Sistem ini menawarkan banyak keunggulan, seperti kemudahan distribusi soal, efisiensi waktu, dan pengumpulan data yang cepat. Namun, di balik manfaat tersebut, muncul berbagai tantangan yang memengaruhi siswa, mulai dari risiko distraksi, kecurangan akademik, hingga tekanan psikologis.
Distraksi Gadget: Fokus Siswa Terganggu
Gadget didesain sebagai perangkat multifungsi, yang sering kali menjadi bumerang dalam situasi formal seperti ujian. Fitur notifikasi dari aplikasi lain, rasa penasaran untuk membuka media sosial, atau godaan untuk menjelajah internet menjadi gangguan utama yang mengurangi konsentrasi siswa.
"Ketika menggunakan gadget, siswa mudah sekali terdistraksi. Bahkan meskipun mereka tidak sengaja membuka aplikasi lain, keberadaan notifikasi saja sudah cukup untuk mengalihkan perhatian," kata Aulia Pratama, pakar pendidikan digital.
Ia menambahkan, dalam ujian manual, siswa hanya berfokus pada lembar soal dan jawaban tanpa gangguan dari perangkat lain. Kondisi ini membantu mereka lebih mudah mempertahankan konsentrasi.
Kecurangan Semakin Sulit Dikendalikan
Kemajuan teknologi memang membuka pintu bagi efisiensi, tetapi juga menciptakan celah bagi ketidakjujuran. Siswa dapat dengan mudah mengakses jawaban melalui internet, berkomunikasi dengan teman melalui aplikasi perpesanan, atau bahkan menggunakan perangkat lunak khusus yang membantu mereka memecahkan soal.
Ahmad Rizky, seorang guru di sebuah SMA di Jakarta, mengatakan bahwa kecurangan berbasis teknologi adalah tantangan besar yang sulit diatasi. "Kami membutuhkan sistem pengawasan yang lebih canggih. Selain itu, siswa juga harus dibekali dengan pemahaman tentang pentingnya kejujuran dalam pendidikan," ujarnya.
Sebagai solusi, beberapa sekolah telah mulai menggunakan aplikasi pengawasan khusus yang dapat memonitor aktivitas siswa selama ujian berlangsung. Namun, implementasi teknologi ini membutuhkan biaya tinggi dan pelatihan intensif bagi guru.
Tekanan Teknologi: Sumber Stres Baru bagi Siswa
Bagi sebagian siswa, penggunaan gadget dalam ujian justru menambah tingkat stres. Masalah teknis seperti koneksi internet yang lambat, perangkat yang tiba-tiba bermasalah, atau ketidakpahaman dalam mengoperasikan aplikasi ujian sering kali memicu kecemasan.
Dini, seorang siswa SMA di Surabaya, mengaku frustrasi saat menghadapi ujian berbasis gadget. "Koneksi internet di rumah saya sering bermasalah. Saat ujian kemarin, ada beberapa soal yang tidak sempat saya jawab karena platformnya macet," katanya.
Menurut Rani Wibowo, psikolog pendidikan, kondisi seperti ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental siswa. "Tekanan tambahan dari teknologi dapat mengganggu performa siswa, terutama mereka yang tidak terbiasa dengan perangkat digital," ujarnya.
Ketimpangan Akses Teknologi
Sistem ujian berbasis gadget juga memunculkan kesenjangan akses teknologi, terutama bagi siswa dari keluarga kurang mampu atau yang tinggal di daerah terpencil. Tidak semua siswa memiliki perangkat yang memadai atau akses internet yang stabil, sehingga mereka cenderung tertinggal dibandingkan rekan-rekan mereka.
Eko Prasetyo, seorang aktivis pendidikan di Nusa Tenggara Timur, mengatakan bahwa siswa di daerahnya sering menghadapi kesulitan untuk mengikuti ujian berbasis gadget. "Banyak siswa yang harus meminjam perangkat atau pergi ke tempat dengan akses internet, seperti warnet. Ini membuat mereka merasa tidak setara dengan siswa di kota besar," tuturnya.
Dampak Jangka Panjang pada Kesehatan
Paparan layar gadget dalam waktu lama selama ujian juga memiliki dampak pada kesehatan fisik siswa. Masalah seperti ketegangan mata, sakit kepala, dan nyeri pada leher atau punggung menjadi keluhan yang sering muncul.
Selain itu, cahaya biru dari layar gadget dapat mengganggu pola tidur siswa jika digunakan hingga larut malam untuk belajar atau mempersiapkan ujian. Hal ini dapat memengaruhi konsentrasi dan produktivitas mereka keesokan harinya.
Pendekatan Seimbang untuk Masa Depan Pendidikan
Meski menghadapi banyak tantangan, ujian berbasis gadget tetap memiliki potensi besar jika diterapkan dengan bijak. Pengawasan yang lebih ketat, pelatihan bagi siswa dan guru, serta pengembangan infrastruktur digital yang inklusif menjadi kunci untuk mengoptimalkan sistem ini.
"Kita tidak bisa menghindari digitalisasi dalam pendidikan. Namun, kita harus memastikan bahwa teknologi ini diterapkan secara adil dan tidak memberikan tekanan tambahan kepada siswa," ujar Rani.
Penerapan teknologi di bidang pendidikan adalah langkah maju yang harus disertai dengan kebijakan yang matang. Jika dikelola dengan baik, ujian berbasis gadget dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tanpa mengorbankan kesejahteraan siswa.