Pematangsiantar, Sumatera Utara; Kenaikan tarif air minum PDAM Tirtauli yang dinilai mencekik leher ( mencapai 300 persen), timbulkan ragam persoalan, salah satunya percekcokan dalam rumahtangga yang nyaris sampai pada kata cerai.
Seperti dikeluhkan salah seorang warga Kelurahan Bane Kecamatan Siantar Utara, J Purba yang ikut dalam aksi deklarasi massa Forum Air Hidup Untuk Rakyat (Aurat) di kantor DPRD Kota Siantar, Balai Kota dan kantor PDAM Tirtauli, Rabu (14/5) mulai sekira jam 09.30 wib.
“Gara-gara air ini, aku jadi sering bertengkar sama istriku, sudah mau cerai saya karena tak sanggup bayar air. Jadi, tolonglah pak, turunkanlah harga air,” cecar Purba di hadapan salah seorang pimpinan DPRD, yang menerima kedatangan massa Forum Aurat di kantor DPRD.
Kenaikan tarif air menimbulkan anggapan bahwa Kota Siantar saat ini, menjadi kota yang tidak lagi nyaman untuk dijadikan tempat tinggal, karena Kota Siantar sudah bagaikan neraka bagi penduduknya. Seperti diutarakan Sekretaris Forum Aurat, Syahri Siregar dalam orasinya.
“Kota Siantar tak lagi nyaman untuk dijadikan tempat tinggal, melainkan Negara bagi masyarakat. Hukum telah dikangkangi dari artin yang sesungguhnya. Eksekutif dan legislatif hanya sebagai legislasi koruptor,” cecar Syahri yang terdengar bak berpuisi.
Masyarakat, lanjut Syahri, sudah banyak tidak perduli dengan nasib bangsanya, walikota hanya sebagai lambing kebencian, masyarakat tidak percaya terhadap pemimpinnya karena rakyat hanya dijadikan korban.
“Air bukan lagi karunia dari Tuhan untuk dinikmati. Kini air dikomersilkan untuk mendapatkan keuntungan, pemerintah telah berubah menjadi Tuhan, Tuhan bagi nafsu untuk menyiksa umatnya atau bangsanya. Harus kemanakah kami mengadu, wakil rakyat sebagai Dewan Perwakilan Rakyat berubah jadi Dewan Predator Rakyat, membunuh secara perlahan,” tukasnya.
Agar tidak dibunuh secara perlahan-lahan, menurut Syahri, masyarakat harus bangkit melawan. “Bangkit melawan atau diam tertindas. Lawan dan lawan demi bangsa yang bermartabat dan bermoral, jangan pernah takut untuk melawan sebab kebenaran tetap kebenaran, bukan pembenaran dan penjajahan,” tandasnya.
Salah seorang ibu warga Simpang Kapuk Kelurahan Tanjung Tongah Kecamatan Siantar Martoba, Maria Sebayang juga meminta kepada utusan DPRD agar bersedia menurunkan tarif air minum, sebab kenaikan tarif tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan.
“Kami orang simpang kapuk, sebelumnya di kampung kami hanya 2 jam air hidup. Sekarang sudah naik, air kami malah mati-mati, tolonglah pak, tolonglah ya, turunkanlah pak,” ujar Maria yang mewakili ibu-ibu warga Simpang Kapuk dengan nada memelas.
Usai menyampaikan keluhannya dan membacakan pernyataan sikapnya di kantor DPRD, massa Forum Aurat bergerak ke Balai Kota atau kantor walikota. Karena di kantor walikota, tidak ada yang menerima aspirasi mereka, massa melanjutkan aksinya ke kantor PDAM Tirtauli.
Sayangnya, di kantor PDAM Tirtauli massa yang hanya diterima oleh Humas PDAM, langsung meninggalkan kantor tersebut, setelah membacakan pernyataan sikap Forum Aurat. Parahnya lagi, saat itu massa mendapat kabar tak sedap. Dirut PDAM Tirtauli, Badri Kalimantan lari dari kantornya.
Sebelumnya, di lokasi titik kumpul yakni Balai Bolon, Sukoso Winarto selaku koordinator aksi deklarasi massa menyatakan bahwa pergerakan Forum Aurat pada hari itu adalah pergerakan awal.
“Ini baru gerakan awal, kalo memang mereka (DPRD, Walikota dan PDAM Tirtauli) beritikad baik, kita akan diterima dengan baik. Pagi ini kita akan menyampaikan orasi-orasi kita,” ujar Sukoso yang kemudian mengomando massa untuk bergerak setelah melakukan doa bersama. (Napit)