Rasanya bangga, dengan segenggam harapan mengecap pendidikan di negeri impian yang menjadi destinasi kuliah populer luar negeri. Salah satunya adalah Israel. Meskipun tidak sebagus kampus-kampus ternama di Inggris, Amerika, Italia dan sebagainya. Ini menjadi pelabuhan terakhirku di 'Tanah Perjanjian'.
Ketika aku memulai dengan pilihan ini, aku memutuskan untuk bisa bersenang-senang, menghibur diriku sendiri, meskipun sebenarnya menggapai bintang di langit tidaklah mudah. Sepertinya sesuatu belum pernah selesai di masa depan. Kendati mimpi tidak selamanya nyata.
Namun, jika ia gagal dan terluka tentu saja akan berpengaruh pada saat sukses memetik bulan-bulanan. Begitulah cita-cita yang aku impikan dari kelas masa lalu. Aku pun mulai mencoba 'mengabadikannya' apa yang tertinggal di masa sekolah dulu.
Tentu, aku mulai mendeteksi bagian yang terluka hingga berusaha untuk menyembuhkannya dan memilih tempat yang belum terdaftar sebelumnya agar aku bisa tersenyum lagi. Mulai dari Inggris, Italia sampai Amerika. Hingga aku merasakan berangsur-angsur mimpi-mimpi itu sebagai penghibur duka lara.
Aku akan mengenang apa yang terjadi di masa sekolahku. Termasuk siapa pun yang terlibat menggoreskan luka disana. Semalam aku mencoba untuk mendeteksi apakah luka masa depan itu masih ada? Pada tengah malam, aku berharap the BFG membuat mimpi dan membawaku ke negeri impian dan melihat semuanya. Akhirnya aku menangis bahagia. Bahwa dunia mimpi jauh lebih indah dari dunia nyata.
Inilah awal petualangan terbesarku yang mendebarkan. Walaupun hanya sebagian orang yang ikut terhanyut menikmati berbagai kegegelisahan ini. Aku tidak mau muluk-muluk menceritakan tentang perjalanan yang penuh onak dan duri.
Semuanya terasa nyata seakan aku hadir di sana. Di tempat mana aku kuliah dalam pesawat yang kami naiki. Berapa uang kuliahku saat itu. Bahkan perasaan kecewa, sedih, dan merana. Kenapa orang tidak peduli? Kenapa aku tak seperti anak-anak lain? Air mata pun membanjiri sepasang pipi hingga akhir sesi. Kini jelas sudah, masih ada yang perlu dipertimbangkan.
Anak-anak pasti mengharapkan yang terbaik dari orang tuanya demi masa depan yang lebih baik dan sukses. Tapi tidak untuk aku. Bukan berarti aku tidak suka pada ayahku dan ibuku, aku sangat menyayangi mereka. Namun rasa nelangsa menyeruak kala itu.
Orang-orang yang merasa hidup serba bisa akan memanfaatkan kenyataan itu untuk memuluskan kehidupannya, sebagian lagi justru dengan bersantai merasa hidup seakan hambar. Memang benar sesuatu yang menjadi takdir itu sulit untuk diperbaiki, tapi apakah itu sudah tepat? Dengan alasan tersebut lantas membuat orang melanjutkan bukannya meninggalkan?
Pasti akan ada kisah tentang nihilnya biaya pendidikan, tidak mengijinkan kuliah dan jera dengan orang lain memperlakukan kita. Apa yang kita rasakan? Kesal? Marah? Bahkan perbuatan itu dianggap sebagai kejahatan. Inilah yang akan terjadi jika kita tidak terbuka tentang masa lalu kita yang suram.
Banyak orang yang gaya hidupnya glamor dan hedonis selalu menentukan status dan kelas seseorang untuk mendatangkan kebahagiaan. Mereka tidak pernah berimajinasi jika pencarian makna kebahagiaan mereka itu juga telah menimbulkan luka bagi orang lain.
Inilah derita dari gaya hidup. Hanya karena menginginkan kesenangan dan kebahagiaan sesaat, imbasnya juga bisa kemana-mana. Tidak jarang orang lain menderita karena ulahnya. Orang lain terluka akibat hasrat memenuhi gaya hidup yang terbendung.
Bukannya kita bisa melihat hidup begitu nyata? Merasakan angin yang berhembus dan hangatnya matahari. Sesungguhnya hidup tidak buram sama sekali, semuanya jelas. Namun masih banyak manusia yang jahat dengan melukai kehidupan orang lain. Padahal kita memiliki akal dan banyak waktu untuk mendesain dan kita tidak membayar untuk bermimpi, mimpi itu gratis.
Ketika aku mengabadikan masa lalu ini, aku yakin bahwa ada waktu yang ajaib, waktu dimana hal-hal mustahil yang belum pernah aku lihat selama itu akan bersua. Saat aku melihat warna-warni mimpi, the BFG pasti akan berkata: Â "Mimpi datang terdengar seperi dengungan kecil. Ada masa sulit, ada masa bahagia. Mimpi itu datang kepadamu".
Ketika tumbuh lebih dewasa, akan banyak hal yang kita sesali, tapi itu bukan sebagai kewajiban. Penyesalan terbesar akan terletak pada hal-hal yang tidak pernah kita pikirkan, padahal kita tahu kita mampu untuk melakukannya lebih baik dari apa yang kita lihat saat ini.
Karena masa sekolah tak selamanya menjadi masa sekolah. Ia akan terus berubah dan menua. Mengabadikan masa depan adalah salah satu kuncinya. Biarlah yang berlalu dikenang di sana, tak perlu direduksi, sebab tidak akan pernah mengubah apapun.
Tidak perlu juga merasa terlalu muda untuk bermimpi atau untuk membayangkan akan menjadi apa kita dan seperti apa kita di masa depan? Biarkan cita-cita berubah sampai 100 kali lipat, yang penting kita sudah pernah bercita-cita dan bermimpi untuk berusaha mencapainya.
Lebih dari itu, menjalani hari ini dengan tidak lupa memeluk diri kecil kita yang mungkin masih terluka. Mengajaknya bermimpi lagi untuk mengobati masa depan yang barangkali akan jauh lebih baik dan berbagi kebahagiaan dengan sesama.