Tanpa pandemi pun, menyediakan contact center menjadi keharusan bagi instansi pemerintah yang peduli dengan publik. Contact center bukan unit pelengkap. Baik buruknya citra instansi ada pada contact centernya. Contact center merupakan pintu masuk bagi siapa saja masyarakat untuk berkomunikasi dengan suatu instansi pemerintah, baik individu maupun organisasi. Bahkan tidak berlebihan bahwa contact center merupakan sarana transparansi dan prasyarat untuk layanan publik apapun.
Layanan pendidikan, kesehatan, perizinan dan layanan publik lain, jika mau bagus ya harus bagus pula contact centernya. Semuanya harus disediakan dengan memadai baik suprastruktur maupun infrastruktur. Idealnya, petugas contact center merupakan talent dan orang-orang pilihan. Mereka harus memiliki analythical thinking yang tajam dan problem solver.
Maka tak heran orang-orang eks contact center ini menjadi ‘orang penting’ dalam perumusan kebijakan, kenapa? Karena eks para agent mengetahui secara langsung semua pola permasalahan yang dihadapi. Pengalaman agen contact center lebih lengkap sehingga menjadi tacit knowledge dalam memahami kelemahan aturan yang saat ini berlaku. Agen contact center juga menerima aspirasi dan pengaduan layanan, selain pertanyaan yang berulang disampaikan oleh pengguna layanan. Pertanyaan berulang ini bisa jadi masukan bagi humas untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat sehingga mereka tidak perlu lagi bertanya.
Tidak banyak yang tahu bahwa agen contact center pemerintah harus siap memperbaharui pengetahuan. Hal ini karena kebijakan, jenis layanan, dan prosedur layanan kerap berubah menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang juga berubah. Apalagi pada organisasi yang heterogen tugas dan fungsinya, ini sangat menantang.