"Lantas aku harus tinggal dimana? dunia lain? belum waktunya. Tunggu saja" Jawabku sambil mengambil sketchbook itu dan menyusunnya kembali ke rak buku.
Apa cuma aku yang menganggap bahwa hidup ini seperti langit? Kadang cerah kadang redup, kadang hujan kadang terang.
Apa cuma aku yang menggambarkan diriku sendiri sebagai matahari? yang menyinari bumi dengan sinarnya dan bila terbenam bukan berarti dia menyerah tapi dia bersiap untuk bersinar lebih terang lagi di hari berikutnya.
Dan apa cuma aku yang bisa membedakan bau tanah setelah terkena hujan berdasarkan seberapa lama hujan itu turun?
Kurasa aku tidak sendiri, hanya saja aku belum menemukan teman. Teman untuk hidup bersama di dunia lain itu. Dunia dimana tak ada batas yang bisa menghalangi. Tak ada malam tapi tetap ada bulan. Tak ada hujan tapi tetap ada petrichor. Tak ada kesedihan tapi tetap ada air mata.
Teman yang bisa menjadi awan yang menyelimuti langit dikala aku sedang sibuk menyinari bumi.