa Allah, manusia sudah diciptakan dengan bentuk yang sebaik-baiknya, itu kata Allah. Jadi, jangan bercanda tentang keluarga lawan bicara, ya. Kita tidak tahu jika hati yang mendengar candaan itu baik-baik saja setiap harinya.

Fisik. Perihal fisik, apa pantas dijadikan bahan bercandaan? Orang cuma bercanda, kok, dibawa serius amat! Hei, stop. Kita tidak tahu hati orang yang mendengar itu bagaimana. Iya, memang mereka mungkin menyadari bahwa itu adalah sebuah lelucon, tetapi ... hati-hati, bisa saja itu membekas dalam hati.

Apa aku hitam, ya? Emang bener, si.

Aku enggak cantik, ya? Kok, dia nyandain aku kayak gitu?

Aku enggak menarik, ya?

Aku ....

Aku ....

Aku ....


Guys, kita enggak tahu isi hati manusia. Jangan sampai hanya karena perkataan candaan yang kita layangkan, membuat 'si pendengar' itu melakukan sesuatu agar mereka tak 'dibercandai' demikian lagi. Operasi plastik, misalnya. Naudzubillah min dzaliik.

Masalah ekonomi. Loh, anak pengemis, kok, di sini? Hei, anak tukang sol sepatu. Lah, anak orang miskin, bisa ke restoran, ya? Bla ... bla ... bla .... Hei, sudah. Awas, ada hati yang mungkin tersakiti atas apa yang sudah dilisankan oleh lidah tak bertulang, walaupun hanya sekadar obrolan yang dibalut dengan candaan.

Kenapa, sih, kok, gitu aja enggak boleh? Kan, emang kenyataannya kayak gitu. Hmmm ... masalah hati, guys ... kita tidak tahu, 'kan, isi hati setiap orang? Memang jika itu benar kenyataannya, apa pantas, profesi seseorang dijadikan bahan candaan? Bayangkan jika kita sedang duduk-duduk dengan beberapa teman. Ada salah satu teman yang dengan niat bercanda, dia mengatakan, "Ah, elu ... anak tukang sol sepatu diem aja kali." Ya, walaupun dia berbicara dengan diselingi tertawa, akan tetap tidak enak didengar telinga.

Kemungkinan besar, teman yang mendengar tadi akan merenung, "Apa aku enggak pantes, ya, sama kalian? Kenapa harus latar belakang seseorang dijadikan bahan candaan? Aku emang enggak pantes sama kalian?" Naudzubillaah, jangan sampai itu terjadi pada diri kita, ya, guys, ya.

At last, pendidikan. "Halaaah, sekolah di situ aja, bangga. Gue, calon direktur, sekolahnya di tempat elite." "Eh, siswa yang sekolahnya di pinggir sawah." "Yaelah, elu, sekolah, kok, di kandang ayam gitu. Becek!" Hmmm ... ada yang pernah mendapatkan kalimat candaan tentang sekolah kalian, guys? Semoga tidak ada, ya.

Kenapa, sih, kita enggak boleh menjadikan hal yang berkaitan dengan pendidikan itu sebagai bahan candaan? Sebentar, coba kita pikirkan, bagaimana jika kita yang mendapat candaan itu? Menyinggung tempat yang menjadikan kita belajar banyak hal? Mempermainkan tempat yang menjadi impian banyak orang? Iya, 'kan? Tidak semua orang bisa memasuki 'tempat pendidikan' itu. Pikirkan dari hati kita yang paling terdalam.

Itu tadi, beberapa topik yang tidak diperbolehkan untuk dijadikan banyak candaan. Jika kita ingin membuat suasana pecah dalam obrolan, terlebih dahulu, perhatikan siapa yang menjadi lawan bicara kita. Jangan sampai setelah obrolan itu berakhir, ada rasa sakit pada hati yang sudah mendengarkan kalimat yang terucap dari lisan. Jangan sampai ada raga yang terluka hanya karena telah mendengar candaan yang menurut kita biasa-biasa saja.

Namun, perhatikanlah juga kapan waktu yang tepat untuk membuat candaan itu. Jika sedang serius, jangan menyelipkan candaan di dalamnya. Pahami tempat yang tepat untuk meletakkan 'sesuatu'. Jangan sampai salah diambil orang ataupun salah pengertian. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun