Judulnya sesuai dengan bukunya seorang ustadz yang beberapa bulan yang lalu kubaca. Aku gak akan meresensi buku itu. Cuma mau cerita perjalananku hingga memakai jilbab.
Kapan tepatnya rasa pengen pake jilbab itu datang, gak jelas waktunya. Saat itu aku terinspirasi oleh seorang pemimpin orkestra perempuan; masih muda, sudah eksis (waktu itu) dan berjilbab. [Padahal dia masih kuliah di universitas swasta yang bukan Islamic_based]. Sering video klip nya dia yang berisi shalawat tayang di tv. Malu rasanya, kami hampir seumuran. tapi dia sudah luar biasa.
Aku jadi kepikiran, apa yang sudah aku buat untuk agamaku..nol besar.
Aku lahir di keluarga yang tidak begitu kental suasana keagamaannya. Ibuku dulu mualaf dan baru belajar lebih dalam tentang Islam kira-kira saat aku SD. TPA di jamanku dulu tidak sebanyak sekarang. Akhirnya, masa kecilku lepas dari pendidikan agama; yang aku dapat hanya 2 jam seminggu saat pelajaran di sekolah negeri. Waktu SD tidak ada yang membimbingku baca tulis Quran; jadi aku selalu menghapal ayat yang harus dibaca di depan kelas.
Waktu SMA aku selalu stress setiap pelajaran agama karena selalu diawali dengan membaca Quran jadi aku selalu membawa Quran yang ada bacaan huruf nya. Satu-satunya yang membuatku senang pelajaran agama waktu itu adalah kami harus memakai jilbab seharian. Aku jadi punya kesempatan, memakai jilbab tanpa tuntutan untuk bisa ini itu dan rasanya nyaman sekali; tidak gerah seperti yang kubayangkan.
Rasa nyaman berhijab tinggal untuk waktu yang cukup lama; tanpa niat untuk direalisasikan. Bapakku yang bekerja di bagian akademik fakultas sering mendapati kasus yang menyulitkan mahasiswa berjilbab; seperti harus menulis surat pernyataan untuk foto ijasah. Sepertinya secara birokrasi; memakai jilbab repot banget.Apalagi denger2 pake jilbab susah dapat kerjaan..em, jadi tambah keder toh..
Tapi kembali ke cerita pemusik berjilbab di atas, aku terusik untuk sekali ini saja berbuat sesuatu untuk agamaku;yang ternyata itu justru untuk aku sendiri.
Aku mulai berjilbab saat aku tepat berumur 20 tahun. Banyak yang tidak percaya; karena aku orangnya yak-yak an. Sering misuh, cerita saru, nyontekan (waktu SMA), hobby main kartu_pokoknya enggak banget. Tapi yang berkesan, saat banyak orang tidak yakin dengan pilihanku_bahkan aku sendiri, seorang kakak angkatan (perempuan) menyalami aku dan berkata "Semoga istiqomah".
Entah berhubungan atau tidak, tapi sangkaanku jilbab menutup rejeki gugur tahun itu juga. Juli 1999 aku dipanggil ke Jakarta untuk tanda tangan kontrak beasiswa dari salah satu bank swasta nasional; yang besarnya jauh dari beasiswa yang ada saat itu_mencakup biaya hidup dan SPP untuk 5 semester! Selesai beasiswa ini, aku masih dapat beasiswa lagi dari salah satu perusahaan minyak internasional; yang besarnya per bulan melebihi beasiswa sebelumnya. Alhamdulillah...Allah seperti memberi balasan lebih cepat dari yang kubayangkan.
Memang, risau pernah datang lagi saat sudah lulus. Kata bapak, foto di ijasah tidak perlu pake jilbab; supaya tidak ribet besok-besoknya. Lalu waktu ada jobfair; aku pernah tanya ke salah satu bank swasta tentang boleh tidaknya memakai jilbab di situ; hanya dijawab tidak ada peraturannya. tapi memang tidak ada pegawai yang berjilbab. Makjleb..bantu sandungan datang. Waktu ngirim lamaran (kira2 60-an), aku juga gak ada yang lolos_sempat curiga, jangan2 karena kerudungku.
Tapi prasangka burukku dijawab Allah dengan terbukanya jalan menjadi PNS di UNS. Alhamdulillah, di tempat kerjaku tidak ada aturan yang menghalangi aku berjilbab. Lingkungan kerja sangat mendukung kegiatan beragama (apapun); kami sering sholat Dhuhur berjamaah. Aku pikir, gak akan senyaman ini kalo ketrima di bank swasta itu.
Intinya, apa yang aku (dan mungkin) temen2 kira jadi penghalang ketika berjilbab; itu salah besar. Kalaupun memang menghalangi; yakin saja. Allah sudah menyiapkan jalan yang lebih baik.
Istiqomah saja. Insya Allah ...
* berjilbab bukan berarti tidak berbuat salah. aku masih sering main kartu waktu itu (yg diprotes keras oleh pacarku), masih pacaran (hehehe) dan masih melakukan kenakalan lainnya. pun sampe sekarang, masih berproses. jadi jangan takut mulai pake jilbab. berhijab tidak menandakan alim tidaknya seseorang, suci tidaknya seseorang. jilbab itu ya, cara berpakaian. seperti hem pake di atas, dan rok pake di bawah ^^
** berproses itu termasuk cara jilbabannya..dulu rasanya gak sanggup pake rok. ribet karena tiap hari musti naik turun kereta. tapi setelah dijalani, sekarang malah gak bisa cuma pake celana panjang. semoga bisa meningkat ke yang lebih syar'i lagi. yang tadinya ngerasa gerah, coba dulu deh ... ternyata gak gerah kok. lagian, mending gerah di dunia, masih ada AC. lah di neraka?
***pengalaman pake jilbab waktu sekolah di Melbourne tidak kalah menarik. pas pertama kali makan di restoran fastfood, aku malah dianjurkan oleh si pelayan untuk pilih paket ikan, karena meski tidak pake babi, dia tidak yakin daging yang dipakai disembelih dengan cara yang halal. saat tersesat di hari pertama, seseorang menyapa dengan sapaan "sister" karena kami sama2 berjilbab dan membantuku menunjukkan jalan pulang. juga kalo lagi kuliah dan nerabas jam sholat, aku langsung bisa sholat di tempat (kursi kuliah), tanpa harus 'berganti kostum'